Siapa Penulis Taurat?


Seorang polemikus Islam bernama Fach Rudin mempersoalkan masalah penulisan Taurat (Pentateuch) dengan menyebutkan ada empat penulis dalam penyusunan Pentateuch dengan kode Y (Yahwis), E (Elohis ), P (Priestly/Imam) dan D (Deuteronomis). Pernyataan ini merupakan produk pemikiran liberal scholar & bukanlah hal asing bagi mereka yang berkecimpung dalam studi biblika. Pendapat ini dikenal dengan nama teori JEDP yang merupakan bagian dari Documentary Hypothesis yang intinya menolak Musa sebagai penulis Taurat.
Herannya polemikus Islam yang merujuk teori ini untuk menyerang Alkitab, sebenarnya ikut menyerang Quran itu sendiri, bukankah dalam Quran disebutkan Taurat diberikan kepada Musa? Jika Taurat yang terdapat dalam PL di kekristenan atau Tanakh di Yudaisme bukan ditulis oleh Musa melainkan empat penulis lainnyat (JEDP), lalu dimana yang asli yang diberikan kepada Musa sesuai pernyatan Quran? Adakah manuscript PL/Tanakh yang mendukung posisi Islam tentang Taurat asli versi Islam tersebut?
Dengan merujuk pada satu dua referensi yang menyebut teori JEDP ini, polemikus itu mengklaim sebagai pendapat para sarjana Alkitab. Padahal posisi itu hanya dipegang sebagian sarjana yaitu Liberal Scholars yang menolak otentitas Bible dengan beragam analisis kritisnya yang pada prinsipnya paradigma berpikirnya anti supranatural (adikodrati). Namun ada banyak scholar menolak pendapat ini dan seiring semakin banyaknya penemuan-penemuan arkeologi, beberapa preposisi utama yang mendasari teori JEDP semakin lemah & runtuh. Demikian pula dalam kajian sastra yang cermat justru menunjukan adanya sebuah kesatuan tematik & linguistik yang merujuk kepada penulis tunggal, sebagaimana ditulis oleh Kikawada & Quin dalam bukunya "Before Abraham Was",1985 dan tulisan Rendsburg, The Redaction of Genesis, Eisenbrauns: 1986. So.. teori JEDP sudah mulai out of date, polemikus Islam tersebut hanya sekedar latah berbekal pada satu dua buku yang sesuai dengan harapannya yaitu dapat digunakan untuk menyerang otentitas Bible.

Teori JEDP bermula dari ide Jean Astruc 1753 tentang adanya dua penulis berbeda mengenai kisah penciptaan. Dalam pasal 1 disebut sebagai E (Elohist) karena penggunaan nama ilahi Elohim dan pd pasal 2 disebut sebagai Y (Yahwist) karena digunakan kata YHWH (Yahweh). Masalah perbedaan pasal 1 & 2 ini akan saya ulas tersendiri. Selanjutnya J.G. Eichorn mengembangkannya ke pasal-pasal berikutnya mengenai teori dua sumber ini Yahwist & Elohist. Kemudian di akhir abad 19 teori ini dilengkapi Graf-Wellhausen menjadi teori JEDP.

Beberapa point dari teori JEDP ini diantaranya: tulisan dalam Taurat nanti muncul belakangan setelah era Daud & Salomo oleh penulis J, E,D dan sekelompok imam yang diberi kode P (priestly code) dan belum adanya budaya penulisan pada masa Musa. Mereka beranggapan Israel merupakan sebuah persemakmuran kumpulan dari beberapa suku, kemudian setelah beberapa abad mulai mengarang kisah-kisah imajinasi religius mereka yang merupakan gabungan dari empat tulisan berbeda.

Namun data arkeologi mulai ditemukan pada akhir abad 19 dan semakin banyak di abad 20, telah menghancurkan point utama mereka. Penemuan inskripsi kuno Tell el-Amarna berupa lempengan-lempengan tanah liat, tertanggal sekitar tahun 1420 s3 1380 SM sezaman dengan Musa & Yosua, telah membuktikan bahwa pada masa Musa telah dikenal budaya tulisan. Demikian juga penemuan inskripsi kuno dari Serabit el-Khadim di Sinai, menunjukan inskripsi berupa simbol alfabetis mirip hieroglif Mesir yang ditulis dalam dialek Kanaan yang sangat mirip dengan bahasa Ibrani. Serta penemuan pada Situs Ras Syamra yang berisi log atau lempengan yang ditulis sekitar tahun 1400 SM. Semua penemuan ini telah membuktikan bahwa budaya penulisan telah ada pada masa Musa.

Sebagaimana kita ketahui Musa hidup di istana Firaun sebagai anak angkat Firaun, maka Musa tentu mendapatkan pendidikan terbaik pada masanya. Kis 7:22 "Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya". Apalagi Mesir telah dikenal memiliki peradaban tua seperti ditunjukkan dengan bangunan Pyramid. Kisah nenek moyang bangsa Israel bisa diketahui Musa dari sesama bangsanya melalui oral tradition. Sudah tentu semuanya itu dalam pengilhaman Allah.

Jika dicermati beberapa detail geografis dalam Taurat dan dibandingkan dengan data kuno lainnya, terdapat kesesuaian yang tinggi,  menunjukan bahwa Taurat bukan produk abad-abad belakangan. Seperti tentang iklim dan cuaca khas Mesir bukan Palestina, tanaman & binatang yang disebutkan dalam kitab Keluaran sampai Ulangan umumnya khas Mesir & semenanjung Sinai, suasana latar belakang padang gurun dan masih banyak data lainnya. Data ini semakin membuktikan bahwa Taurat jelas ditulis Musa bukan empat penulis sebagaimana diklaim oleh polemikus Islam tersebut. Para bible scholar & arkeolog telah mengkaji hal ini secara cermat seperti Kenneth Kitchen, James Hoffmeier dll.

Dalam Taurat sendiri dengan jelas disebutkan beberapa ayat bahwa Musa sebagai penulisnya, salah satunya, Kel 24:4 "Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu". Demikian juga disebutkan dalam kitab lainnya di PL seperti 1 Raj 2:3, Ezra 6:18, Daniel 9:11-13 dll. Bahkan yang terpenting, Yesus sendiri meneguhkan bahwa Musa yang menulis Taurat, Yoh 7:19 Bukankah Musa yang telah memberikan hukum Taurat kepadamu?... So.. semua menunjukan bukti kuat bahwa Musa penulis Taurat bukan empat penulis JEDP tersebut.

Terakhir tentang perbedaan penggunaan kata Elohim & Yahweh, ini juga merupakan pola yang umum di dunia sastra kuno dalam penggunaan beberapa nama yang merujuk pada satu pribadi, seperti di Yunani: Zeus memiliki nama lain Kronion & Olympus, Athena=Pallas, Apollo=Phoebus=Pythius, di Mesir: Osiris=Wennefer=Nebadbu dan masih banyak contoh lainnya. Dalam Taurat, kata Elohim lebih menunjukan pada Common Noun sebagai pencipta langit & bumi, sedangkan YHWH lebih personal berkaitan dgn pernyataan & hubungan dengan umatNya. Bahkan di beberapa ayat digunakan kombinasi Elohim & YHWH, kalau kombinasi seperti ini, ayat tersebut ditulis oleh Yahwist atau Elohist? :-)

Kajian lebih detail tentang masalah ini bisa sangat panjang, namun point-point yg sifatnya summary ini, saya kira sudah cukup membantah tudingan polemikus Islam tersebut. Dari berbagai bukti yang ada, Taurat atau Pentateuch jelas ditulis oleh Musa dan bukannya empat penulis JEDP. Jika Taurat yg ada dalam PL/Tanakh ini dianggap palsu oleh pihak Islam, lalu dimana aslinya? Atau silahkan tunjukan manuscript PL/Tanakh yg dianggap sesuai dgn konsep Taurat versi Islam. Kajian manuscript ini dikenal dgn nama Textual Criticism, salah satu scholar yang disegani di bidang ini untuk PL/Tanakh yaitu Emmanuel Tov. Namun sampai saat ini, tidak ada satupun kajian scholar yang mendukung posisi Islam malah sebaliknya misalnya narasi kisah Abraham dalam Dead Sea Scroll tertulis jelas Ishak yang akan dikorbankan bukan Ismael.
Share:

Strawman Fallacy: False Trinity - Bapa, Anak & Maria

Pihak Islam mengklaim sebagai agama yang meluruskan agama sebelumnya yaitu kekristenan yang dianggapnya telah tersesat. Dasar utamanya pada ajaran tentang keesaan Allah (Tauhid) yang di kekristenan dianggap telah menyimpang dengan adanya ajaran Trinity. Koreksi terhadap ajaran Trinity bahkan tercatat dalam Quran pada beberapa ayat, termasuk koreksi tentang ajaran Yesus sebagai Anak Allah. Artikel ini membahas koreksi Quran tersebut dan dimaksudkan sebagai pembelaan (apologia) dari pihak kekristenan.
Share:

Yesus Anak Allah secara Biologis?

Polemikus Muslim bernama Arda Chandra telah menulis artikel berjudul Kehamilan Perawan Maria versi Alkitab dan Alquran https://answeringkristen.wordpress.com/kehamilan-perawan-maria-versi-alkitab-dan-al-qur%E2%80%99an/. Polemikus tersebut mencoba membuktikan dari Bible bahwa penyebutan Yesus sebagai Anak Allah memang benar dalam pengertian anak secara biologis/fisik yaitu dalam konteks kehamilan Maria yang dianggap telah "dihamili" Allah. Benarkah tafsiran demikian? kita akan mengujinya secara cermat dengan mengeksesis ayat-ayat yg digunakan serta melihat konteks penyebutan Anak Allah tersebut. 
Share:

Debat kata ECHAD dalam SHEMA (Ul 6:4) - ROUND 3 (A)



Debat seputar kata Echad dalam Shema menghadapi pihak The Yeshiva Institute (disingkat TYI) telah memasuki Ronde ke-3. Bagi para pembaca yang baru mengikuti debat ini, sangat disarankan untuk membaca uraian debat sebelumnya agar bisa memahami perdebatan ini secara komprehensif. 

Tanggapan pihak TYI di ronde ini ditulis oleh Eric Kisam yang pada ronde sebelumnya bersama Ismaun Ghofur. Sama seperti tanggapan-tanggapan sebelumnya, tanggapan pihak TYI masih diwarnai nuansa Ad Hominem Argumentum dan pada beberapa bagian bersifat pengulangan point yang telah kami tanggapi sebelumnya. Untuk bagian yang sifatnya pengulangan tidak akan kami tanggapi lagi, sedangkan untuk Ad Hominem Argumentum kami tanggapi dengan menyajikan data faktual yang relevan.
 
 TYI
//JJ: Belum apa-apa TYI telah memberi pernyataan bernuansa Ad Hominem Attack dengan menyebut Michael Brown sebagai "misionaris kristen berbaju yahudi". Padahal Michael Brown sendiri adalah seorang Yahudi (Jewish) yang memiliki posisi teologis yg berbeda dengan umumnya jewish lainnya, dikenal sebagai Messianic Jewish yang berbeda dengan Judaism Jewish. So.. Michael Brown bukan "berbaju" Yahudi karena memang dia native jewish, berbeda dengan pihak TYI yang non jewish namun keyahudi-yahudian :-)//

Keyahudian Brown sebagai etnis berbeda dengan keyahudian sebagai agama, walaupun terlahir yahudi tapi dengan percaya dengan trinitas Brown tidak bisa dibilang sebagai pemeluk agama Yahudi. Lagi pula kalau ditelusuri masa lalu Brown bukanlah dari kalangan pemeluk yahudi yang taat dan asli, dia belum pernah belajar di Yeshiva (semcam pesantren untuk umat yahudi) dan dia tidak pernah mengecap pendidikan di yeshiva2 elit yang terkemuka dikalangan rabbi-rabbi Mirrer Yeshiva, Ponovizh Yeshiva dll , masa lalu nya adalah sekular dan menempuh pendidikan sekuler pula (bahasa) bukan theologi.

Tanggapan JJ
Term Yahudi memang bisa merujuk ke agama (Judaism) atau etnis (Jewish/Jews). Brown memang bukan penganut agama Yahudi (Judaism) tetapi Messianic Jews yang percaya Yeshua sebagai Mesias. Dari pernyataan anda yang bernuansa Ad Hominem itu, apakah maksud kata “berbaju yahudi” di sini merujuk pada aspek agamanya (Judaism) atau etnisnya (Jewish)?

Saya menduga karena posisi teologis Brown banyak merujuk pada sumber-sumber Yahudi sendiri seperti Tanakh, Talmud, Targum dll yang umumnya menggunakan Hebrew di samping Aramaic. Maka kemungkinan inilah motif pernyataan “berbaju Yahudi” tersebut. Brown sebagai native Jewish tentu wajar banyak menggunakan sumber-sumber Yahudi dalam Hebrew/Aramaic, baik dalam pandangan teologinya maupun ritual ibadahnya.

“We often use Hebrew songs anda prayers in our servics because many of the songs are taken directly from the Hebrew Bible and many of the prayers date from the days of Jesus and earlier (e.g., the Shema). These elements are not merely borrowed from later Rabbinic tradition. They serve to remind worshipers that our faith is indeed the continuation of the faith of our fathers-Abraham, Moses David, and the Messiah”. Brown, Michael, Answering Jewish Objections to Jesus: General and Historical Objections: Volume 1,  Page 12.

Point minor anda yang bernuansa Ad Hominem ini justru menyerang balik pada institusi TYI yang bernuansa Jewish melalui penggunaan terms Hebrew dan rujukan pada Rabbi yang menguatkan posisi TYI pada point-point tertentu seperti Abrahamson, Saadia Gaon, Rashi dll. Masalahnya apakah orang-orang di TYI adalah native Jewish? Jika tidak lalu mengapa style-nya keyahudi-yahudian seperti menggunakan term Yeshiva Institute? Selain itu pihak TYI juga bukan penganut Judaism seperti Brown, lalu mengapa menuduh Brown “berbaju Yahudi” atau justru pihak TYI yang sebenarnya “berbaju Yahudi”?

Pihak TYI kembali menggaungkan pernyataan bernuansa Ad Hominem Argumentum dengan mempersoalkan latarbelakang masa lalu Brown. Hal ini cukup mengherankan pihak TYI memainkan point-point seperti ini. Brown percaya kepada Yeshua pada usia 16 tahun dan sebelumnya sebagai conservative jews kemungkinan dia telah mengenyam pendidikan di Yeshiva setidak-tidak pada level junior Yeshiva (Yeshiva Ketana). Namun setelah percaya dia justru memperdalam Hebrew Language dan meraih Bachelor, justru ini lebih tepat dibanding langsung mengikut pendidikan teologi Kristen di seminari Kristen. Pendidikan lanjutan di bidang Near Eastern Languages and Literatures sudah tentu memberi banyak ruang & kesempatan mengkaji berbagi literatur rabbinik.  Credential akademiknya diakui para scholar termasuk jewish scholar, sehingga rabbi-rabbi Yahudi terkemuka seperti Shmuley Boteach,  Moshe Otero, J. Immanuel Schochet and David Blumofe melayani debat dengan Michael L. Brown.

So.. mari kita fokus ke hal yang substansial dan tidak memainkan point-point logical fallacy seperti Ad Hominem Argmentum dan argument from authority (argumentum ad verecundiam).
--------------------------------------------------------------------

TYI
//JJ: Pihak TYI telah keliru memahami pendapat Michael Brown dengan mengatakan bahwa Michael Brown seolah-olah berpendapat asal kata Echad adalah compound unity. Padahal sangat jelas Michael Brown dalam bukunya tersebut (Answering Jewish Objection to Jesus, Vol 2) hanya menyatakan ".. Actually, ’echad simply means “one,” exactly like our English word “one"..." dan kata ini bisa merujuk pada composite/compound unity atau absolute unity…//

Jadi di sini pihak kristen sepakat dengan tidak ada-nya atau absurd-nya konsep “composite unity” yang sering diajukan untuk menjelaskan “kebenaran” trinitas dalam TaNaKH. Seperti dalam Shema yang seolah-olah menyiratkan adanya trinitas dalam kata Ibrani Echad, karena makna asal echad adalah "satu" dan didalam Tanakh kontext "satu" pada ketuhanan selalu Tuhan yang SATU tidak pernah ada embel-embel majemuk.

Tanggapan JJ
Pihak TYI keliru merumuskan posisi kami bahwa  konsep composite unity tidak ada dalam Tanakh. Padahal maksud kami di sini kata Echad dalam Shema yang diartikan  sebagai “Satu” tidaklah berbicara His Essential Nature dari YHWH, sehingga kata Echad ini bisa berarti Satu dalam Satu atau Tiga dalam Satu.

Dalam Tanakh, kata Echad bisa merujuk pada composite unity maupun absolute unity. Tidak tepat langsung diklaim kata Echad jika berbicara dalam konteks ketuhanan harus diartikan “absolute unity”. Dasarnya apa? bukankah kata Echad dalam Shema hanya diartikan “Satu” saja tanpa penjelasan apa-apa. Ini jelas sebuah eisegese bahkan salah satu logical fallacy: circular reasoning yaitu memasukan doktrin ke dalam Text kemudian merujuk pada Text itu untuk membuktikan doktrin tersebut.

Ada berapa contoh dalam Tanakh kata Echad dalam pengertian composite unity seperti frase “goy echad” atau “satu bangsa” dalam 2 Sam 7:23. Bangsa Israel yang dimaksud memang hanya satu bangsa, namun bukankah dalam satu bangsa itu terdiri atas pribadi-pribadi orang Israel. Pengertian composite unity bisa saja diambil untuk pengertian Echad dalam Shema, namun kami tidak melakukan ini, karena point kami jelas bahwa Echad dalam Shema bukan berbicara Nature dari YHWH. Dari konteksnya kata Echad ini mengajarkankan tentang YHWH sebagai satu-satuNya Tuhan diantara banyak tuhan seperti Baal dll yang dipercayai suku bangsa di sekitar bangsa Israel.

TYI
Rabbi Benyamin Abrahamson seorang rabbi orthodox di Yerusalem yang juga mendapatkan pengakuan dari para rabbi orthodox terkemuka di dunia. ketika di tanya mengatakan : Does the word echad mean"composite unity" as many Christians say.

Rabbi Ben Abrahamson replied: No not really. Like arabic, when used with a noun, it can mean a grouping together of things under one name. Like "sefer echad" means "one book", even though it has a cover, table of contents, chapters, etc. However, when used without a qualifier, as it is in Deut 6:4, it means "the source of all things". The One. The Creator all of creation. There are many other Torah verses that teach that God is also indivisible (Yachid).

Rabbi Ben Abrahamson also adds:
"united oneness" is a strange term. Everything in this world, "one book", "one cup", "one house", "one tree" is one thing that is made up of parts. But this never applies to its essence. And when used as "One" without a noun, it means the Creator of everthing.

Tanggapan JJ
Pihak TYI hanya mengulangi pernyataan Abrahamson yang telah kami tanggapi sebelumnya. Namun perlu kami tegaskan kembali, pendapat Abrahamson ini tidak bisa menjadi dasar bahwa kata Echad tanpa qualifier itu berarti absolute unity.

Sh'ma Yisra'eil Adonai Eloheinu Adonai echad.
Hear, Israel, the Lord is our God, the Lord is One.

Justru karena hanya ada kata Echad tanpa qualifier maka maknanya harus dilihat dari konteksnya bukan berspekulasi mengartikan kata itu sendiri dengan pemahaman sendiri. Silahkan lihat kembali penjelasan dari The JPS Torah Commentary yang telah kami sajikan sebelumnya.

Abrahamson menyatakan “There are many other Torah verses that teach that God is also indivisible (Yachid)”. Namun setelah dilacak dalam Tanakh terdapat 8 ayat yang terdapat kata Yachid dalam pengertian “satu-satunya, tunggal” dan tidak ada  satupun ditujukan kepada Allah. Lalu ayat yang mana yang dimaksud Abrahamson?

Kej 22:2  And He said: 'Take now thy son, thine only son [yachid], whom thou lovest, even Isaac..
Kej 22:12    thou hast not withheld thy son, thine only son [yachid], from Me.'
Kej 22:16  .... , and hast not withheld thy son, thine only son [yachid],
Hak 11:34  … and she was his only child [yachid];  beside her he had neither son nor daughter.
Ams 4:3  For I was a son unto my father, tender and an only one [yachid] in the sight of my mother
Yer 6:26  ..  make thee mourning, as for an only son [yachid]…
Amo 8:10  … and I will make it as the mourning for an only son [yachid]..
Zak 12:… and they shall mourn for him, as one mourneth for his only son [yachid],

Karena hanya kata Yachid yang memang selalu bermakna “absolute unity”, maka Rambam lebih memilih menggunakan kata ini dibanding kata Echad dalam rumusan keesaan Allah. Jika memang Allah bermaksud mengajarkan tentang keesaanNya yang “absolute unity” maka seharusnya kata Yachid yang digunakan dalam Shema.
---------------------------------------------------------------------------------

TYI
//JJ: Jika Michael Brown terkesan diberi stigma negatif "berbaju Yahudi" oleh pihak TYI, maka Rabbi Ben Abrahamson justru diapresiasi begitu tinggi oleh pihak TYI dengan menyatakan sebagai seorang rabbi yang mendapatkan "pengakuan" dari para rabbi orthodox terkemuka di dunia. Namun rabbi-rabbi orthodox terkemuka yang mana saja yang dimaksud pihak TYI ini?.  Justru Ben Abrahamson dipertanyakan status ke-rabbi-annya dalam forum Judaism berikut ini: http://messiahtruth.yuku.com/topic/.... Salah satu member (Prof. Mordochai ben-Tziyyon) menduga Ben Abrahamson memiliki kaitan dgn heretic Judaism yang kemudian dijawab oleh Ben Abrahamson. Menariknya dari jawaban Abrahamson dia menyatakan "..I am a historian, not a pulpit Rabbi". Namun oleh pihak TYI posisi Ben Abrahamson dibesar-besarkan dengan menyebut sebagai rabbi orthodox yang diakui oleh rabbi-rabbi orthodox terkemuka. Bahkan pihak Islam sendiri ada yang kritis terhadapnya dan justru beranggapan ajaran Ben Abrahamson berbahaya terhadap Islam karena mengusung konsep pluralisme agama. https://jalanibrahim.wordpress.com/...///

Saya pribadi mengenal Mordechai selama 2 tahun sebelum Ia dinyatakan meninggal oleh sesorang yang bernama Binyamin Ben-Tzion yang mengaku putra nya , saya belajar Torah Ibrani dengan yang bersangkutan seperti juga dia belajar Bahasa Arab Al Qur’an ke saya, saya tahu pasti pernyataan Mordechai tersebut didasari dari ketidak-tahuannya, namun dari penjelasan Abrahamson jelaslah bahwa dia seorang rabbi yang yang bekerja dibawah pengawasan dewan rabbi -rabbi terkemuka di Yerusalem, istilah pulpit disini ialah yang mengabdi ke sinagoga tertentu karena Abrahamson seorang rabbi yang bekerja di pengadilan lintas rabbi-rabbi yang terkemuka di Yerusalem http://www.jewishpress.com/author/b... ,tidak lah mungkin seseorang yang bukan rabbi orthodox dan menjalankan halakha bisa menempati posisi yang sedemikian penting dan dikenal mendapatkan pengakuan dari rabbi-rabbi senior di Yerusalem dan dunia.

Tanggapan JJ
Mari kita lihat biography singkat Ben Abrahamson dari link tersebut.
Author Biography Ben Abrahamson is an orthodox Chassidic Jew from Israel who works as historian and consultant to an important Rabbinical Court in Jerusalem. He enjoys talking about the Haddith; histories of Tabari, Ibn Hisham & Waqidi; the kings of Himyar, as well as the Midrash Rabbah, the Midrashei Geulah, Rambam, Tosefos & Shulchan Aruch. http://www.jewishpress.com/author/ben-abrahamson/

Ben Abrahamson adalah consultant dalam Rabbinical Court di Jerusalem tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam karena pemahamannya yang luas terhadap sumber-sumber Islami seperti Hadith, Tafsir Islam, Sirah dll. Pada link yang lain disebutkan dia bertindak sebagai Advocate untuk Islam dan Muslim.
For ten years he functioned as an advocate for Islam and Muslims, to be recognized and achieve their proper, respected place in Jewish law… Ben has a Bachelors of Science degree in Computer Science and Cognitive Psychology. https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=926398684098221&id=926396000765156

Namun dari informasi ini background Ben Abrahamson yang dianggap berotoritas dalam membahas masalah Echad dalam Shema ini jelaslah tidak begitu relevan. Karena memang spesialisasinya pada masalah-masalah Islam. Bahkan point Ad Hominem Argumentum pihak TYI yang cenderung meremehkan credential academic Michael Brown pada bidang bahasa bukan teologi, justru menyerang balik figur idolanya. Gelar Bachelor dari Abrahamson di bidang Computer Science & Cognitive Psychology yang tidak ada kaitan dalam pengkajian Echad dalam Shema ini. Bandingkan dengan Brown yang bachelornya Hebrew Language dan post graduatenya pada studi berbagai literatur kuno yang sudah tentu ikut mempelajari berbagai tulisan rabinik. Lalu point pihak TYI yang memainkan argument from authority lebih tepat ke siapa? Brown atau Abrahamson?

Ben Abrahamson memang salah satu penulis favorit pihak TYI disamping Saadia Gaon, tetapi masalahnya apakah Abraham telah menerima Islam dan syariahnya. Lalu mana tanggapan pihak TYI atas kekhawatiran salah satu penulis Islam tentang ajaran Ben Abrahamson yang mengusung konsep pluralisme agama yang mirip dengan JIL? https://jalanibrahim.wordpress.com/...
---------------------------------------------------------------------------------

TYI
Sekali lagi karena hampir semua kata echad yang dipakai dalam Tanakh bermakna tunggal absolut hanya sebagian kecil situasi dengan konteks jamak kesatuan, tidaklah mungkin Hashem sengaja tidak memberitahukan informasi yang penting ini bahwa dalam Shema bahwa “echad” disini bernakna jamak dimana Tuhan itu 3 pribadi , bagaimana mungkin Hashem membiarkan kan umat Yahudi tersesat dalam memahami hakekat Hashem dengan tidak pernah memberitahukan hal ini kepada mereka seperti apa hakekat Hashem yang sesungguhnya.

Tanggapan JJ
Justru sebaliknya jika Tuhan memang ingin memberitahukan His Nature sebagai Absolute Unity maka yang akan digunakan adalah Yachid sebagaimana digunakan dalam ayat-ayat lain dalam Tanakh yang SELALU berarti “satu-satunya, tunggal” atau “absolute unity”. Karena terbukti kata Echad juga digunakan dalam beberapa ayat dalam pengertian Composite/Compound Unity seperti goy echad, am echad dll.  

Demikian pula dari konteks Ul 6:4 kita mendapat pengertian yang jelas bahwa ayat itu sedang berbicara tentang YHWH yang satu-satunya dibanding tuhan yang lain. Senada dengan kitab Yesaya yang menjelaskan bahwa hanya YHWH satu-satunya Allah,  satu-satunya Pencipta dan satu-satunya Awal & Akhir,

Yes 45:5  I am the LORD, and there is none else, beside Me there is no God;
Yes 45:18  For thus saith the LORD that created the heavens, He is God; that formed the earth and made it, He established it, He created it not a waste, He formed it to be inhabited: I am the LORD, and there is none else.
Yes 44:6  Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.

Kekristenan meneguhkan ayat-ayat dalam Yesaya ini sebagaimana Shema dalam Ul 6:4. Dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa Yesus juga adalah pencipta, yang Awal & Akhir dsb yang merupakan otoritas eksklusif milik Allah.  Sehingga keesaan Allah (Shema) yang diajarkan dalam Tanakh include di dalamnya Yesus yang adalah Firman Allah dan include Roh Kudus. Saya kira masalah Trinity ini perlu pembahasan tersendiri di luar topik ini. Sudah tentu kita tidak boleh mendekati persoalan ini secara matematis. Tetapi mengikuti dengan setia apa yang disampaikan oleh Alkitab melalui eksegese yang cermat.

Bersambung...
Share:

Debat kata ECHAD dalam SHEMA (Ul 6:4) - ROUND 2

Lanjutan debat (Round 2) tanggapan Jimmy Jeffry (JJ) terhadap The Yeshiva Institute (TYI)
The Yeshiva Institute (TYI)
//JJ: Mengutip Michael Brown, misionaris kristen berbaju yahudi yang berargumen dengan logika dibalik. "...Actually, ’echad simply means “one,” exactly like our English word “one.” While it can refer to compound unity (just as our English word can, as in one team, one couple, etc.), it does not specifically refer to compound unity. On the other hand, ’echad certainly does not refer to the concept of absolute unity,.. In fact, there is not a single verse anywhere in the Bible that clearly or directly states that God is an absolute unity" Michael Brown , Answering Jewish Objection to Jesus, Volume Two, Baker Books, Grand Rapids, 2000 //
 Jelas disini Brown, seolah olah berpendapat bahwa makna asal dari kata “echad ” אֶחָד adalah compound unity, tetapi tidak di menutup peluang bahwa ada makna pelengkap yakni berkedudukan sebagai absolute unity karena menurut nya dalam Tanakh tidak pernah di katakan bahwa Tuhan itu satu yang absolut.
Share:

Debat kata ECHAD dalam SHEMA (Ul 6:4) - ROUND 1

Pengantar: Artikel ini merupakan notes debat Jimmy Jeffry (JJ) versus The Yeshiva Institute (TYI) tentang Echad dalam Shema. Berawal dari ulasan singkat tentang Echad oleh TYI yang mengkritik interpretasi Kristen terhadap kata ini (tulisan awal pihak TYI sudah tidak ada website http://yeshivainstitute.net & yang ada di laman Facebooknya). Selanjutnya kami menanggapinya  dan terus terjadi saling menanggapi. Beberapa point pembahasan yang sifatnya pelengkap berkaitan rujukan terhadap kajian beberapa scholar, mungkin bisa dikembangkan menjadi topik debat tersendiri, seperti point tentang Iesus Deus (David Litwa), Intermediary Figures (Richard Bauchkam), The Jewish Gospel (Daniel Boyaring) etc.

 

Share:

JESUS SON OF GOD

Pernyataan Yesus sebagai Son of God, Anak Allah yang ilahi merupakan bagian dari iman Kristen yang sering mendapat tantangan banyak pihak. Liberal Scholars sejak era Bultmann beranggapan konsep Son of God ini berasal dari budaya helenisme yang diadopsi gereja. Pihak Yudaisme para rabi dan traditional jews scholar menolak konsep Mesias sebagai Son of God dalam pengertian Divine Messiah. Bahkan Quran sendiri, memberikan kritikan keras kepada kekristenan karena dianggapnya kekristenan mengajarkan Yesus sebagai Son of God dalam pengertian anak secara biologis.
Dalam artikel ini kita akan menelusuri berbagai data biblical & extrabiblical pra Kristen seperti Tanakh/PL & Dead Sea Scroll serta informasi lainnya di era Greco Roman. Kemudian membandingkan dengan teks-teks dalam New Testament serta melihat pendapat Scholars. Terakhir menguji tuduhan Quran tentang Son of God dalam sense physically.
Share: