Menjawab Gugatan: Musa Bukan Penulis Taurat

Tulisan dengan judul Siapakah Penulis Taurat (link) telah mendapat tanggapan pihak muslim bernama Fach Rudin (disingkat FR). Jika dicermati tanggapannya lebih banyak mempersoalkan masalah tekstual seperti masalah "kontradiksi" dibanding kajian historis secara komprehensif. FR hanya mengulangi point point dari kajian liberal scholarship seperti teori JEDP. Tulisan ini merupakan tanggapan balik atas tanggapan tersebut melalui kajian mendalam & komprehensif. Sistematika penulisan mengikuti sistematikan tanggapan FR dengan membahas kitab demi kitab dari Taurat. Sangat disarankan pembaca telah membaca tulisan sebelumnya (link).

Klaim FR
Penemuan inskripsi kuno Tell el-Amarna, Serabit el-Khadim di Sinai, dan Situs Ras Syamra tidaklah membuktikan sama sekali bahwa Musa melek huruf (bisa baca tulis).. Sebab ketiga situs itu, cuma menjelaskan tentang adanya hubungan diplomatik pihak Mesir dengan Kanaan. Bangsa Mesir sudah mengenal tulisan tetapi hal itu tidak bahwa semua penduduk Mesir kala itu, sudah melek huruf. Sebab banyak orang yang hidup dinegara berkembang seperti saat ini saja, ternyata dengan mudah kita bisa menemukan orang yang tidak bisa baca tulis

Tanggapan JJ
Rujukan terhadap tiga inskripsi arkeologi (Tell el-Armana, Serabit el-Khadim & Ras Syamra) yang ditulis di sekitar zaman Musa, bertujuan untuk menjawab preposisi utama teori JEDP. Preposisi teori ini bahwa budaya penulisan belum ada pada masa Musa, nanti setelah masa Daud atau masa pembuangan ke Babel. Pemahaman ini pertama kali dikembangkan pada abad 18 oleh Jean Astruc, kemudian dilanjutkan Eichorn dan dimatangkan oleh Graf & Wellhausen menjadi teori JEDP. Pada masa mereka itu belum ada penemuan inskripsi arkeologi tersebut, tidak heran mereka menolak Musa sebagai penulis Taurat karena beranggapan belum ada budaya penulisan pada masa Musa.

FR mencoba menurunkan makna penemuan arkeologi itu dengan mengatakan bahwa inskripsi itu hanya teks-teks hubungan diplomatik Mesir & Kanaan. Namun point saya tetap stand, bahwa budaya tulisan jelas telah ada pada masa Musa. Arsip Palestina di Tell el-Amarna itu berupa ratusan lempeng tanah liat tertanggal mulai 1420 s/d 1380 SM sezaman dengan Musa & Yosua. Ini membuktikan penduduk Kanaan dan tentunya Mesir yang jauh lebih maju peradabannya telah melek huruf terutama di kalangan pejabatnya.

Namun beberapa kalangan bawah tertentu juga telah melek huruf, sebagaimana ditunjukan dalam inskripsi Serabit el-Khadim yang ditemukan di daerah Sinai. W.W. Albright dalam bukunya The Protot-Sinaitic Inscriptions and Their Decipherment, Cambridge: Harvard University, 1966 telah menguraikan inskripsi tersebut. Isinya berupa catatan tentang kuota tambang & penyembahan kepada dewi bangsa Fenisia. Catatan ini menunjukan bahwa masalah melek huruf bukanlah hal yang asing pada masa itu, bahkan di kalangan bawah tertentu seperti para buruh & mandor tambang. Demikian pula inskripsi Ras Syamra sekitar tahun 1400 SM yang berisi kisah-kisah asmara & peperangan yang diantaranya ditulis dalam bentuk puisi, paralel dengan Taurat yang juga terdapat teks-teks puisi.

Sebenarnya masih ada beberapa inskripsi arkeologi lagi, namun tiga inskripsi arkeologi ini sudah cukup membantah secara telak preposisi teori JEDP tersebut. FR ikut-ikutan mengambil posisi seperti mereka, walaupun sebenarnya point mereka ini sudah out of date. Sepertinya FR hanya mengambil potongan informasi bahwa inskripsi-inskripsi itu hanya tulisan sebatas korespondensi diplomatik. Walaupun demikian potongan informasi itu justru tetap membuktikan budaya tulisan telah ada saat itu. Apalagi isinya cukup luas mencakup catatan pekerjaan tambang, kisah-kisah asmara, peperangan, pemujaan kepada dewa dan sebagainya.

Bagaimana dengan Musa? sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Musa hidup di istana Firaun sebagai bagian dari keluarga kerajaan. Sebagai anak-anak kerajaan, mereka perlu dipersiapkan agar kelak bisa mengelola kerajaan, maka wajarlah mereka diajarkan pengetahuan termasuk kemampuan baca tulis. Maka sudah tepat dikatakan dalam kitab Kisah Para Rasul. Kis_7:22 Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya.
Kajian dari para arkeolog & historian, telah menunjukan data bahwa anak-anak dari keluarga kerajaan mendapatkan pendidikan terbaik pada masanya, bahkan didampingi seorang tutor. “...Anciently, children of haréÆm-women could be educated by the Overseer of the haréÆm (‘a teacher of the children of the king’, F. Ll. Griffith and P. E. Newberry, El Bersheh, 2, 1894, p. 40). In due course princes were given a tutor, usually a high official at court or a retired military officer close to the king (H. Brunner, Altägyptische Erziehung, 1957, pp. 32-33); Moses doubtless fared similarly...The New Bible Dictionary, (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc.) 1962.

Tidak hanya dalam ilmu pengetahuan Mesir, Musa dengan dasar pendidikan yg dimilikinya, dengan mudah bisa mempelajari bahasa & jenis tulisan lainnya seperti tulisan proto-canaanite dan sebagainya. “.. Moreover, as a Semite in Egypt, Moses would have had no difficulty whatever in learning and using the twenty or so letters of the proto-Canaanite linear alphabet, especially if he had been submitted to the much more exacting discipline of a training in the scores of characters and sign-groups of the Egyptian scripts (though even these require only application, not genius, to learn them)..” Idem. Semua data ini menunjukan bahwa alasan menolak Musa sebagai penulis Taurat karena belum adanya budaya tulisan, telah dimentahkan dengan bukti-bukti arkeologi yang sangat jelas. Demikian pula Musa sebagai bagian dari anak-anak kerajaan telah mendapat pendidikan terbaik pada masanya, sehingga bisa pastikan Musa melek huruf & memiliki kemampuan menulis. Menolak hal ini, menunjukan sikap yang tidak paham atau tidak mau memahami data sejarah :-)

Klaim FR
1. KITAB KEJADIAN. Kitab ini ditulis pada masa pembuangan, terlebih mengenai penciptaan yang pengarangnya tidak memikirkan kenyataan secara ilmiah dan terlihat sekali adanya perbedaan latar belakang penulisan baik dalam masa penulisannya dan juga pengarangnya. Para ahli menaruh perhatian pada pembentukan pentateukh, yang diawali dari kitab Kejadian, saat diketahui adanya perbedaan penyebutan Allah. Yaitu, YHWH yang menunjuk nama diri Tuhan Israel (dalam Alkitab Terjemahan Baru diterjemahkan dengan Tuhan Allah), dan Elohim yang diterjemahkan menjadi Allah

Tanggapan JJ
FR kemudian membahas satu-satu persatu kitab-kitab dalam Taurat. Sebelumnya dalam sebuah notes, FR mempermasalahkan kisah penciptaan dalam Taurat dalam kitab Kejadian pasal 1 & 2. Pada pasal 1 menurutnya ditulis penulis yang disebut versi Elohist sedangkan pasal 2 oleh Yahwist. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Jean Astruc tahun 1753 yang kemudian berkembang ke pasal-pasal selanjutnya & mencapai puncaknya dalam bentuk teori JEDP menurut Graf & Welhaussen.

Namun jika kita cermati, penggunaan nama Elohim pada pasal 1 merupakan nama ilahi yang cocok dengan kisah penciptaan sebagai penguasa atas alam semesta. Sedangkan dalam pasal 2 Dia muncul untuk menjalin perjanjian secara pribadi dengan Adam & Hawa; karena itu kepada mereka, Elohim menyatakan sebagai YHWH atau Allah perjanjian. Upaya untuk memisahkan kisah penciptaan dengan perbedaan penyebutan Elohim (pasal 1) dan YHWH (pasal 2), menjadi rancu karena pada pasal 2 dan 3 justru menggunakan kombinasi nama Elohim & YHWH. Teori JEDP itu beranggapan bahwa penulis Yahwist hanya tahu nama tersebut dan anggapan ini gugur karena pada bagian yang dianggap Yahwist juga digunakan Elohim.

Pada tulisan saya sebelumnya, saya telah menyebutkan bahwa penggunaan dua nama atau lebih merupakan hal yang biasa, khususnya penyebutan nama-nama dewa. Mesir mengenal Osiris yang juga disebut Wennefer, Khent-amentiu dan Neb-abdu. Babel mengenal dewa Bel dengan nama lain Enlil & Nunammir. Kanaan dengan nama dewa Baal nama lainnya Aliyan dan Yunani terkenal dengan dewa Zeus yang juga disebut Kronion & Olympius. Demikian pula dalam Taurat & kitab-kitab lain dalam Tanakh, dikenal nama-nama ilahi seperti YHWH, Elohim, Eloah, El, El Shaddai, Hashem dan Adonai. Sudah tentu penggunaan nama-nama ini memiliki pengertian masing-masing secara leksikal & terminologis. Semua nama-nama ilahi ini merujuk pada Pribadi yang sama yang telah berfirman sebagaimana tercatat dalam Alkitab.

Kembali ke masalah Kejadian pasal 1 & 2, jika kita mencermati kedua bagian ini maka tidak ada kontradiksi diantara keduanya atau tidak ada dua versi penciptaan. Pasal 1 menyajikan kisah penciptaan secara umum dan pasal 2 melengkapi detail tertentu dalam kisah penciptaan tersebut. Ringkasan kisah penciptaan dalam pasal 1 tersebut justru berakhir pada empat ayat pertama dalam pasal 2 yang ditutup pada ada ayat ke-4 "..Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit". Pada ayat selanjutnya menjelaskan detail tertentu pada bagian kisah penciptaan khususnya kisah Adam & Hawa. Kegagalan memahami sifat komplementer dari kedua bagian itu, antara skema garis besar di satu sisi dan konsentrasi rinci perihal manusia & lingkungan di sisi lainnya, oleh Kenneth Kitchen dalam bukunya Ancient Orient and Old Testament, London: Inter-Varsity Press, 1966, disebut sebagai "penggelapan informasi".

Klaim FR
Pertentangan di dalam cerita muncul bersamaan, dengan adanya perbedaan gaya dan kosa kata di dalamnya (semisal : 6:19 dan 7:2), yang terkadang terdapat tiga versi dari cerita yang sama (misal : pasal 12, 20 dan 26). Hal itu ternyata membingungkan para ahli, yang pada akhirnya, terselesaikan dengan cara membagi cerita-cerita tesebut kedalam dua atau lebih tradisi / sumber, yang aslinya berdiri sendiri. Adapun contoh permasalahan kontradiksi yang terdapat kitab Kejadian : jumlah binatang yang dibawa masuk kedalam bahtera (7:2 VS 6:19-20 dan 7:15-16), penyebab banjir (7:4,12 VS 7:11 dan 8:1), lamanya banjir berlangsung (7:24,8:3, 8:13 VS 7:4,10). Contoh tentang adanya sisipan : 2-5,24 dan 34-35

Tanggapan JJ
FR mencoba mempertentangkan beberapa teks dalam kitab Kejadian misalnya Kej 6:19 & 7:2. Pada ayat pertama menyebutkan semua binatang satu pasang sedangkan pada ayat kedua menyebut binatang tidak haram 7 pasang dan binatan haram 1 pasang. Sama seperti kisah penciptaan dalam Kej 1 & 2, ayat pertama ini menyebutkan secara umum semua binatang yang harus berpasangan jantan & betina, kemudian pada ayat kedua menjelaskan lebih detail bahwa semua binatang itu dibagi dua kategori; binatang tidak haram dengan jumlah 7 pasang dan binatang haram 1 pasang. Pada intinya, binatang haram pun ikut masuk dalam bahtera Nuh selain binatang tidak haram. 
Mengenai Kejadian pasal 12, 20 dan 26 juga tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan. Semua kisah ini adalah kisah yang berbeda secara kronologi waktu dari perjalanan hidup para patriakh. Masalah penyebab banjir dalam Kej 7:4,12; 7:11 dan 8:1 hanya perbedaan peredaksian semata, inti penyebab banjir menjadi lebih lengkap yaitu karena hujan deras yang terus menerus diawali & disertai angin yang berhembus. Demikian pula dengan lamanya banjir juga tidak ada perbedaan signifikan juga hanya peredaksian terhadap narasi kalimatnya. Adapun yang dianggap sisipan itu hanya masalah point of view dari penulis sebagai keterangan untuk memperjelas teks-teks yang ada.

Dari perbedaan ini, terlalu naif menyatakan adanya penulis yang berbeda-beda. Bayangkan jika memang benar demikian, teks-teks yang dianggap ditulis oleh penulis yang berbeda sebagaimana contoh-contoh yang diberikan, justru terdapat dalam pasal yang sama. Maka bisa dikatakan hampir mustahil untuk menjalin perbedaan ini dalam satu naskah yang utuh, karena diperlukan redaktur yang ulung untuk menggabungkannya. Pada kenyataannya tidak ada bukti eksternal dari manuscript atau catatan sejarah menurut written & oral tradition bangsa Yahudi yang mengindikasikan terdapat dokumen yang terpisah-pisah seperti dokument E, dokumen Y dan sebagainya. Dari kajian yang cermat, justru terdapat kesatuan tematik & linguistik dari Taurat, sebagaimana hasil kajian Kikawada & Quin dalam bukunya Before Abraham Was, 1985 dan tulisan Rendsburg, The Redaction of Genesis, Eisenbrauns: 1986.

Klaim FR
2. KITAB KELUARAN. Menyangkut peristiwa kunci pengalaman iman Israel ini, peninggalan Mesir sama sekali tidak mempunyai catatan layaknya patung Spinx yang diam membisu, seperti tentang kisah 10 tulah yang dikeluarkan oleh Musa saat menghadapi Firaun. Meskipun pada narasi Keluaran, terdapat kisah yang kontradiksi atas kisah tulah tersebut (7:1-11:10). Berdasarkan teks yang terdapat pada kitab Keluaran, tampak ada beberapa rute yang berbeda disaat Musa membawa orang-orang Israel keluar dari tanah Mesir, seperti pada Kel. 13:1-22. Selain itu, terdapat kisah yang tidak bisa dimengerti tentang mezbah kurban bakaran. Karena bagaimana mungkin mezbah itu bisa berfungsi, karena kayu akan terbakar oleh panas yang berasal dari kurban yang dipersembahkan (27:9-19)

Tanggapan JJ
Saya agak heran dengan gaya argumentasi FR menelan mentah-mentah kajian liberal scholar yang umumnya pendapatnya sudah out of date. Demi menyerang Alkitab, yang bersangkutan mengambil posisi liberal yang sebenarnya juga menyerang Quran & tradisi Islam itu sendiri. Karena Quran sendiri menyebutkan eksistensi bangsa Israel di Mesir dan peristiwa exodus bangsa Israel berjalan membelah laut. Malah beberapa penemuan arkeologi di Mesir seperti Mummi Firaun sangat diminati pihak Islam dan menganggapnya sebagai bukti untuk membenarkan Islam. Silahkan lihat kajian tentang hal ini http://apologiakristen.blogspot.co.id/2010/03/mummi-firaun-quran-vs-bible-1.html. Ada banyak bukti arkeologi eksistensi bangsa Yahudi di Mesir dan peristiwa Exodus, sebagaimana kajian para historian & arkeolog seperti James Hoffmeier, Kenneth Kitchen, Leon Wood, Bimson, Gleason Archer dan lain-lain. Perlu tulisan tersendiri untuk menguraikannya termasuk berinteraksi dengan tulisan para liberal scholar. 

Masalah rute exodus memang diperdebatkan para ahli dengan proposalnya masing-masing. Saya kira hal yang substansi bukan pada masalah rutenya, melainkan eksistensi peristiwa exodus itu sendiri. James Hoffmeier dalam tulisannya Ancient Israel in Sinai: The Evidence for the Authenticity of the Wilderness Tradition, Oxford University Press, 2005, telah menyajikan bukti-bukti kuat tentang kesesuaian teks-teks dalam Taurat dengan data arkeologi berkaitan dengan kondisi padang gurun dan detail geografi pada zaman Musa. Tidak ada perbedaan versi rute exodus dalam kitab Keluaran, rincian tersebut berkaitan perbedaan tempat dan waktu dalam kronologi perjalanan mereka.
Sekali lagi, FR kembali mengangkat masalah "kontradiksi" seperti peristiwa tulah-tulah di Mesir. Padahal secara substansi tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan. Fach Rudin tidak mengerti bagaimana mungkin mezbah yang terbuat dari kayu sebagai tempat korban bakaran. Yah.. karena dia tidak paham bagaimana model sebenarnya mezbah bakaran tersebut yang juga menggunakan jala-jala tembaga dan periuk-periuk. So... jika seseorang sudah apriori terlebih dahulu, maka dicari celah-celah kelemahannya dan ternyata tidak terbukti, hanya membuktikan ketidakpahaman sang pengkritik tersebut. :-)

Klaim FR
3. KITAB IMAMAT. Terdapat bermacam pendapat mengenai waktu penulisan, teks, dan kepengarangan Kitab Imamat. Ada yang berpendapat bahwa Musa adalah pengarangnya. Yang lain berpendapat bahwa kitab ini berasal dari masa sehabis pembuangan (akhir abad V SM), bahkan ada yang menempatkan pada abad VIII SM. Kitab Imamat lebih merupakan sebuah daftar dari peraturan ritual daripada suatu uraian rinci mengenai pelaksanaan aktual. Pertemuan kudus dalam cerita-cerita lama bangsa-bangsa lain, hal itu dilaksanakan bagi dewa-dewa. Kisah mengenai akulturasi tersebut (percampuran dua kebudayaan atau lebih yg saling bertemu dan saling mempengaruhi), bisa kita telaah tentang semisal tentang pesta ziarah paskah-roti tak beragi (23:4-14), pesta Minggu atau Pentakosta (23:15-22), pesta Pondok Daun (23;33-44)

Tanggapan JJ
Kembali FR mengulangi pendapat liberal scholar, tanpa menguji pendapat tersebut secara cermat. Berbagai ritual & aturan upacara keagamaan yang diatur dalam kitab Imamat, jelas telah ada jauh sebelum masa Daud dan masa pembuangan. Termasuk berbagai perayaan seperti hari raya Roti Tidak Beragi, hari raya Pondok Daun dan lain-lain. Tuduhan bahwa hal itu mengadopsi paganisme jelas tidak beralasan, karena terdapat perbedaan signifikan ritual tersebut dengan paganisme.
Mari kita bandingkan sebuah ritual dalam upacara keagamaan yang nanti ada pada zaman Daud, yaitu kumpulan penyanyi di Bait Allah yang oleh Daud dibagi atas dua puluh empat kelompok latihan (1 Taw 25) yang juga sering disebut dalam kitab Mazmur. Jika kitab Imamat ditulis setelah zaman Daud, maka kita akan jumpai dalam kitab Imamat deskripsi tentang kelompok penyanyi tersebut. Namun tidak ada keterangan tentang hal itu dalam kitab Imamat. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa kitab Imamat atau Taurat telah ditulis sebelum zaman Daud. Demikian pula kelompok (ordo) ahli-ahli Taurat (Soferim) pada zaman Ezra atau pada era pembuangan, hal ini pun juga tidak dijumpai dalam kitab Imamat. Termasuk kelompok penting para pelayan di Bait Suci yang disebut Netimin sebagaimana dicatat pada era pembuangan di Babel, juga tidak terdapat dalam kitab Imamat atau Taurat. 

Klaim FR
4. KITAB BILANGAN. Disebut Bilangan, karena berisikan dua cacah jiwa suku-suku Israel (1:20-46 dan 26:5-51) dan kaum Lewi (3:14-51 dan 26:57-62). Didalamnya juga terdapat daftar bermacam-macam hal, beberapa diantaranya dalam angka-angka : daftar pemimpin yang membantu cacah jiwa (1:5-15), daftar persembahan yang dibawa untuk penahbisan mezbah (7:10-83), daftar para pengintai uang diutus untuk menyelidiki Kanaan (13:4-15), daftar kurban yang dipersembahkan pada hari raya besar dan hari raya (28:1-29:38), dan daftar jarahan yang diambil dari orang-orang Midian (31:32-52). Meskipun nama Bilangan sesuai dengan beberapa bagian isinya, namun tidak secara tepat mengisyaratkan kisah-kisah yang terkandung didalamnya. Sebab didalamnya terdapat dongeng, seperti tentang Bileam yang dibalut dengan adanya inkonsistensi perintah Allah pada Bileam (22:1-22-35), ketidak jelasan kisah Keni (24:21-25), ketidak jelasan dosa, dan lain-lain. Sejarah awal diakhiri pada abad VI SM oleh imam-imam yang sedang sibuk membangun kembali ibadat di Bait Allah. Maka karya mereka disebut Imamat (P, untuk menyingkatnya). Para imam menyalurkan tradisi masa lalu Israel, mereka bukanlah pengarang yang menyusun cerita-cerita apalagi dianggap Musa sebagai penulisnya. Mereka penulis kitab Imamat ini adalah penulis yang mengingat masa lalu dan menyampaikan hal-hal pokok dari tradisi, sebagai dasar untuk membangun kembali jati diri umat Allah tanpa pernah bisa kita ketahui. Suatu hal yang sangat sulit dan bahkan mustahil bagi penulis kitab Imamat ini adalah orang tunggal, untuk mampu mengingat jumlah atas daftar diatas. Dalam 1:4-19, terdapat ketidakjelasan narasi, apakah nama para pemimpin suku berasal dari zaman dulu atau mereka adalah nama para pemimpin pada zaman sesudah pembuangan. Karena sebagian nama-nama, muncul kembali dalam 1Taw. 6:12, 7:26,12:3 dan 10,15:24,24:6 serta 2Taw. 11:18,17:8,35:9

Tanggapan JJ
Perlu diketahui proses penulisan Taurat berlangsung cukup lama, bisa mencapai sekitar 40 tahun saat Musa bersama bangsa Israel di padang gurun. Dalam Babylon Talmud, disebutkan tentang proses pencatatan Taurat, beberapa kisah dicatat terpisah (small scroll) dalam kurun waktu tersebut, kemudian disatukan dalam satu tulisan oleh Musa dibantu Yosua. Dalam proses pencatatan ini Musa dibantu oleh abdinya Yosua yang juga bisa menulis. Yosua melengkapi bagian penutup Taurat dengan menambahkan kisah kematian Musa. Maka dalam kurun waktu yang cukup panjang tersebut, detail angka bisa diingat & dicatat, bahkan bisa langsung diverifikasi saat itu oleh Musa. 

Masalah lain seperti tentang Bileam, ketidakjelasan dosa dan lain-lain, saya kira perlu pembahasan tersendiri. Mengenai penyebutan Keni dan keterangan geografis lainnya, beberapa nama tempat atau bangsa dalam Alkitab semula tidak diketahui pembandingnya namun seiring perkembangan arkeologi akhirnya terkonfirmasi keberadaannya. Sebagai contoh tentang bangsa Het, dahulu para liberal scholar mempertanyakannya karena tdak ada catatan dalam dokumen kuno lainnya. Tetapi akhirnya ditemukan inskripsi yang menyebutkan tentang bangsa Het tersebut. Mengenai adanya kesamaan nama-nama orang dalam Taurat dan kitab sesudahnya, juga bukanlah masalah, karena penyebutan nama-nama yang sama untuk pribadi yang berbeda adalah hal yang lumrah.

Klaim FR
5. KITAB ULANGAN. Kitab Ulangan merupakan salah satu kitab yang paling penting dan berpengaruh diantara kitab-kitab Ibrani lainnya. Kitab ini menyajikan pandangan teologis yang mempengaruhi Nabi-nabi terdahulu (Yosua,Hakim-hakim,Samuel dan Raja-raja), yang dikenal dengan Deuteronomis Israel (kata ini dipakai untuk mencakup tulisan PL yang ada hubungannya dengan Kitab Ulangan). Kelompok Deuteronomis bukanlah sejarawan, mereka menyimpan, meneruskan, dan menafsirkan kembali tradisi kuno, serta menyajikan kepada umat Israel pedoman bagi masa depan mereka pada waktu masa depan sangat diragukan. Siapakah kaum deuteronomis? Dari kalangan manakah mereka berasal? Banyak jawaban atas pertanyaan tersebut, seperti : - Para Nabi. Dianggap bertanggung jawab atas kitab ini, karena pada suatu saat segala sesuatu dari Alkitab Ibrani yang bercirikan etik dan teologis dianggap berasal dari lingkungan para Nabi. Meskipun, Kitab Ulangan ini tidaklah memperlakukan para Nabi dengan baik (18:9-22). - Khotbah para Lewi. Sebenarnya tidak ada contoh khotbaj Lewi, maka tidak mungkin mengatakan bahwa Kitab Ulangan adalah hasil dari kegiatan semacam itu. Walaupun kitab ini secara konsisten, menggambarkan kaum Lewi sebagai objek dari belas kasihan, suatu potret diri yang tidak baikm - Para Bijak Israel. Tetapi mereka tidak pernah muncul, dalam kitab yang mengandaikan bahwa merekalah yang menyusun dan menerbitkan kitab ini bagi Israel sebagai pola hidup mereka. - Para Penatua Di Israel. Mereka adalah pemimpin masyarakat yang menjadi pengelola tradisional atas peraturan-peraturan yang terdapat dalam Ulangan. Seperti halnya kitab lain, kitab Ulangan mengalami berbagai masalah pada narasinya, misalnya : adanya sisipan pada 10:6-9, adanya pertentangan ayat 24:16 dengan 5:9

Tanggapan JJ
Tidak ada point argumentasi signifikan dari uraian di atas, hanya berupa statement dan kesimpulan yang tidak didukung argumentasi dan bukti yang kuat. Masalah “sisipan” dan "kontradiksi" ayat ini perlu dibahas tersendiri. Karena titik berat kajian ini seputar kajian sejarah dikolaborasi dengan data internal dalam Alkitab serta data extrabiblikal seperti referensi dari inskripsi kuno. FR hanya sekedar menyalin pendapat para liberal scholar tersebut. Kitab Ulangan sifatnya berupa ringkasan atau pengulangan point-point yang terdapat dalam kitab-kitab sebelumnnya dan menunjukan sebuah kesatuan yang utuh dengan kitab-kitab sebelumnya.

Klaim FR
Jika Musa adalah penulis pentateukh, yang dalam penulisannya mendapatkan bimbingan dari Tuhan, maka yang perlu kita perhatikan dan menjadi acuan dasarnya adalah kita tidak akan menemukan adanya kontradiksi dan sisipan atas apa yang ditulis oleh Musa. Sebab mustahil bagi seorang Nabi seperti Musa, menuliskan berbagai keterangan di dalamnya (yang didapat atas bimbingan Tuhan), tetapi pada narasi yang ada, kenyataannya terdapat kontradiksi dan sisipan. Dan jika didalam Pentateukh terdapat berbagai kontradiksi dan sisipan yang diakui oleh para penafsir Alkitab, apakah layak jika Pentateukh tersebut ditulis oleh Musa, yang sejatinya dalam tindak tanduknya selalu mendapatkan bimbingan dari Tuhan-nya ?

Tanggapan JJ
Munculnya anggapan adanya "kontradiksi" dan "sisipan" lebih banyak didasarkan karena ketidakmengertian konteks dari teks-teks tersebut, serta tidak memahami gaya sastra dalam penulisan Alkitab. Dalam Quran pun banyak ditemukan teks-teks yang juga diduga kontradiksi & ayat-ayat yang tidak masuk akal, tentu para apologet Islam akan mencoba menjawabnya. Apakah dengan adanya "kontradiksi" seperti ini lalu serta merta bisa disimpulkan bahwa kitab tersebut tidak asli lagi? Saya telah memberi jawaban ringkas terhadap beberapa teks yang dianggap kontradiksi dan sisipan oleh FR, hal ini menunjukan bahwa masalah ini bukanlah hal signifikan untuk membuktikan Musa bukan penulis Taurat. Justru dari kajian komprehensif menunjukan sebaliknya bahwa Musa-lah penulis Taurat.

Penutup
Bukti-bukti bahwa Musa sebagai penulis Taurat, telah disebutkan dalam Taurat sendiri dan kitab-kitab selanjutnya seperti kitab Yosua, Raja-raja, Tawarikh, Ezra, Nehemia & Daniel. Serta diteguhkan kembali oleh Yesus sebagaimana tercatat dalam Injil dan pernyataan para rasul. Demikian pula melalui oral tradition bangsa Yahudi yang kemudian dikompilasi ke dalam Misnah & Gemarah (Talmud), Midrah serta penulis Yahudi kuno Joshepus & Philo, semuanya menyebutkan Musa sebagai penulis Taurat. Demikian pula dengan bukti eksternal, dimana Taurat berisi berbagai detail seperti data geografis, kondisi alam, jenis binatang dan sebagainya yang bersesuai dengan konteks Mesir & semenanjung Sinai pada masa Musa sebagaimana hasil kajian arkeologi. Jika diuraikan semuanya, akan menghasilkan uraian yang sangat panjang.

Sebelum saya menutup tulisan ini, saya perlu mengajukan 3 (tiga) tantangan untuk FR:
1. Silahkan tunjukan bukti manuscript berupa codex atau fragment/papyrus untuk eksistensi para penulis JEDP tersebut, seperti manuscript J, Manuscript E dll
2. Silahkan ajukan referensi dari dokumen extrabiblikal seperti Talmud, Joshepus, Philo dll yang menyebut eksistensi tentang penulis Elohist, penulis Yahwist dll
3. Jika Taurat saat ini bukan ditulis oleh Musa tetapi oleh penulis JEDP tersebut, maka silahkan tunjukan manuscript Taurat yang asli yang diberikan kepada Musa sebagaimana dinyatakan oleh Quran.

Shallom..
Share:

Siapa Penulis Taurat?


Seorang polemikus Islam bernama Fach Rudin mempersoalkan masalah penulisan Taurat (Pentateuch) dengan menyebutkan ada empat penulis dalam penyusunan Pentateuch dengan kode Y (Yahwis), E (Elohis ), P (Priestly/Imam) dan D (Deuteronomis). Pernyataan ini merupakan produk pemikiran liberal scholar & bukanlah hal asing bagi mereka yang berkecimpung dalam studi biblika. Pendapat ini dikenal dengan nama teori JEDP yang merupakan bagian dari Documentary Hypothesis yang intinya menolak Musa sebagai penulis Taurat.
Herannya polemikus Islam yang merujuk teori ini untuk menyerang Alkitab, sebenarnya ikut menyerang Quran itu sendiri, bukankah dalam Quran disebutkan Taurat diberikan kepada Musa? Jika Taurat yang terdapat dalam PL di kekristenan atau Tanakh di Yudaisme bukan ditulis oleh Musa melainkan empat penulis lainnyat (JEDP), lalu dimana yang asli yang diberikan kepada Musa sesuai pernyatan Quran? Adakah manuscript PL/Tanakh yang mendukung posisi Islam tentang Taurat asli versi Islam tersebut?
Dengan merujuk pada satu dua referensi yang menyebut teori JEDP ini, polemikus itu mengklaim sebagai pendapat para sarjana Alkitab. Padahal posisi itu hanya dipegang sebagian sarjana yaitu Liberal Scholars yang menolak otentitas Bible dengan beragam analisis kritisnya yang pada prinsipnya paradigma berpikirnya anti supranatural (adikodrati). Namun ada banyak scholar menolak pendapat ini dan seiring semakin banyaknya penemuan-penemuan arkeologi, beberapa preposisi utama yang mendasari teori JEDP semakin lemah & runtuh. Demikian pula dalam kajian sastra yang cermat justru menunjukan adanya sebuah kesatuan tematik & linguistik yang merujuk kepada penulis tunggal, sebagaimana ditulis oleh Kikawada & Quin dalam bukunya "Before Abraham Was",1985 dan tulisan Rendsburg, The Redaction of Genesis, Eisenbrauns: 1986. So.. teori JEDP sudah mulai out of date, polemikus Islam tersebut hanya sekedar latah berbekal pada satu dua buku yang sesuai dengan harapannya yaitu dapat digunakan untuk menyerang otentitas Bible.

Teori JEDP bermula dari ide Jean Astruc 1753 tentang adanya dua penulis berbeda mengenai kisah penciptaan. Dalam pasal 1 disebut sebagai E (Elohist) karena penggunaan nama ilahi Elohim dan pd pasal 2 disebut sebagai Y (Yahwist) karena digunakan kata YHWH (Yahweh). Masalah perbedaan pasal 1 & 2 ini akan saya ulas tersendiri. Selanjutnya J.G. Eichorn mengembangkannya ke pasal-pasal berikutnya mengenai teori dua sumber ini Yahwist & Elohist. Kemudian di akhir abad 19 teori ini dilengkapi Graf-Wellhausen menjadi teori JEDP.

Beberapa point dari teori JEDP ini diantaranya: tulisan dalam Taurat nanti muncul belakangan setelah era Daud & Salomo oleh penulis J, E,D dan sekelompok imam yang diberi kode P (priestly code) dan belum adanya budaya penulisan pada masa Musa. Mereka beranggapan Israel merupakan sebuah persemakmuran kumpulan dari beberapa suku, kemudian setelah beberapa abad mulai mengarang kisah-kisah imajinasi religius mereka yang merupakan gabungan dari empat tulisan berbeda.

Namun data arkeologi mulai ditemukan pada akhir abad 19 dan semakin banyak di abad 20, telah menghancurkan point utama mereka. Penemuan inskripsi kuno Tell el-Amarna berupa lempengan-lempengan tanah liat, tertanggal sekitar tahun 1420 s3 1380 SM sezaman dengan Musa & Yosua, telah membuktikan bahwa pada masa Musa telah dikenal budaya tulisan. Demikian juga penemuan inskripsi kuno dari Serabit el-Khadim di Sinai, menunjukan inskripsi berupa simbol alfabetis mirip hieroglif Mesir yang ditulis dalam dialek Kanaan yang sangat mirip dengan bahasa Ibrani. Serta penemuan pada Situs Ras Syamra yang berisi log atau lempengan yang ditulis sekitar tahun 1400 SM. Semua penemuan ini telah membuktikan bahwa budaya penulisan telah ada pada masa Musa.

Sebagaimana kita ketahui Musa hidup di istana Firaun sebagai anak angkat Firaun, maka Musa tentu mendapatkan pendidikan terbaik pada masanya. Kis 7:22 "Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya". Apalagi Mesir telah dikenal memiliki peradaban tua seperti ditunjukkan dengan bangunan Pyramid. Kisah nenek moyang bangsa Israel bisa diketahui Musa dari sesama bangsanya melalui oral tradition. Sudah tentu semuanya itu dalam pengilhaman Allah.

Jika dicermati beberapa detail geografis dalam Taurat dan dibandingkan dengan data kuno lainnya, terdapat kesesuaian yang tinggi,  menunjukan bahwa Taurat bukan produk abad-abad belakangan. Seperti tentang iklim dan cuaca khas Mesir bukan Palestina, tanaman & binatang yang disebutkan dalam kitab Keluaran sampai Ulangan umumnya khas Mesir & semenanjung Sinai, suasana latar belakang padang gurun dan masih banyak data lainnya. Data ini semakin membuktikan bahwa Taurat jelas ditulis Musa bukan empat penulis sebagaimana diklaim oleh polemikus Islam tersebut. Para bible scholar & arkeolog telah mengkaji hal ini secara cermat seperti Kenneth Kitchen, James Hoffmeier dll.

Dalam Taurat sendiri dengan jelas disebutkan beberapa ayat bahwa Musa sebagai penulisnya, salah satunya, Kel 24:4 "Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu". Demikian juga disebutkan dalam kitab lainnya di PL seperti 1 Raj 2:3, Ezra 6:18, Daniel 9:11-13 dll. Bahkan yang terpenting, Yesus sendiri meneguhkan bahwa Musa yang menulis Taurat, Yoh 7:19 Bukankah Musa yang telah memberikan hukum Taurat kepadamu?... So.. semua menunjukan bukti kuat bahwa Musa penulis Taurat bukan empat penulis JEDP tersebut.

Terakhir tentang perbedaan penggunaan kata Elohim & Yahweh, ini juga merupakan pola yang umum di dunia sastra kuno dalam penggunaan beberapa nama yang merujuk pada satu pribadi, seperti di Yunani: Zeus memiliki nama lain Kronion & Olympus, Athena=Pallas, Apollo=Phoebus=Pythius, di Mesir: Osiris=Wennefer=Nebadbu dan masih banyak contoh lainnya. Dalam Taurat, kata Elohim lebih menunjukan pada Common Noun sebagai pencipta langit & bumi, sedangkan YHWH lebih personal berkaitan dgn pernyataan & hubungan dengan umatNya. Bahkan di beberapa ayat digunakan kombinasi Elohim & YHWH, kalau kombinasi seperti ini, ayat tersebut ditulis oleh Yahwist atau Elohist? :-)

Kajian lebih detail tentang masalah ini bisa sangat panjang, namun point-point yg sifatnya summary ini, saya kira sudah cukup membantah tudingan polemikus Islam tersebut. Dari berbagai bukti yang ada, Taurat atau Pentateuch jelas ditulis oleh Musa dan bukannya empat penulis JEDP. Jika Taurat yg ada dalam PL/Tanakh ini dianggap palsu oleh pihak Islam, lalu dimana aslinya? Atau silahkan tunjukan manuscript PL/Tanakh yg dianggap sesuai dgn konsep Taurat versi Islam. Kajian manuscript ini dikenal dgn nama Textual Criticism, salah satu scholar yang disegani di bidang ini untuk PL/Tanakh yaitu Emmanuel Tov. Namun sampai saat ini, tidak ada satupun kajian scholar yang mendukung posisi Islam malah sebaliknya misalnya narasi kisah Abraham dalam Dead Sea Scroll tertulis jelas Ishak yang akan dikorbankan bukan Ismael.
Share:

Strawman Fallacy: False Trinity - Bapa, Anak & Maria

Pihak Islam mengklaim sebagai agama yang meluruskan agama sebelumnya yaitu kekristenan yang dianggapnya telah tersesat. Dasar utamanya pada ajaran tentang keesaan Allah (Tauhid) yang di kekristenan dianggap telah menyimpang dengan adanya ajaran Trinity. Koreksi terhadap ajaran Trinity bahkan tercatat dalam Quran pada beberapa ayat, termasuk koreksi tentang ajaran Yesus sebagai Anak Allah. Artikel ini membahas koreksi Quran tersebut dan dimaksudkan sebagai pembelaan (apologia) dari pihak kekristenan.
Share:

Yesus Anak Allah secara Biologis?

Polemikus Muslim bernama Arda Chandra telah menulis artikel berjudul Kehamilan Perawan Maria versi Alkitab dan Alquran https://answeringkristen.wordpress.com/kehamilan-perawan-maria-versi-alkitab-dan-al-qur%E2%80%99an/. Polemikus tersebut mencoba membuktikan dari Bible bahwa penyebutan Yesus sebagai Anak Allah memang benar dalam pengertian anak secara biologis/fisik yaitu dalam konteks kehamilan Maria yang dianggap telah "dihamili" Allah. Benarkah tafsiran demikian? kita akan mengujinya secara cermat dengan mengeksesis ayat-ayat yg digunakan serta melihat konteks penyebutan Anak Allah tersebut. 
Share:

Debat kata ECHAD dalam SHEMA (Ul 6:4) - ROUND 3 (A)



Debat seputar kata Echad dalam Shema menghadapi pihak The Yeshiva Institute (disingkat TYI) telah memasuki Ronde ke-3. Bagi para pembaca yang baru mengikuti debat ini, sangat disarankan untuk membaca uraian debat sebelumnya agar bisa memahami perdebatan ini secara komprehensif. 

Tanggapan pihak TYI di ronde ini ditulis oleh Eric Kisam yang pada ronde sebelumnya bersama Ismaun Ghofur. Sama seperti tanggapan-tanggapan sebelumnya, tanggapan pihak TYI masih diwarnai nuansa Ad Hominem Argumentum dan pada beberapa bagian bersifat pengulangan point yang telah kami tanggapi sebelumnya. Untuk bagian yang sifatnya pengulangan tidak akan kami tanggapi lagi, sedangkan untuk Ad Hominem Argumentum kami tanggapi dengan menyajikan data faktual yang relevan.
 
 TYI
//JJ: Belum apa-apa TYI telah memberi pernyataan bernuansa Ad Hominem Attack dengan menyebut Michael Brown sebagai "misionaris kristen berbaju yahudi". Padahal Michael Brown sendiri adalah seorang Yahudi (Jewish) yang memiliki posisi teologis yg berbeda dengan umumnya jewish lainnya, dikenal sebagai Messianic Jewish yang berbeda dengan Judaism Jewish. So.. Michael Brown bukan "berbaju" Yahudi karena memang dia native jewish, berbeda dengan pihak TYI yang non jewish namun keyahudi-yahudian :-)//

Keyahudian Brown sebagai etnis berbeda dengan keyahudian sebagai agama, walaupun terlahir yahudi tapi dengan percaya dengan trinitas Brown tidak bisa dibilang sebagai pemeluk agama Yahudi. Lagi pula kalau ditelusuri masa lalu Brown bukanlah dari kalangan pemeluk yahudi yang taat dan asli, dia belum pernah belajar di Yeshiva (semcam pesantren untuk umat yahudi) dan dia tidak pernah mengecap pendidikan di yeshiva2 elit yang terkemuka dikalangan rabbi-rabbi Mirrer Yeshiva, Ponovizh Yeshiva dll , masa lalu nya adalah sekular dan menempuh pendidikan sekuler pula (bahasa) bukan theologi.

Tanggapan JJ
Term Yahudi memang bisa merujuk ke agama (Judaism) atau etnis (Jewish/Jews). Brown memang bukan penganut agama Yahudi (Judaism) tetapi Messianic Jews yang percaya Yeshua sebagai Mesias. Dari pernyataan anda yang bernuansa Ad Hominem itu, apakah maksud kata “berbaju yahudi” di sini merujuk pada aspek agamanya (Judaism) atau etnisnya (Jewish)?

Saya menduga karena posisi teologis Brown banyak merujuk pada sumber-sumber Yahudi sendiri seperti Tanakh, Talmud, Targum dll yang umumnya menggunakan Hebrew di samping Aramaic. Maka kemungkinan inilah motif pernyataan “berbaju Yahudi” tersebut. Brown sebagai native Jewish tentu wajar banyak menggunakan sumber-sumber Yahudi dalam Hebrew/Aramaic, baik dalam pandangan teologinya maupun ritual ibadahnya.

“We often use Hebrew songs anda prayers in our servics because many of the songs are taken directly from the Hebrew Bible and many of the prayers date from the days of Jesus and earlier (e.g., the Shema). These elements are not merely borrowed from later Rabbinic tradition. They serve to remind worshipers that our faith is indeed the continuation of the faith of our fathers-Abraham, Moses David, and the Messiah”. Brown, Michael, Answering Jewish Objections to Jesus: General and Historical Objections: Volume 1,  Page 12.

Point minor anda yang bernuansa Ad Hominem ini justru menyerang balik pada institusi TYI yang bernuansa Jewish melalui penggunaan terms Hebrew dan rujukan pada Rabbi yang menguatkan posisi TYI pada point-point tertentu seperti Abrahamson, Saadia Gaon, Rashi dll. Masalahnya apakah orang-orang di TYI adalah native Jewish? Jika tidak lalu mengapa style-nya keyahudi-yahudian seperti menggunakan term Yeshiva Institute? Selain itu pihak TYI juga bukan penganut Judaism seperti Brown, lalu mengapa menuduh Brown “berbaju Yahudi” atau justru pihak TYI yang sebenarnya “berbaju Yahudi”?

Pihak TYI kembali menggaungkan pernyataan bernuansa Ad Hominem Argumentum dengan mempersoalkan latarbelakang masa lalu Brown. Hal ini cukup mengherankan pihak TYI memainkan point-point seperti ini. Brown percaya kepada Yeshua pada usia 16 tahun dan sebelumnya sebagai conservative jews kemungkinan dia telah mengenyam pendidikan di Yeshiva setidak-tidak pada level junior Yeshiva (Yeshiva Ketana). Namun setelah percaya dia justru memperdalam Hebrew Language dan meraih Bachelor, justru ini lebih tepat dibanding langsung mengikut pendidikan teologi Kristen di seminari Kristen. Pendidikan lanjutan di bidang Near Eastern Languages and Literatures sudah tentu memberi banyak ruang & kesempatan mengkaji berbagi literatur rabbinik.  Credential akademiknya diakui para scholar termasuk jewish scholar, sehingga rabbi-rabbi Yahudi terkemuka seperti Shmuley Boteach,  Moshe Otero, J. Immanuel Schochet and David Blumofe melayani debat dengan Michael L. Brown.

So.. mari kita fokus ke hal yang substansial dan tidak memainkan point-point logical fallacy seperti Ad Hominem Argmentum dan argument from authority (argumentum ad verecundiam).
--------------------------------------------------------------------

TYI
//JJ: Pihak TYI telah keliru memahami pendapat Michael Brown dengan mengatakan bahwa Michael Brown seolah-olah berpendapat asal kata Echad adalah compound unity. Padahal sangat jelas Michael Brown dalam bukunya tersebut (Answering Jewish Objection to Jesus, Vol 2) hanya menyatakan ".. Actually, ’echad simply means “one,” exactly like our English word “one"..." dan kata ini bisa merujuk pada composite/compound unity atau absolute unity…//

Jadi di sini pihak kristen sepakat dengan tidak ada-nya atau absurd-nya konsep “composite unity” yang sering diajukan untuk menjelaskan “kebenaran” trinitas dalam TaNaKH. Seperti dalam Shema yang seolah-olah menyiratkan adanya trinitas dalam kata Ibrani Echad, karena makna asal echad adalah "satu" dan didalam Tanakh kontext "satu" pada ketuhanan selalu Tuhan yang SATU tidak pernah ada embel-embel majemuk.

Tanggapan JJ
Pihak TYI keliru merumuskan posisi kami bahwa  konsep composite unity tidak ada dalam Tanakh. Padahal maksud kami di sini kata Echad dalam Shema yang diartikan  sebagai “Satu” tidaklah berbicara His Essential Nature dari YHWH, sehingga kata Echad ini bisa berarti Satu dalam Satu atau Tiga dalam Satu.

Dalam Tanakh, kata Echad bisa merujuk pada composite unity maupun absolute unity. Tidak tepat langsung diklaim kata Echad jika berbicara dalam konteks ketuhanan harus diartikan “absolute unity”. Dasarnya apa? bukankah kata Echad dalam Shema hanya diartikan “Satu” saja tanpa penjelasan apa-apa. Ini jelas sebuah eisegese bahkan salah satu logical fallacy: circular reasoning yaitu memasukan doktrin ke dalam Text kemudian merujuk pada Text itu untuk membuktikan doktrin tersebut.

Ada berapa contoh dalam Tanakh kata Echad dalam pengertian composite unity seperti frase “goy echad” atau “satu bangsa” dalam 2 Sam 7:23. Bangsa Israel yang dimaksud memang hanya satu bangsa, namun bukankah dalam satu bangsa itu terdiri atas pribadi-pribadi orang Israel. Pengertian composite unity bisa saja diambil untuk pengertian Echad dalam Shema, namun kami tidak melakukan ini, karena point kami jelas bahwa Echad dalam Shema bukan berbicara Nature dari YHWH. Dari konteksnya kata Echad ini mengajarkankan tentang YHWH sebagai satu-satuNya Tuhan diantara banyak tuhan seperti Baal dll yang dipercayai suku bangsa di sekitar bangsa Israel.

TYI
Rabbi Benyamin Abrahamson seorang rabbi orthodox di Yerusalem yang juga mendapatkan pengakuan dari para rabbi orthodox terkemuka di dunia. ketika di tanya mengatakan : Does the word echad mean"composite unity" as many Christians say.

Rabbi Ben Abrahamson replied: No not really. Like arabic, when used with a noun, it can mean a grouping together of things under one name. Like "sefer echad" means "one book", even though it has a cover, table of contents, chapters, etc. However, when used without a qualifier, as it is in Deut 6:4, it means "the source of all things". The One. The Creator all of creation. There are many other Torah verses that teach that God is also indivisible (Yachid).

Rabbi Ben Abrahamson also adds:
"united oneness" is a strange term. Everything in this world, "one book", "one cup", "one house", "one tree" is one thing that is made up of parts. But this never applies to its essence. And when used as "One" without a noun, it means the Creator of everthing.

Tanggapan JJ
Pihak TYI hanya mengulangi pernyataan Abrahamson yang telah kami tanggapi sebelumnya. Namun perlu kami tegaskan kembali, pendapat Abrahamson ini tidak bisa menjadi dasar bahwa kata Echad tanpa qualifier itu berarti absolute unity.

Sh'ma Yisra'eil Adonai Eloheinu Adonai echad.
Hear, Israel, the Lord is our God, the Lord is One.

Justru karena hanya ada kata Echad tanpa qualifier maka maknanya harus dilihat dari konteksnya bukan berspekulasi mengartikan kata itu sendiri dengan pemahaman sendiri. Silahkan lihat kembali penjelasan dari The JPS Torah Commentary yang telah kami sajikan sebelumnya.

Abrahamson menyatakan “There are many other Torah verses that teach that God is also indivisible (Yachid)”. Namun setelah dilacak dalam Tanakh terdapat 8 ayat yang terdapat kata Yachid dalam pengertian “satu-satunya, tunggal” dan tidak ada  satupun ditujukan kepada Allah. Lalu ayat yang mana yang dimaksud Abrahamson?

Kej 22:2  And He said: 'Take now thy son, thine only son [yachid], whom thou lovest, even Isaac..
Kej 22:12    thou hast not withheld thy son, thine only son [yachid], from Me.'
Kej 22:16  .... , and hast not withheld thy son, thine only son [yachid],
Hak 11:34  … and she was his only child [yachid];  beside her he had neither son nor daughter.
Ams 4:3  For I was a son unto my father, tender and an only one [yachid] in the sight of my mother
Yer 6:26  ..  make thee mourning, as for an only son [yachid]…
Amo 8:10  … and I will make it as the mourning for an only son [yachid]..
Zak 12:… and they shall mourn for him, as one mourneth for his only son [yachid],

Karena hanya kata Yachid yang memang selalu bermakna “absolute unity”, maka Rambam lebih memilih menggunakan kata ini dibanding kata Echad dalam rumusan keesaan Allah. Jika memang Allah bermaksud mengajarkan tentang keesaanNya yang “absolute unity” maka seharusnya kata Yachid yang digunakan dalam Shema.
---------------------------------------------------------------------------------

TYI
//JJ: Jika Michael Brown terkesan diberi stigma negatif "berbaju Yahudi" oleh pihak TYI, maka Rabbi Ben Abrahamson justru diapresiasi begitu tinggi oleh pihak TYI dengan menyatakan sebagai seorang rabbi yang mendapatkan "pengakuan" dari para rabbi orthodox terkemuka di dunia. Namun rabbi-rabbi orthodox terkemuka yang mana saja yang dimaksud pihak TYI ini?.  Justru Ben Abrahamson dipertanyakan status ke-rabbi-annya dalam forum Judaism berikut ini: http://messiahtruth.yuku.com/topic/.... Salah satu member (Prof. Mordochai ben-Tziyyon) menduga Ben Abrahamson memiliki kaitan dgn heretic Judaism yang kemudian dijawab oleh Ben Abrahamson. Menariknya dari jawaban Abrahamson dia menyatakan "..I am a historian, not a pulpit Rabbi". Namun oleh pihak TYI posisi Ben Abrahamson dibesar-besarkan dengan menyebut sebagai rabbi orthodox yang diakui oleh rabbi-rabbi orthodox terkemuka. Bahkan pihak Islam sendiri ada yang kritis terhadapnya dan justru beranggapan ajaran Ben Abrahamson berbahaya terhadap Islam karena mengusung konsep pluralisme agama. https://jalanibrahim.wordpress.com/...///

Saya pribadi mengenal Mordechai selama 2 tahun sebelum Ia dinyatakan meninggal oleh sesorang yang bernama Binyamin Ben-Tzion yang mengaku putra nya , saya belajar Torah Ibrani dengan yang bersangkutan seperti juga dia belajar Bahasa Arab Al Qur’an ke saya, saya tahu pasti pernyataan Mordechai tersebut didasari dari ketidak-tahuannya, namun dari penjelasan Abrahamson jelaslah bahwa dia seorang rabbi yang yang bekerja dibawah pengawasan dewan rabbi -rabbi terkemuka di Yerusalem, istilah pulpit disini ialah yang mengabdi ke sinagoga tertentu karena Abrahamson seorang rabbi yang bekerja di pengadilan lintas rabbi-rabbi yang terkemuka di Yerusalem http://www.jewishpress.com/author/b... ,tidak lah mungkin seseorang yang bukan rabbi orthodox dan menjalankan halakha bisa menempati posisi yang sedemikian penting dan dikenal mendapatkan pengakuan dari rabbi-rabbi senior di Yerusalem dan dunia.

Tanggapan JJ
Mari kita lihat biography singkat Ben Abrahamson dari link tersebut.
Author Biography Ben Abrahamson is an orthodox Chassidic Jew from Israel who works as historian and consultant to an important Rabbinical Court in Jerusalem. He enjoys talking about the Haddith; histories of Tabari, Ibn Hisham & Waqidi; the kings of Himyar, as well as the Midrash Rabbah, the Midrashei Geulah, Rambam, Tosefos & Shulchan Aruch. http://www.jewishpress.com/author/ben-abrahamson/

Ben Abrahamson adalah consultant dalam Rabbinical Court di Jerusalem tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam karena pemahamannya yang luas terhadap sumber-sumber Islami seperti Hadith, Tafsir Islam, Sirah dll. Pada link yang lain disebutkan dia bertindak sebagai Advocate untuk Islam dan Muslim.
For ten years he functioned as an advocate for Islam and Muslims, to be recognized and achieve their proper, respected place in Jewish law… Ben has a Bachelors of Science degree in Computer Science and Cognitive Psychology. https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=926398684098221&id=926396000765156

Namun dari informasi ini background Ben Abrahamson yang dianggap berotoritas dalam membahas masalah Echad dalam Shema ini jelaslah tidak begitu relevan. Karena memang spesialisasinya pada masalah-masalah Islam. Bahkan point Ad Hominem Argumentum pihak TYI yang cenderung meremehkan credential academic Michael Brown pada bidang bahasa bukan teologi, justru menyerang balik figur idolanya. Gelar Bachelor dari Abrahamson di bidang Computer Science & Cognitive Psychology yang tidak ada kaitan dalam pengkajian Echad dalam Shema ini. Bandingkan dengan Brown yang bachelornya Hebrew Language dan post graduatenya pada studi berbagai literatur kuno yang sudah tentu ikut mempelajari berbagai tulisan rabinik. Lalu point pihak TYI yang memainkan argument from authority lebih tepat ke siapa? Brown atau Abrahamson?

Ben Abrahamson memang salah satu penulis favorit pihak TYI disamping Saadia Gaon, tetapi masalahnya apakah Abraham telah menerima Islam dan syariahnya. Lalu mana tanggapan pihak TYI atas kekhawatiran salah satu penulis Islam tentang ajaran Ben Abrahamson yang mengusung konsep pluralisme agama yang mirip dengan JIL? https://jalanibrahim.wordpress.com/...
---------------------------------------------------------------------------------

TYI
Sekali lagi karena hampir semua kata echad yang dipakai dalam Tanakh bermakna tunggal absolut hanya sebagian kecil situasi dengan konteks jamak kesatuan, tidaklah mungkin Hashem sengaja tidak memberitahukan informasi yang penting ini bahwa dalam Shema bahwa “echad” disini bernakna jamak dimana Tuhan itu 3 pribadi , bagaimana mungkin Hashem membiarkan kan umat Yahudi tersesat dalam memahami hakekat Hashem dengan tidak pernah memberitahukan hal ini kepada mereka seperti apa hakekat Hashem yang sesungguhnya.

Tanggapan JJ
Justru sebaliknya jika Tuhan memang ingin memberitahukan His Nature sebagai Absolute Unity maka yang akan digunakan adalah Yachid sebagaimana digunakan dalam ayat-ayat lain dalam Tanakh yang SELALU berarti “satu-satunya, tunggal” atau “absolute unity”. Karena terbukti kata Echad juga digunakan dalam beberapa ayat dalam pengertian Composite/Compound Unity seperti goy echad, am echad dll.  

Demikian pula dari konteks Ul 6:4 kita mendapat pengertian yang jelas bahwa ayat itu sedang berbicara tentang YHWH yang satu-satunya dibanding tuhan yang lain. Senada dengan kitab Yesaya yang menjelaskan bahwa hanya YHWH satu-satunya Allah,  satu-satunya Pencipta dan satu-satunya Awal & Akhir,

Yes 45:5  I am the LORD, and there is none else, beside Me there is no God;
Yes 45:18  For thus saith the LORD that created the heavens, He is God; that formed the earth and made it, He established it, He created it not a waste, He formed it to be inhabited: I am the LORD, and there is none else.
Yes 44:6  Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.

Kekristenan meneguhkan ayat-ayat dalam Yesaya ini sebagaimana Shema dalam Ul 6:4. Dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa Yesus juga adalah pencipta, yang Awal & Akhir dsb yang merupakan otoritas eksklusif milik Allah.  Sehingga keesaan Allah (Shema) yang diajarkan dalam Tanakh include di dalamnya Yesus yang adalah Firman Allah dan include Roh Kudus. Saya kira masalah Trinity ini perlu pembahasan tersendiri di luar topik ini. Sudah tentu kita tidak boleh mendekati persoalan ini secara matematis. Tetapi mengikuti dengan setia apa yang disampaikan oleh Alkitab melalui eksegese yang cermat.

Bersambung...
Share: