Genealogy Discussion (Seri 1): Yesus Keturunan Daud Melalui Yusuf

Penulis dari The Yeshiva Institute bernama Menachem Ali selanjutnya disingkat M Ali menuliskan kajian seputar silsilah Yesus & Muhammad Link 1, Link 2 & Link 3.  Dalam tulisannya M Ali berupaya menyajikan data & intepretasi bahwa Muhammad berdarah Yahudi yang berarti keturunan Ishak sekaligus keturunan Ishmael. Di sisi lain yang bersangkutan mendiskreditkan perihal silsilah Yesus dalam injil Matius & Lukas bahkan menyerang masalah orang tua Yesus berdasarkan literatur rabbinik. Kajian tersebut memang terkesan akademik dengan argumentasi yang terlihat powerfull, namun jika diteliti secara cermat ternyata banyak kelemahan dengan argumentasi & data yang digunakan. Bahkan tanpa disadari atau memang disadarinya, beberapa point argumentasinya justru menyerang otentitas Quran itu sendiri.

Mengingat persoalan yang dibahas cukup kompleks, maka tanggapan atas kajian M Ali akan dibagi 5 (lima) bagian. Pertama, tentang Yesus keturunan Daud melalui Yusuf. Kedua, Yesus Keturunan Daud melalui Maria, telah ditulis sebelumnya Link. Ketiga, menjawab tuduhan Talmud tentang orang tua Yesus yang dianggap sebagai pezinah. Keempat mempertanyakan validitas data & signifikansi atas klaim Muhammad berdarah Yahudi dan mempertanyakan historitas klaim Muhammad keturunan Ishmael. Dan kelima, menyajikan perbandingan antara silsilah Yesus & Muhammad serta konklusi pembahasan.

Sebelum kita lanjut dalam pembahasan pertama, kita perlu melihat dua faktor utama yang mendasari diskusi kita yaitu Mesias dari keturunan Daud & kelahiran Yesus dari perawan Maria (The Virgin Birth). Berikut ini data tentang kedua faktor penting tersebut.
= Mesias keturunan Daud
Yes 11:1  Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah
Yer 23:5  Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri.

Selain keturunan Daud, Mesias juga disebutkan berasal dari keturunan Yehuda salah satu anak Yakub/Israel. Namun kita fokus pada pembahasan keturunan Daud yang merupakan bagian utama dari pengharapan mesianik bangsa Israel.

= The Virgin Birth
Dalam injil Mat 1:18 disebutkan bahwa Maria telah mengandung dari Roh Kudus sebelum Yusuf & Maria hidup sebagai suami istri. Demikian pula dalam penulisan silsilah Yesus, kedua penulis injil "aware" dengan adanya fakta The Virgin Birth ini.
Luk 3:23  Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli. 
Mat 1:16 "Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus".


Dalam injil Lukas digunakan kalimat "menurut anggapan orang" (ōn huios hōs enomizeto) dan dalam injil Matius kata egennçsen (bentuk aorist aktif) artinya "memperanakkan" tidak digunakan untuk menghubungkan Yusuf & Yesus. M Ali mengomentari hal ini dengan menyatakan "...Pada teks Injil Matius 1:1 St. Matius berbicara silsilah Yesus dalam konteks teologis, sebaliknya pada Injil Matius 1:16 ternyata St. Matius berbicara justru dalam konteks historis yang sebenarnya, karena secara de facto Yesus memang tidak memiliki nasab dari jalur Yusuf secara biologis..". Pada bagian lain M Ali menyatakan ".. susunan redaksi teks Matius 1:16 justru berubah 360% yakni berpola dogmatis, bukan berpola genetis..".

Saya kira pernyataan M Ali tidak tepat, justru penulis injil Matius menyajikan data historis apa adanya bukan pernyataan dogmatis seperti klaim M Ali. Bukankah dalam ayat berikutnya (Mat 1:18) dituliskan narasi tentang kehamilan Maria yang tidak ada unsur keterlibatan Yusuf, sehingga penulis ini memang "aware" terhadap faktor "The Virgin Birth" atas kelahiran Yesus. Karena dalam ayat 16 penulis secara jelas menyebutkan Maria yang melahirkan Yesus dan bukan Yusuf memperanakan Yesus.

Ok mari kita masuk pada inti pembahasan tentang Yesus sebagai Keturunan Daud melalui Yusuf.
Image result for Jesus Joseph

M Ali merumuskan kriteria Mesias dengan tiga kategori "... seorang Messiah harus (1) seorang laki-laki dan bukan seorang perempuan, (2) nasabnya harus bersambung dari jalur garis ayah (lineage of the father) karena sistem silsilah merujuk pada sistem patriakhal, dan bukan bersambung pada jalur garis ibu, (3) dia nasabnya bersambung kpd Raja Daud..". Saya sependapat dengan kategori 1 & 3, namun berbeda pendapat dengan kategori 2 karena yang disebut sebagai keturunan Daud tidak harus melalui jalur ayah tetapi bisa juga melalui jalur ibu dan Yesus memenuhi kedua jalur tersebut. M Ali kemudian menambahkan penjelasan bahwa keturunan dari jalur ayah itu harus keturunan secara biologis dan Yesus tidak memenuhi syarat berdasarkan kriteria tersebut  "...status jalur 'biologis' tidak ada hubungan sama sekali antara Yesus & Yusuf..". Namun masalahnya tidak data yang secara jelas menegaskan tentang point keturunan biologis ini.

Ok mari kita bahas secara detail tentang hal ini, terlebih dahulu membahas tentang keharusan keturunan biologis untuk penyebutan seorang anak. Apakah disebut sebagai anak yang sah haruslah anak kandung secara biologis? Data dari Tanakh & literatur rabbinik jelas berkata tidak. Memang untuk anak non biologis biasa kita kenal dengan sebutan anak angkat atau anak adopsi. Namun dari data yang ada, hampir tidak ada perbedaan signifikan antara anak biologis vs anak non biologis karena keduanya sama-sama disebut sebagai anak.

Pertama-tama kita lihat dari data yang diajukan M Ali tentang Levirate Marriage dalam pembahasannya atas silsilah dalam injil Lukas. ".. Jadi Yusuf bukan anak angkat Eli, karena konsep anak angkat tidak dikenal dalam silsilah, yang dikenal hanyalah silsilah dalam perkawinan Levirat (Ulangan 25:5-6)".
Ulg 25:5  "Apabila orang-orang yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang dari pada mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka janganlah isteri orang yang mati itu kawin dengan orang di luar lingkungan keluarganya; saudara suaminya haruslah menghampiri dia dan mengambil dia menjadi isterinya dan dengan demikian melakukan kewajiban perkawinan ipar.
Ulg 25:6  Maka anak sulung yang nanti dilahirkan perempuan itu haruslah dianggap sebagai anak saudara yang sudah mati itu, supaya nama itu jangan terhapus dari antara orang Israel.


Dalam aturan tentang Levirate Marriage disebutkan tentang seseorang yang telah kawin kemudian mati dengan tidak meninggal anak laki-laki, maka saudara dari yang meninggal itu kawin dengan istri dari yang meninggal itu. Anak laki-laki yang lahir dianggap sebagai anak dari yang meninggal itu. Ini berarti anak itu adalah anak non biologis dari yang meninggal. Sebenarnya hal ini sudah ada sebelum Taurat diberikan kepada Musa yaitu pada masa Yakub. Kej 38:8  Lalu berkatalah Yehuda kepada Onan: "Hampirilah isteri kakakmu itu, kawinlah dengan dia sebagai ganti kakakmu dan bangkitkanlah keturunan bagi kakakmu."

Dari data ini, point saya jelas bahwa yang disebut anak tidaklah harus anak secara biologis. Ketentuan ini memang secara khusus diatur dalam aturan Levirate Marriage dan bisa dikatakan sebagai "special adoption". Hal seperti ini bisa juga terjadi dalam kondisi lain seperti antara Yusuf & Yesus.

Selanjutnya kita lihat data tentang Musa yang diangkat sebagai anak oleh puteri Firaun.
Kel 2:10  Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air."
M Ali memberi komentar tentang hal ini ".. Fir'aun mengangkat Musa sbg anak angkat, karena Musa bukan anak istrinya. Dan itu pun tradisi Mesir, bukan tradisi Yahudi. Musa adalah anak orang Ibrani, atau anak orang lain yang dibuang, lalu diangkat menjadi anak angkat oleh Firaun...".

M Ali menyatakan hal itu bukanlah tradisi Yahudi melainkan tradisi Mesir, namun sayangnya M Ali yang familiar dengan literatur rabbinik justru mengabaikan data yang ada dalam Talmud yang bertentangan dengan pernyataan tersebut.
"..R. Simon b. Pazzi once introduced an exposition of the Book of Chronicles as follows: 'All thy words are one, and we know how to find their inner meaning'. [It is written], And his wife the Jewess bore Jered the father of Gedor, and Heber the father of Socho, and Jekuthiel the father of Zanoah, and these are the sons of Bithya the daughter of Pharaoh, whom Mered took. Why was she [the daughter of Pharaoh] called a Jewess? Because she repudiated idolatry, as it is written, And the daughter of Pharaoh went down to bathe in the river, and R. Johanan, [commenting on this,] said that she went down to cleanse herself from the idols of her father's house. 'Bore': But she only brought him [Moses] up? - This tells us that if anyone brings up an orphan boy or girl in his house, the Scripture accounts it as if he had begotten him. 'Jered': this is Moses. Why was he called Jered? Because manna came down [yarad] for Israel in his days..." (Talmud Mas. Megillah 13a)

"And his wife Ha-Jehudiah bore Yered the father of Gedor [and Heber the father of Soco, and Jekuthiel the father of Zanoah] and these are the sons of Bithia the daughter of Pharaoh, whom Mered took. Now, 'Mered' was Caleb; and why was he called Mered? . - Because he opposed the counsel of the other spies. But was he [Moses] indeed born of Bithia and not rather of Jochebed? - But Jochebed bore and Bithia reared him; therefore he was called after her". (Talmud Mas. Sanhedrin 19b)

Keterangan dalam Talmud ini merupakan interpretasi atas tulisan dalam kitab Tawarikh (JPS/Jewish Publication Society)
1Tw 4:17  And the sons of Ezrah: Jether, and Mered, and Epher, and Jalon. And she bore Miriam, and Shammai, and Ishbah the father of Eshtemoa -
1Tw 4:18  and his wife Hajehudijah bore Jered the father of Gedor, and Heber the father of Soco, and Jekuthiel the father of Zanoah - and these are the sons of Bithiah the daughter of Pharaoh whom Mered took.


Dalam Talmud ini disebutkan tentang puteri Firaun bernama Bithiah (daughter of God) yang kemungkinan diberi nama itu setelah convert ke Judaism. Kemudian disebut sebagai Jehudijah atau diterjemahkan secara literal menjadi "Jewess" dalam Sanhedrin. Bithiah ini kawin dengan Mered dan melahirkan beberapa anak. Namun yang menarik salah satu anak bernama Jered menurut Talmud adalah Musa (Moses) yang secara genetis anak dari Jochebed dan Amram (Kel 6:20), tetapi Jered ini tetap disebutkan sebagai anak dari Bithiah.

Terlepas dari benar tidaknya intepretasi dari Talmud ini, pointnya tetap jelas bahwa perihal anak adopsi bukan hanya tradisi Mesir melainkan juga bagian dari tradisi Yahudi. Sebagai data tambahan dari Midrash yang meneguhkan point tersebut. Shemot Rabbah 46:5 He who brings up a child is called “Father,” not he who merely begot him.

Sekarang kita lihat data seputar Yesus sebagai anak Yusuf.
Dalam Matius 1:18 dituliskan tentang Maria yang bertunangan dengan Yusuf keturunan Daud dan Maria ternyata telah mengandung dari Roh Kudus sebelum mereka hidup sebagai suami istri. Masalah tentang pertunangan dan kaitannya dengan status suami istri bisa disimak di Link ini. Hal ini membuat Yusuf akan menceraikan Maria yang dianggapnya telah berzinah atau telah berhubungan seks dengan orang lain (Ay 19). Tuduhan ini dikembangkan dalam Talmud dan sayangnya M Ali ikut serta mendukung tuduhan Talmud itu, padahal Quran sendiri menerima konsep "The Virgin Birth" dan tidak menerima tuduhan zinah tsb. Tetapi malaikat Tuhan datang menjumpai Yusuf dan menegaskan untuk tetap mengambil Maria sebagai istri dan menjelaskan bahwa kandungan Maria dari Roh Kudus (Ay 20-21) dan Yusuf melakukan apa yang diperintahkan malaikat itu (ay 24-25).

Dari narasi ini, Yesus jelas lahir dari keluarga Yusuf & Maria serta Yusuf menerima Yesus sebagai anaknya. Hal ini semakin dipertegas dengan ritual Sunat kepada Yesus yang dilaksanakan Yusuf & Maria (Luk 2:21), membawa anak itu ke Yerusalem untuk diserahkan kepada Tuhan (Luk 2:22-23) dan secara rutin tiap tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah (Luk 2:41). Pada usia ke-12, Yesus dibawa ke Yerusalem dan terpisah dengan kedua orang tuanya. Saat Yesus ditemukan oleh orangtuaNya, ibuNya bertanya kepadaNya "..lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau (Luk 2:48). Maria menyebutkan kalimat "Bapa-MU dan aku.." yang menunjukan dengan jelas bahwa Yusuf adalah ayah dari Yesus.

Berdasarkan semua data ini tidaklah terlihat perbedaan signifikan antara anak biologis dan anak non biologis karena sama-sama disebut sebagai anak. Anak dari hasil Levirate Marriage tetap disebut sebab anak dari saudaranya yang telah meninggal. Musa (Jered) menurut Talmud walaupun bukan anak biologis dari Bithiah (Puteri Firaun) tetap disebut sebagai anak Bithiah. Data lain dari Talmud  juga menegaskan bahwa anak adopsi itu dianggap sebagai anak yang dilahirkan ".. This teaches thee that whoever brings up an orphan in his home, Scripture ascribes it to him as though he had begotten him". (Talmud Mas. Sanhedrin 19b)
Demikian pula Yesus disebut anak Yusuf tidaklah salah, bukankah Maria sendiri menyebutkan bahwa Yusuf adalah ayah Yesus. Dalam ayat-ayat lain Yesus juga disebut sebagai anak Yusuf.
Yoh 6:42  Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga?"
Luk 4:22  Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?"
Yoh_1:45  Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret."


Lalu bagaimana dengan ayat berikut ini?
Rom 1:3  tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud,
Ayat ini menuliskan tentang Yesus sebagai keturunan Daud menurut daging atau keturunan secara genetik yang merujuk ke Maria. Paulus dalam surat-suratNya banyak berbicara pada aspek inkarnasi Yesus sebagai Firman yang menjadi manusia (Rom 8:3, 9:5, 1 Tim 3:15) sebagaimana juga dituliskan oleh rasul Yohanes (Yoh 1:1, 2 Yoh 1:7). Hal ini berkaitan dengan nubuatan mesianik seperti Mesias yang menderita (Yes 53), Kelahiran sang Mesias (Yes 7:14, Mika 5:1), Mesias yang Ilahi (Yes 7:24, 9:6) dll.

Namun bukan berarti yang disebut sebagai keturunan Daud hanya dari sisi genetik. Pada bagian lain dari PB kita bisa melihat Yesus disebutkan sebagai keturunan Daud secara hukum. Hal ini berkaitan dengan nubuatan mesianik yang berbicara tentang Mesias sebagai Raja sehingga lebih banyak dikaitkan dengan Daud yang keturunannya dijanjikan menjadi Raja yg kekal (Yes 11:1, Yer 23:5). So.. apakah Yesus memiliki legal standing sebagai Mesias sang Raja?

Dalam pembahasan kita sebelumnya, anak hasil dari Levirate Marriage juga disebut sebagai anak dari saudaranya yang meninggal. Hal ini berarti secara hukum anak itu sah sebagai anak dari saudara ayah kandungnya yang telah meninggal sehingga berhak menerima warisan. Demikian pula Yesus berhak menerima warisan dari Yusuf karena Yesus adalah anak yang sah secara hukum. Tidak hanya hukum Yahudi termasuk hukum internasional saat itu yaitu hukum Romawi.

Pertama Yusuf & Maria secara resmi telah bertunangan/menikah (Mat 1:18, Luk 2:5) dan hal ini tentu dicatat secara administratif menurut hukum Yahudi dalam sebuah "public records"termasuk nama anak mereka. "...Jews preserved their genealogical tables with remarkable accuracy through all the centuries before the birth of Jesus and also during the first century after His birth.. In his Autobiography (para. I) Josephus states that he reproduces his genealogical table as he found it "in the public records". And in his work Against Apion (i) he relates how Jews—even those who lived outside Palestine—sent the names of their children to Jerusalem to be officially recorded. (Geldenhuys, New International Commentary: The Gospel of Luke). Kedua, Yusuf & Maria telah membawa Yesus sebagai anak mereka untuk menjalankan ritual Yahudi yaitu Sunat hari ke delapan (Luk 2:21), pentahiran (Luk 2:22-23) dan secara rutin tiap tahun mengikuti ritual Paskah (Luk 2:41), sehingga secara hukum Yahudi Yesus benar-benar anak Yusuf. Ketiga, Yesus sebagai anak mereka telah didaftarkan dalam sensus yang dilaksanakan oleh pemerintahan Romawi (Luk 2:1).

Mari kita lihat kembali pernyataan M Ali tentang hal ini "..Jadi kalau secara hukum TaNaKH, status Yesus yang disebut anak Daud yang dikaitkan dng Yusuf ternyata tidak memiliki makna apapun. Dalam hal ini saya tidak mempersoalkan status hukum Yusuf sebagai keturunan Daud melalui King Salomo, dan laporan Injil Matius itu sesuai dng status hukum dalam TaNaKH, baik ditinjau dari status perkawinan ipar nenek moyang Yusuf maupun bila ditinjau dari status garis ayah biologis beliau. Namun yang kita kaji ini adalah status hukum Yesus, bukan status hukum Yusuf. Yesus tidak memiliki status hukum apa2 bila dikatikan dng Yusuf.."

Berdasarkan kajian ini maka pernyataan M Ali ini tidaklah berdasar, karena Yesus jelas memiliki status hukum sebagai anak Yusuf yang sah. So... apakah Yesus keturunan Daud melalui Yusuf? jawabannya tegas Yah.

Pembahasan bagian kedua tentang Yesus Keturunan Daud melalui Maria silahkan disimak di link ini.
Share:

Benarkah Shur adalah Hijr al-Hijaz menurut Tafsir Saadia Gaon?

Ulasan ini ditujukan untuk menjawab tulisan Menachem Ali (M Ali) yang diposting di website The Yeshiva Institute dengan judul Dimana Lokasi Hijr Al-Hijaz dan Al-Jafar dalam Targum Saadia?. Apologet Islam ini memang selalu memberi kesan sebagai "linguistic expert" namun jika dikaji secara seksama kajiannya cenderung sebuah "word play" demi agenda yang diusungnya. Tema tentang Hijr al-Hijaz sebenarnya telah didiskusikan lewat FB dan saya telah mengklarifikasi tuduhannya seputar "linguistic study", namun M Ali mengabaikannya dan tetap mengulang tuduhannya tersebut dengan memainkan Strawman Argument.
Share:

Apologetika Islam & Tafsir Saadia Gaon

Sudah hal biasa apologis Islam berupaya mencari rujukan teks dalam Bible untuk mendukung eksistensi Islam. Berbagai ayat ditafsirkan secara eisegesis berdasarkan kemiripan atau kecocokan tertentu dengan mengabaikan konteks dari teks yang dimaksud. Sehingga makna sebenarnya dari teks digantikan dengan makna sesuai keinginan penafsir. Pendekatan ini dipopulerkan oleh debator Islam Ahmed Deedat dan diteruskan oleh penerusnya Zakir Naik. Cara yang lebih "ilmiah" melalui kajian linguistik yang lebih tepat disebutkan sebagai "word play" dilakukan Benyamin Keldani dalam bukunya Muhammad in the Bible. Belakangan ini apologis Islam seperti The Yeshiva Institute (Menachem Ali dkk) mulai concern dengan pendekatan historis dengan mencari sumber-sumber ektrabiblikal terutama literatur rabbinik untuk mendukung posisi Islam. Rujukan utama mereka pada Tafsir Saadia Gaon, seorang rabbi di era Gaonim pada sekitar abad ke-10 yang memberikan beberapa detail informasi yang dianggap mengkonfirmasi pernyataan Quran.

Sebenarnya sangat banyak detail informasi  dari berbagai literatur rabbinik seperti Targum, Talmud, Midrash dan tulisan rabbi-rabbi Yahudi, namun informasi yang diambil TYI hanya bagian sangat kecil yang dianggap cocok dengan teologi Islam. Kepingan informasi itu dikemas dan di-blow up sedemikian rupa dalam framework apologetis Islam. Padahal hal-hal yang substansial yang seharusnya ada kalau memang benar-benar ada justru tidak ada data penunjangnya. Misalnya konsep Tahreef Bible, nubuat kenabian Muhammad, Ismail sebagai anak dikorbankan, eksistensi kabbah & blackstone dll justru tidak ada petunjuk yang bisa mereka dapatkan dari literatur rabbinik yang ada karena memang nihil.

Dalam artikel ini kita secara khusus mengkaji tentang Rabbi Saadia Gaon disingkat Rasag yang Tafsirnya menjadi sumber rujukan utama pihak TYI. Ruang lingkup kajian ini mencakup latar belakang sejarah tafsir Rasag, metodologi penulisannya dan pendapat Rabbi  & Jewish Scholars serta kajian singkat atas literatur rabbinik awal. Sumber referensi yang digunakan adalah tulisan para Scholar yang memang disegani dalam dunia akademik. Namun artikel ini belum masuk pada kajian yang lebih detail seperti kajian linguistik terhadap primary sources. Kajian yang lebih teknis akan menyusul ditulis & publish setelah artikel ini.

Sebelum lebih lanjut, perlu diluruskan dulu opini yang dibangun pihak TYI yaitu Menachem Ali & Ismaun Ghofur yang memposisikan kami seakan-akan menolak tulisan Rasag secara keseluruhan. Ismaun Ghofur dalam sebuah diskusi di FB menyatakan ".. Kristen menolak tafsir Rasag hanya karena alibi penolakan tanpa dasar ilmiah adalah sebuah upaya apologetika tanpa pertanggungjawaban akademik, fakta tradisi Rabbinik justru menerima sepenuhnya Tafsir Rasag..". Padahal tidak ada pernyataan kami yang menolak tafsir Rasag dalam pengertian tafsir secara keseluruhan, melainkan harus dilihat case by case seperti tafsir Rasag atas Kej 10:30 yang menurut kami tidak tepat.

Kekristenan dan Yudaisme terutama sejak era abad pertengahan berbeda pendapat dalam penafsiran teks-teks messianik dalam Tanakh/PL, namun dalam penafsiran ayat-ayat lain umumnya tidak ada perbedaan yang substansial. Sebaliknya pernyataan Ismaun Ghofur bahwa tradisi rabbinik menerima sepenuhnya tafsir Rasag justru bertentangan dengan data yang ada karena dalam beberapa detail tertentu rabbi-rabbi lain seperti Ibn Ezra, Rashi, Radak dll tidak sependapat dengan Rasag. Bahkan beberapa Jewish Scholar masa kini mengkritisi metodologi penafsiran yang dilakukan Rasag. Herannya TYI yang mengklaim bahwa pihak yang mengkritisi Rasag dianggapnya tidak akademik, justru tidak memberlakukan data seputar Rasag secara proporsional tetapi terlalu melebih-lebihkan melampaui kapasitas data yang ada. Apakah pihak TYI memang sepenuhnya menerima tafsir Rasag dan konsisten dengan sikapnya ini?

Kita akan menggali lebih lanjut masalah ini diawali dengan pembahasan latar belakang sejarah tafsir Rasag. Selanjutnya mencermati metodologi penafsiran yang dilakukan serta memperhatikan pendapat dari rabbi Yahudi dan Jewish scholars.

A. LATAR BELAKANG SEJARAH TAFSIR RASAG
Saadia Gaon (Rasag) merupakan salah satu rabbi terkenal di era Geonim, lahir di tahun 882 M di distrik Fayyiim Mesir dan meninggal di tahun 942M pada abad ke-10. Pada awal tahun 920 M menjadi figur penting di lingkaran rabbinik dan di tahun 928 diberi posisi sebagai Gaon kepala Akademi Sura sekolah rabinnik yang berada di Baghdad. Biografi lengkap Rasag ditulis Henry Malter dalam bukunya Saadiah Gaon: His Life and Works (Philadelphia, 1921).

Pada masa hidup Rasag, pemerintahan Islam telah berkuasa di seputar Timur Tengah, Afrika Utara dan seputar Mediterania sampai ke Andalusia Spanyol. Pasca kejayaan dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus, dinasti selanjutnya dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad melanjutkan hegemoni pemerintahan Islam. Kehadiran pemerintahan Islam pada masa Rasag di abad pertengahan telah memberi dampak semakin meluasnya pengaruh Islam dan budaya Arabic di wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Pihak minoritas seperti Yahudi & Kristen memang dilindungi terutama bagi mereka yang taat terhadap penguasa ditandai dengan memberikan pajak (jizyah). Namun kuatnya pengaruh Islam dan budaya Arabic ikut mempengaruhi kehidupan orang Yahudi & Kristen pada masa itu.

Teguh Hindarto telah melakukan kajian cukup komprehensif latar belakang sejarah masa hidup Rasag dalam tulisannya Saadia Gaon dan Tumbuhnya Tradisi Penulisan Judeo Arabic di Era Pemerintahan Islam: Tinjauan Sosio Historis. Dalam tulisan itu Hindarto menggambarkan keberadaan pemerintahan Islam dan dampaknya terhadap kehidupan orang Yahudi pada masa itu, salah satunya berkaitan dengan penggunaan bahasa Arab "...Sejak pemerintahan Islam menaklukkan negara-negara besar di atas (Persia, Spanyol, Konstantinopel), bukan saja warga negara yang ditaklukkan memiliki status dhimmi melainkan terjadi penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa lisan dan tulisan serta media penyebarluasan pengetahuan dan kebudayaan dengan menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani klasik yang menjadi basis perkembangan sains modern di kemudian hari. Bukan hanya karya-karya filsafat Yunani klasik melainkan naskah-naskah keagamaan Yahudi/Yudaisme pun diterjemahkan dalam bahasa Arab.." hal 5.

Rasag merupakan rabbi Yahudi yang merintis penerjemahan Torah secara lengkap ke dalam bahasa Arab. Uniknya terjemahan berbahasa Arab itu tetap menggunakan karakter Hebrew yang diistilahkan dengan nama Judeo Arabic. Hindarto menyatakan bahwa kehadiran bahasa Judeo-Arabic merupakan cara komunitas Yahudi beradaptasi terhadap pengaruh dan dominasi pemerintahan Islam. Rasag yang hidup di lingkungan pemerintahan Islam terutama saat dia menjadi kepala Akademi Sura di Baghdad yang menjadi pusat pemerintah dinasti Abbasiyah melakukan penerjemahan Torah ke dalam Arabic karena kondisi yang mengharuskan dia melakukan hal seperti itu.

Penerjemahan yang dilakukan Rasag juga melibatkan penafsiran Rasag atas teks-teks Torah sehingga tulisannya lebih tepat disebut Tafsir dalam bahasa Arab dibanding Tarjamah sama seperti Targum yang merupakan parafrase Torah/Tanakh dalam Aramaic. M. Polliack menyatakan hal tersebut dalam bukunya The Karaite Tradition of Arabic Bible Translation: A Linguistic and Exegetical Study of Karaite Translations of the Pentateuch from the Tenth and Eleventh Centuries C.E. (Leiden, 1997)  ".. Saadiah's awareness of the interpretive nature of his translation of the Pentateuch may explain its designation as tafsir; a term which better conveys this sense than the term tarjamah.." hal 86. Dalam kajian kita selanjutnya, tidak hanya sebatas pengaruh penggunaan Arabic terhadap Rasag namun juga adanya serapan Islamic Terms dalam proses penerjemahan/penafsiran yang dilakukan Rasag.

B. SERAPAN “ISLAMIC TERMS” DALAM TAFSIR RASAG
Saadia Gaon dalam tafsirnya atas Torah menggunakan beberapa Islamic terms seperti Allah sebagai kata ganti YHWH & Elohim, Imam, Rasul, Musa dan sebagainya. Penggunaan terms dari luar sebagai bahasa serapan merupakan hal yang biasa seperti bahasa Indonesia yang menyerap kata-kata dalam bahasa Arab, Ibrani, Sansekerta dll yang juga digunakan dalam Alkitab dan terjemahan Quran. Quran sendiri dalam bahasa aslinya Arab juga terdapat kosakata serapan dari bahasa Ibrani, Yunani dsb. Namun masalahnya, Rasag melangkah lebih jauh dengan menggunakan Islamic Terms yang umumnya nama-nama geografis yang ada dalam Torah digantikan dengan nama yang ada dalam tradisi Islam yang lokasinya berbeda.

Pihak apologis Islam seperti TYI mengklaim bahwa nama-nama geografis itu dalam tradisi Islam yang disebutkan dalam Tafsir Rasag merujuk pada lokasi yang sama. Sehingga hal ini menguatkan upaya pihak Islam membangun benang merah antara Islam dan tradisi sebelumnya sebagaimana tercatat dalam Tanakh/PL. Beberapa Islamic Terms yang dimaksud adalah:
  • Mecca = Mesha dan Madinah = Sefar dalam tafsir Kej 10:30
  • Mata air Zam-zam = sumur Lahai Roi dalam tafsir Kej 16:13-14
  • Al-qiblah untuk Negeb dalam tafsir Kej 12:9, 13:1
  • Hijr Al-Hijaz = Shur dalam tafsir Kej 16:7 dan lain-lain. 
Untuk mendukung tafsir Rasag, pihak TYI mengajukan kitab Asathir yang diklaim sebagai Targum Samaritan yang di dalamnya ada tulisan Bakkah. Selain itu mereka melakukan eisegesis atas kata boakah sebagai Bakkah dalam Kej 25:18 serta menafsirka lembah Baka dalam Maz 84:7 sebagai Bakkah/Mekkah. Kemudian mencoba mengangkat figur Ismael yang diklaim setara dengan Ishak karena sama-sama sebagai anak (benih) Abraham.
Masing-masing point akan dibahas tersendiri melalui kajian detail mengacu pada primary sources serta membandingkan secondary sources yaitu kajian Bible Scholars yang ahli dibidangnya. Secara garis besar bisa dijelaskan secara ringkas nama-nama yang disebut dalam tafsir Rasag berikut ini: 
  • Pernyataan Rasag bahwa Mecca = Mesha dan  Madinah = Sefar justru bertentangan dengan tradisi Islam karena dalam hadist Bukhari disebutkan saat kunjungan Abraham ke Bakkah tempat itu belum berpenghuni dan tafsir Rasag tidak didukung oleh umumnya rabbi-rabbi Yahudi serta analisis historis sebaran keturunan Joktan tidak merujuk ke daerah Mekkah & Madinah.
  • Sumur Lahai Roi yang dianggap sebagai mata air Zam-zam juga bertentangan tradisi Islam yang menyebutkan mata air Zam-zam ditemukan oleh Hagar & Ismael sedangkan dalam Tanakh sumur Lahai Roi ditemukan oleh Hagar dan saat itu Ismael belum lahir. Letak sumur Lahai Roi di antara Kadesh & Bered di selatan Palestina bukan di Arabia.
  • Kata al-qiblah sebagai Negeb juga tidak tepat karena kata Negeb bisa merujuk pada nama tempat (tanah Negeb) yang berada di wilayah selatan Israel atau arah selatan dan tidak ada sangkut pautnya dengan arah Qiblah ke Kabbah di Mekkah. 
  • Kata Hijr Al-Hijaz = Shur tidaklah tepat karena Shur yang dimaksud masih terletak di wilayah selatan Israel dekat dengan Kadesh, sedangkan Hijaz nama kuno untuk sebuah wilayah yang berada di Arabia. Kata Hagra dalam Tarqum juga tidak merujuk pada Mekkah melainkan dibagian selatan Israel. 
Seorang Jewish Scholar bernama David M. Freidenreich telah melakukan kajian cermat terhadap tafsir Rasag dalam tulisan The Use of Islamic Sources in Saadiah Gaon's "Tafsīr" of the Torah", The Jewish Quarterly Review, New Series, Vol. 93, No. 3/4 (Jan. - Apr., 2003). Freidenreich menyatakan "..Saadiah Gaon's influential translation of the Torah into Arabic has long been known to contain countless "mistranslations," passages in which Saadiah consciously modifies the biblical text to conform to Arabic literary style or to his own beliefs and understanding of the Bible. Several of the modifications found in Saadiah's Tafslr derive from Islamic sources, including Islamic terminology and phraseology, Islamic law and tradition, and the Qur'an itself." hal 353.

Freidenreich telah memberikan bukti komprehensif terhadap pernyatannya tersebut tentang "mistranslations". Salah satunya tentang tafsir Rasag mengenai hajr alhijaz=road to shur dalam Kej 16:7 "... Saadiah's Tafsir of Gen 16:7 thus ignores all biblical evidence that Shur is in the Sinai and reports that Hagar received the annunciation of the birth of Ishmael on the road to Mecca, the very location to which, according to Islamic tradition, Abraham took Ishmael and Hagar after Sarah sent them away and the place in which Abraham built the Ka'bah. There can be no doubt that the translation of shur as hajr alhijaz must be due to the influence of Islamic traditions, as Jewish sources ascribe no significance whatsoever to the Hijaz region of Arabia..” hal 374. Demikian pula tentang Mesha = Mecca dan Sefar=Madinah dalam tafsir Kej 10:30, Freidenreich menyatakan "... he (Rasag) translates the locations Mesha and Sephar as Mecca and Medina, respectively; Saadiah was clearly not averse to including references to Islamic sites in the Tafsir.." hal 375-376.

Kajian yang dilakukan David M. Freidenreich tentulah dapat dipertanggungjawabkan secara akademik yang jelas bukan sebuah "pseudo academic" sebuah term yang disematkan pihak TYI terhadap lawan diskusinya. David M. Freidenreich sendiri adalah Associate Professor of Jewish Studies di Colby College. Dia mendapatkan gelar Ph.D dari Columbia University dan rabbinic ordination dari the Jewish Theological Seminary.  Ini merupakan bukti bahwa tafsir Rasag tidak harus diterima sepenuhnya.

Untuk melengkapi pemahaman kita atas masalah ini, kita perlu mengetahui dari mana sumber informasi tentang berbagai Islamic Tems ini. Jika kita kembali pada pembahasan sebelumnya mengenai latar belakang sejarahnya, maka tindakan Rasag ini dilakukan karena kondisi saat itu begitu kuatnya hegemoni Islam. Apalagi dia berada di Baghdad yang merupakan pusat pemerintah dinasti Abbasiyah. Dalam buku H. Malter, Saadiah Gaon: His Life and Works (Philadelphia, 1921), Malter menuliskan pengaruh dari penulis-penulis Islam di Mesir sebelum dia pindah dari Mesir ke Palestina ".. The question is to what extent did Saadia, prompted either by his own desire for learning, or other motives, familiarize himself with the works of Muhammedan authors before his emigration from Egypt to Palestine. We shall have occasion to show the influence of Arabic literature on Saadia in works of his, written beyond a doubt at a later period of his life. Here, only the following passage can be cited to prove that the Arabic influence had begun to show its traces at the time when he was preparing one of his earliest known literary productions, the Hebrew lexicon and rhyming dictionary 'Agron. The very name of this book, written in his twentieth year, is in imitation of titles used by Muhammedan authors for similar works.." hal 39.

C. RABBI-RABBI YAHUDI, JEWISH SCHOLARS & TAFSIR RASAG
Rasag adalah rabbi terkenal di era Geonim (540 - 1040 M) dan selanjutnya di era Rishonim (1040 - 1560 M) bermunculan banyak rabbi yang terkenal dan sering menjadi sumber rujukan Yudaisme seperti Shelomo ben Yitzhak (Rashi), Shmuel ben Meir (Rashbam), Moshe ben Nachman (Ramban), Rabbi Moshe ben Maimonede (Rambam), Avraham ben Meir (Ibn Ezra), David Kimchi (Radak) dll. Namun dari sekian banyak tulisan dari para rabbi ini sangatlah sedikit yang menyebutkan informasi yang sejalan dengan Rasag terhadap penyebutan nama-nama geografis seperti Mesha = Mecca, Lahai Roi = Zam-zam dll.

Memang Radak menyebutkan tentang tafsiran Rasag mengenai Kej 10:30 Mesa=Mecca & Sefar=Madinah, namun bukan berarti Radak sependapat dengan Rasag. Karena Radak justru punya penafsiran sendiri yang berbeda dengan Rasag. Jika memang benar Mesa=Mecca maka informasi ini merupakan salah satu informasi penting yang seharusnya telah diketahui rabbi-rabbi lainnya. Ayat ini dalam perikop Table of Nations secara khusus ayat 30 itu berkaitan dengan sebaran tempat tinggal keturunan Joktan. Namun hanya beberapa Rabbi yang mengulas tentang Joktan dan tidak menyinggung sama sekali tentang keberadaan Mekkah & Madinah tersebut. Satu-satunya konfirmasi dari rabbi-rabbi lain seperti Radak dan Ibn Ezra yaitu tentang sumur Lahai Roi sebagai mata air Zam-zam. Namun mereka hanya menyatakan dugaan saja yang jika dibandingkan dengan tradisi Islam justru kontradiktif. Karena mata air Zam-zam dalam tradisi Islam ditemukan oleh Hagar & Ismael sedangkan Lahai Roi oleh Hagar sendiri & Ismael belum lahir. Mengenai al-Qiblah = Negeb dan Al-Hijaz = Shur, tidak dukungan  pernyataan rabbi-rabbi yang lain.

Bahkan rabbi Abraham Ibn Ezra justru mengkritik penyebutan nama-nama lokasi biblikal dalam tafsir Rasag yang dianggapnya hanya mimpi atau imajinasi Rasag dalam rangka menyesuaikan tafsirannya dengan Islam. Sebagaimana dinyatakan Freidenreich mengenai tafsir Ibn Ezra atas Kej 2:11 "... The 12th-century commentator Abraham Ibn Ezra, who frequently cites and often rejects Saadiah's translational interpretations, comments acerbically that: [Saadiah] did this with families, cities, animals, birds, and rocks. Maybe he saw them in a dream. And he certainly erred in some cases, as I will explain in their proper places. If so, we should not rely on  his dreams. Perhaps he did this for the glory of God. Because he translated the Torah in the language of Ishmael and in their script ..". Idem

Rabbi Saadia Gaon memang diakui dalam tradisi rabbinik sebagai salah satu rabbi yang berpengaruh di samping Rashi, Rambam dll. Namun bukan berarti seluruh tafsirannya harus diterima, buktinya pernyataan-pernyataan berkaitan dengan Mekkah dalam Tanakh tidak mendapat dukungan dari rabbi-rabbi lainnya. Bahkan dari pihak Yudaisme masa kini tidak ada pernyataan yang mendukung tafsir Rasag berkaitan dengan Mekkah tersebut, termasuk Tovia Singer yang cukup dekat dengan Menachem Ali. Demikian pula dalam tulisan-tulisan akademis dari Jewish sholars tidak ada yang memperhitungkan pernyataan Rasag tersebut. Nahum Sarna seorang Jewish Scholar yang disegani dalam commentary-nya atas kitab Kejadian tidak menyebutkan pernyataan-pernyataan Rasag tersebut. Sarna, N. M. (1989). Genesis. English and Hebrew; commentary in English.; The JPS Torah commentary. Philadelphia: Jewish Publication Society. Demikian pula dalam commentary berbobot lainnya diantaranya:
  • Adele Berlin & Marc Zvi Brettler,  The Jewish Study Bible, Oxford University Press, 2004
  • Speiser, E. A, Genesis: Introduction, Translation, and Notes (70). New Haven;  London: Yale University Press, 2008 
  • Skinner, J., A critical and exegetical commentary on Genesis. New York: Scribner, 1910
  • Lange, J. P., Schaff, P., Lewis, T., & Gosman, A, A commentary on the Holy Scriptures : Genesis. Bellingham, 2008
  • Fruchtenbaum, A. G,  Ariel's Bible commentary: The book of Genesis (1st ed.), San Antonio, TX: Ariel Ministries, 2008



D. LITERATUR RABBINIK AWAL & TAFSIR RASAG
Dari mana sumber informasi Rasag dalam menuliskan hal-hal tersebut? masa hidup Rasag di abad ke-10 M sangat jauh dengan masa terjadinya kisah-kisah tersebut pada sekitar abad 18 SM. Jika tafsirnya hanya sebatas tafsiran moral dalam penerapan Torah bisa saja itu sebagai inovasi atau penemuan baru. Namun informasi berupa nama-nama geografis seperti Mesha, Lahai Roi tidak bisa hanya sekedar imajinasi semata, melainkan perlu warisan dari oral tradition dan mendapat konfirmasi dari sumber-sumber yang lebih awal seperti Targum, naskah Qumran, jewish apokriph, jewish pseudopigrapha dan berbagai literatur rabbinik masa-masa awal. Satu-satunya rujukan yang dianggap berasal pada masa awal sekitar abad ke-2 adalah kitab Asathir. Namun uraian dari kitab Asathir juga bertentangan dengan tradisi Islam dan menurut para ahli yang kredibel dalam studi Samaritan Aramaic, kitab Asathir ini merupakan produk belakangan pada abad pertengahan.

Apakah Saadia Gaon mewarisi oral tradition tentang eksistensi Mekkah khususnya di kalangan bangsa Yahudi sebagaimana klaim M Ali? Kisah Abraham & Ismael yang berkunjung ke Mekkah untuk membangun Kabbah/Mekkah terdapat dalam tradisi Islam seperti Quran, Hadist, kitab Tarikh & Tafsir. Kisah ini jelas peristiwa signifikan dalam masa hidup Abraham & Ismael. Namun mengapa kisah ini tidak tercatat dalam Tanakh/PL?. Bisa saja dijawab bahwa Bible telah dipalsukan, namun kapan pemalsuan ini terjadi untuk menghilangkan kisah "penting" tersebut? Adakah referensi sejarah tentang peristiwa pemalsuan itu? Apakah narasi dalam dokumen Dead Sea Scroll yang paralel dengan Tanakh berbasis Masoret Text juga telah dipalsukan?

Jika peristiwa kunjungan Abraham & Ismael ke Mekkah ini benar-benar fakta sejarah, maka seharusnya narasi kisah ini tercatat dalam Tanakh. Demikian pula keberadaan "Black Stone" dan bangunan Kabbah yang menjadi inti dari Mekkah itu sendiri.Tetapi yang diajukan sebagai bukti hanya untuk eksistensi "Mekkah" sedangkan hal yang substansial yaitu narasi kisahnya dan eksistensi Black Stone & Kabbah tidak ada data pendukungnya. Apakah oral tradition yang dimaksud hanya menyangkut eksistensi "mekkah"? Jelas tidak ada oral tradition seperti itu, kecuali berdasarkan pada penafsiran pribadi Rasag tentang Mesha = Mecca, Lahai Roi = Zam-zam, al Qiblah = Negeb, Al-Hijaz = Shur dsb.

Berbagai dokumen kuno yang relevan tidak ada jejak narasi kisah Abraham ke Mekkah, eksistensi Black Stone & Kabbah termasuk Mekkah itu sendiri. Mulai dari berbagai versi Tanakh: Teks Masoret (bah Ibrani), Septuaginta (bah Yunani) dengan berbagai variannya, Samaritan Pentateuch (bah Aramaic) termasuk dokumen-dokumen Dead Sea Scroll. Berbagai dokumen Jewish Apocrypha seperti Esdras, Tobit, Makkabe dll. Berbagai dokumen Jewish Pseudepigrapha seperti Enoch, Sibylline Oracles, Testament of Levi dll. Berbagai Targum, Talmud, Midrash serta tulisan penulis Yahudi kuno seperti Philo & Joshepus. Bahkan bisa diperluas dengan dokumen-dokumen extrabiblikal seperti tulisan Herodotus, Strabo dll.

E. PENUTUP
Tafsir Saadia Gaon (Rasag) telah digunakan sebagai rujukan apologetika Islam khususnya oleh pihak TYI dalam upaya membuktikan keberadaan Mekkah dalam Tanakh. Namun dari kajian yang cermat, tafsir Rasag yang memuat hal-hal yang mendukung teologi Islam ini justru tidak bisa dilepas dengan kondisi pada masa itu adanya pengaruh budaya Arab & Islam yang begitu kuat. Tafsir Rasag tentang Mekkah, Zam-zam dll ini merupakan pendapat pribadinya yang mengakomodasi Islamic Terms dalam tafsirnya, pendapat ini seharusnya merupakan informasi penting, namun tidak diketahui atau didukung oleh rabbi-rabbi lain seperti Rashi, Rambam dll. Demikian pula pernyataan Rasag itu bukanlah mewarisi oral tradition, karena tidak ada bukti signifikan dari literatur rabbinik awal seperti Targum, Talmud dsb.

Penggunaan tafsir Saadia Gaon oleh apologis Islam sebenarnya problematik bagi Islam sendiri. Karena terbukti pernyataan Rasag itu kontradiktif dengan tradisi Islam seperti penyebutan Mesa=Mekkah yang dalam Tanakh dalam konteks keturunan Joktan. Padahal dalam Hadist Bukhari dituliskan saat kunjungan Abraham ke Mekkah untuk membangun Kabbah, saat itu Mekkah belum berpenghuni. Jika kita mengkaji lebih lanjut sebenarnya tradisi Islam tentang Abraham, Ismael dan kabbah banyak terdapat versi yang kontradiktif. Uraian lengkapnya bisa dibaca dalam buku Reuven Firestone, Journeys in Holy Lands: The Evolution of the Abraham-Ishmael Legends in Islamic Exegesis (Albany, 1990). Demikian pula keberadaan Mekkah pada masa Abraham juga patut dipertanyakan, karena tidak ada rujukan dari berbagai literatur kuno yang menyebut keberadaannya bahkan sebelum abad ke-4. Silahkan baca buku Rafat Amari, Islam in the Light of History, Religion Research Institute, 2004.
Share:

Menjawab Gugatan: Musa Bukan Penulis Taurat

Tulisan dengan judul Siapakah Penulis Taurat (link) telah mendapat tanggapan pihak muslim bernama Fach Rudin (disingkat FR). Jika dicermati tanggapannya lebih banyak mempersoalkan masalah tekstual seperti masalah "kontradiksi" dibanding kajian historis secara komprehensif. FR hanya mengulangi point point dari kajian liberal scholarship seperti teori JEDP. Tulisan ini merupakan tanggapan balik atas tanggapan tersebut melalui kajian mendalam & komprehensif. Sistematika penulisan mengikuti sistematikan tanggapan FR dengan membahas kitab demi kitab dari Taurat. Sangat disarankan pembaca telah membaca tulisan sebelumnya (link).

Klaim FR
Penemuan inskripsi kuno Tell el-Amarna, Serabit el-Khadim di Sinai, dan Situs Ras Syamra tidaklah membuktikan sama sekali bahwa Musa melek huruf (bisa baca tulis).. Sebab ketiga situs itu, cuma menjelaskan tentang adanya hubungan diplomatik pihak Mesir dengan Kanaan. Bangsa Mesir sudah mengenal tulisan tetapi hal itu tidak bahwa semua penduduk Mesir kala itu, sudah melek huruf. Sebab banyak orang yang hidup dinegara berkembang seperti saat ini saja, ternyata dengan mudah kita bisa menemukan orang yang tidak bisa baca tulis

Tanggapan JJ
Rujukan terhadap tiga inskripsi arkeologi (Tell el-Armana, Serabit el-Khadim & Ras Syamra) yang ditulis di sekitar zaman Musa, bertujuan untuk menjawab preposisi utama teori JEDP. Preposisi teori ini bahwa budaya penulisan belum ada pada masa Musa, nanti setelah masa Daud atau masa pembuangan ke Babel. Pemahaman ini pertama kali dikembangkan pada abad 18 oleh Jean Astruc, kemudian dilanjutkan Eichorn dan dimatangkan oleh Graf & Wellhausen menjadi teori JEDP. Pada masa mereka itu belum ada penemuan inskripsi arkeologi tersebut, tidak heran mereka menolak Musa sebagai penulis Taurat karena beranggapan belum ada budaya penulisan pada masa Musa.

FR mencoba menurunkan makna penemuan arkeologi itu dengan mengatakan bahwa inskripsi itu hanya teks-teks hubungan diplomatik Mesir & Kanaan. Namun point saya tetap stand, bahwa budaya tulisan jelas telah ada pada masa Musa. Arsip Palestina di Tell el-Amarna itu berupa ratusan lempeng tanah liat tertanggal mulai 1420 s/d 1380 SM sezaman dengan Musa & Yosua. Ini membuktikan penduduk Kanaan dan tentunya Mesir yang jauh lebih maju peradabannya telah melek huruf terutama di kalangan pejabatnya.

Namun beberapa kalangan bawah tertentu juga telah melek huruf, sebagaimana ditunjukan dalam inskripsi Serabit el-Khadim yang ditemukan di daerah Sinai. W.W. Albright dalam bukunya The Protot-Sinaitic Inscriptions and Their Decipherment, Cambridge: Harvard University, 1966 telah menguraikan inskripsi tersebut. Isinya berupa catatan tentang kuota tambang & penyembahan kepada dewi bangsa Fenisia. Catatan ini menunjukan bahwa masalah melek huruf bukanlah hal yang asing pada masa itu, bahkan di kalangan bawah tertentu seperti para buruh & mandor tambang. Demikian pula inskripsi Ras Syamra sekitar tahun 1400 SM yang berisi kisah-kisah asmara & peperangan yang diantaranya ditulis dalam bentuk puisi, paralel dengan Taurat yang juga terdapat teks-teks puisi.

Sebenarnya masih ada beberapa inskripsi arkeologi lagi, namun tiga inskripsi arkeologi ini sudah cukup membantah secara telak preposisi teori JEDP tersebut. FR ikut-ikutan mengambil posisi seperti mereka, walaupun sebenarnya point mereka ini sudah out of date. Sepertinya FR hanya mengambil potongan informasi bahwa inskripsi-inskripsi itu hanya tulisan sebatas korespondensi diplomatik. Walaupun demikian potongan informasi itu justru tetap membuktikan budaya tulisan telah ada saat itu. Apalagi isinya cukup luas mencakup catatan pekerjaan tambang, kisah-kisah asmara, peperangan, pemujaan kepada dewa dan sebagainya.

Bagaimana dengan Musa? sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Musa hidup di istana Firaun sebagai bagian dari keluarga kerajaan. Sebagai anak-anak kerajaan, mereka perlu dipersiapkan agar kelak bisa mengelola kerajaan, maka wajarlah mereka diajarkan pengetahuan termasuk kemampuan baca tulis. Maka sudah tepat dikatakan dalam kitab Kisah Para Rasul. Kis_7:22 Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya.
Kajian dari para arkeolog & historian, telah menunjukan data bahwa anak-anak dari keluarga kerajaan mendapatkan pendidikan terbaik pada masanya, bahkan didampingi seorang tutor. “...Anciently, children of haréÆm-women could be educated by the Overseer of the haréÆm (‘a teacher of the children of the king’, F. Ll. Griffith and P. E. Newberry, El Bersheh, 2, 1894, p. 40). In due course princes were given a tutor, usually a high official at court or a retired military officer close to the king (H. Brunner, Altägyptische Erziehung, 1957, pp. 32-33); Moses doubtless fared similarly...The New Bible Dictionary, (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc.) 1962.

Tidak hanya dalam ilmu pengetahuan Mesir, Musa dengan dasar pendidikan yg dimilikinya, dengan mudah bisa mempelajari bahasa & jenis tulisan lainnya seperti tulisan proto-canaanite dan sebagainya. “.. Moreover, as a Semite in Egypt, Moses would have had no difficulty whatever in learning and using the twenty or so letters of the proto-Canaanite linear alphabet, especially if he had been submitted to the much more exacting discipline of a training in the scores of characters and sign-groups of the Egyptian scripts (though even these require only application, not genius, to learn them)..” Idem. Semua data ini menunjukan bahwa alasan menolak Musa sebagai penulis Taurat karena belum adanya budaya tulisan, telah dimentahkan dengan bukti-bukti arkeologi yang sangat jelas. Demikian pula Musa sebagai bagian dari anak-anak kerajaan telah mendapat pendidikan terbaik pada masanya, sehingga bisa pastikan Musa melek huruf & memiliki kemampuan menulis. Menolak hal ini, menunjukan sikap yang tidak paham atau tidak mau memahami data sejarah :-)

Klaim FR
1. KITAB KEJADIAN. Kitab ini ditulis pada masa pembuangan, terlebih mengenai penciptaan yang pengarangnya tidak memikirkan kenyataan secara ilmiah dan terlihat sekali adanya perbedaan latar belakang penulisan baik dalam masa penulisannya dan juga pengarangnya. Para ahli menaruh perhatian pada pembentukan pentateukh, yang diawali dari kitab Kejadian, saat diketahui adanya perbedaan penyebutan Allah. Yaitu, YHWH yang menunjuk nama diri Tuhan Israel (dalam Alkitab Terjemahan Baru diterjemahkan dengan Tuhan Allah), dan Elohim yang diterjemahkan menjadi Allah

Tanggapan JJ
FR kemudian membahas satu-satu persatu kitab-kitab dalam Taurat. Sebelumnya dalam sebuah notes, FR mempermasalahkan kisah penciptaan dalam Taurat dalam kitab Kejadian pasal 1 & 2. Pada pasal 1 menurutnya ditulis penulis yang disebut versi Elohist sedangkan pasal 2 oleh Yahwist. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Jean Astruc tahun 1753 yang kemudian berkembang ke pasal-pasal selanjutnya & mencapai puncaknya dalam bentuk teori JEDP menurut Graf & Welhaussen.

Namun jika kita cermati, penggunaan nama Elohim pada pasal 1 merupakan nama ilahi yang cocok dengan kisah penciptaan sebagai penguasa atas alam semesta. Sedangkan dalam pasal 2 Dia muncul untuk menjalin perjanjian secara pribadi dengan Adam & Hawa; karena itu kepada mereka, Elohim menyatakan sebagai YHWH atau Allah perjanjian. Upaya untuk memisahkan kisah penciptaan dengan perbedaan penyebutan Elohim (pasal 1) dan YHWH (pasal 2), menjadi rancu karena pada pasal 2 dan 3 justru menggunakan kombinasi nama Elohim & YHWH. Teori JEDP itu beranggapan bahwa penulis Yahwist hanya tahu nama tersebut dan anggapan ini gugur karena pada bagian yang dianggap Yahwist juga digunakan Elohim.

Pada tulisan saya sebelumnya, saya telah menyebutkan bahwa penggunaan dua nama atau lebih merupakan hal yang biasa, khususnya penyebutan nama-nama dewa. Mesir mengenal Osiris yang juga disebut Wennefer, Khent-amentiu dan Neb-abdu. Babel mengenal dewa Bel dengan nama lain Enlil & Nunammir. Kanaan dengan nama dewa Baal nama lainnya Aliyan dan Yunani terkenal dengan dewa Zeus yang juga disebut Kronion & Olympius. Demikian pula dalam Taurat & kitab-kitab lain dalam Tanakh, dikenal nama-nama ilahi seperti YHWH, Elohim, Eloah, El, El Shaddai, Hashem dan Adonai. Sudah tentu penggunaan nama-nama ini memiliki pengertian masing-masing secara leksikal & terminologis. Semua nama-nama ilahi ini merujuk pada Pribadi yang sama yang telah berfirman sebagaimana tercatat dalam Alkitab.

Kembali ke masalah Kejadian pasal 1 & 2, jika kita mencermati kedua bagian ini maka tidak ada kontradiksi diantara keduanya atau tidak ada dua versi penciptaan. Pasal 1 menyajikan kisah penciptaan secara umum dan pasal 2 melengkapi detail tertentu dalam kisah penciptaan tersebut. Ringkasan kisah penciptaan dalam pasal 1 tersebut justru berakhir pada empat ayat pertama dalam pasal 2 yang ditutup pada ada ayat ke-4 "..Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit". Pada ayat selanjutnya menjelaskan detail tertentu pada bagian kisah penciptaan khususnya kisah Adam & Hawa. Kegagalan memahami sifat komplementer dari kedua bagian itu, antara skema garis besar di satu sisi dan konsentrasi rinci perihal manusia & lingkungan di sisi lainnya, oleh Kenneth Kitchen dalam bukunya Ancient Orient and Old Testament, London: Inter-Varsity Press, 1966, disebut sebagai "penggelapan informasi".

Klaim FR
Pertentangan di dalam cerita muncul bersamaan, dengan adanya perbedaan gaya dan kosa kata di dalamnya (semisal : 6:19 dan 7:2), yang terkadang terdapat tiga versi dari cerita yang sama (misal : pasal 12, 20 dan 26). Hal itu ternyata membingungkan para ahli, yang pada akhirnya, terselesaikan dengan cara membagi cerita-cerita tesebut kedalam dua atau lebih tradisi / sumber, yang aslinya berdiri sendiri. Adapun contoh permasalahan kontradiksi yang terdapat kitab Kejadian : jumlah binatang yang dibawa masuk kedalam bahtera (7:2 VS 6:19-20 dan 7:15-16), penyebab banjir (7:4,12 VS 7:11 dan 8:1), lamanya banjir berlangsung (7:24,8:3, 8:13 VS 7:4,10). Contoh tentang adanya sisipan : 2-5,24 dan 34-35

Tanggapan JJ
FR mencoba mempertentangkan beberapa teks dalam kitab Kejadian misalnya Kej 6:19 & 7:2. Pada ayat pertama menyebutkan semua binatang satu pasang sedangkan pada ayat kedua menyebut binatang tidak haram 7 pasang dan binatan haram 1 pasang. Sama seperti kisah penciptaan dalam Kej 1 & 2, ayat pertama ini menyebutkan secara umum semua binatang yang harus berpasangan jantan & betina, kemudian pada ayat kedua menjelaskan lebih detail bahwa semua binatang itu dibagi dua kategori; binatang tidak haram dengan jumlah 7 pasang dan binatang haram 1 pasang. Pada intinya, binatang haram pun ikut masuk dalam bahtera Nuh selain binatang tidak haram. 
Mengenai Kejadian pasal 12, 20 dan 26 juga tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan. Semua kisah ini adalah kisah yang berbeda secara kronologi waktu dari perjalanan hidup para patriakh. Masalah penyebab banjir dalam Kej 7:4,12; 7:11 dan 8:1 hanya perbedaan peredaksian semata, inti penyebab banjir menjadi lebih lengkap yaitu karena hujan deras yang terus menerus diawali & disertai angin yang berhembus. Demikian pula dengan lamanya banjir juga tidak ada perbedaan signifikan juga hanya peredaksian terhadap narasi kalimatnya. Adapun yang dianggap sisipan itu hanya masalah point of view dari penulis sebagai keterangan untuk memperjelas teks-teks yang ada.

Dari perbedaan ini, terlalu naif menyatakan adanya penulis yang berbeda-beda. Bayangkan jika memang benar demikian, teks-teks yang dianggap ditulis oleh penulis yang berbeda sebagaimana contoh-contoh yang diberikan, justru terdapat dalam pasal yang sama. Maka bisa dikatakan hampir mustahil untuk menjalin perbedaan ini dalam satu naskah yang utuh, karena diperlukan redaktur yang ulung untuk menggabungkannya. Pada kenyataannya tidak ada bukti eksternal dari manuscript atau catatan sejarah menurut written & oral tradition bangsa Yahudi yang mengindikasikan terdapat dokumen yang terpisah-pisah seperti dokument E, dokumen Y dan sebagainya. Dari kajian yang cermat, justru terdapat kesatuan tematik & linguistik dari Taurat, sebagaimana hasil kajian Kikawada & Quin dalam bukunya Before Abraham Was, 1985 dan tulisan Rendsburg, The Redaction of Genesis, Eisenbrauns: 1986.

Klaim FR
2. KITAB KELUARAN. Menyangkut peristiwa kunci pengalaman iman Israel ini, peninggalan Mesir sama sekali tidak mempunyai catatan layaknya patung Spinx yang diam membisu, seperti tentang kisah 10 tulah yang dikeluarkan oleh Musa saat menghadapi Firaun. Meskipun pada narasi Keluaran, terdapat kisah yang kontradiksi atas kisah tulah tersebut (7:1-11:10). Berdasarkan teks yang terdapat pada kitab Keluaran, tampak ada beberapa rute yang berbeda disaat Musa membawa orang-orang Israel keluar dari tanah Mesir, seperti pada Kel. 13:1-22. Selain itu, terdapat kisah yang tidak bisa dimengerti tentang mezbah kurban bakaran. Karena bagaimana mungkin mezbah itu bisa berfungsi, karena kayu akan terbakar oleh panas yang berasal dari kurban yang dipersembahkan (27:9-19)

Tanggapan JJ
Saya agak heran dengan gaya argumentasi FR menelan mentah-mentah kajian liberal scholar yang umumnya pendapatnya sudah out of date. Demi menyerang Alkitab, yang bersangkutan mengambil posisi liberal yang sebenarnya juga menyerang Quran & tradisi Islam itu sendiri. Karena Quran sendiri menyebutkan eksistensi bangsa Israel di Mesir dan peristiwa exodus bangsa Israel berjalan membelah laut. Malah beberapa penemuan arkeologi di Mesir seperti Mummi Firaun sangat diminati pihak Islam dan menganggapnya sebagai bukti untuk membenarkan Islam. Silahkan lihat kajian tentang hal ini http://apologiakristen.blogspot.co.id/2010/03/mummi-firaun-quran-vs-bible-1.html. Ada banyak bukti arkeologi eksistensi bangsa Yahudi di Mesir dan peristiwa Exodus, sebagaimana kajian para historian & arkeolog seperti James Hoffmeier, Kenneth Kitchen, Leon Wood, Bimson, Gleason Archer dan lain-lain. Perlu tulisan tersendiri untuk menguraikannya termasuk berinteraksi dengan tulisan para liberal scholar. 

Masalah rute exodus memang diperdebatkan para ahli dengan proposalnya masing-masing. Saya kira hal yang substansi bukan pada masalah rutenya, melainkan eksistensi peristiwa exodus itu sendiri. James Hoffmeier dalam tulisannya Ancient Israel in Sinai: The Evidence for the Authenticity of the Wilderness Tradition, Oxford University Press, 2005, telah menyajikan bukti-bukti kuat tentang kesesuaian teks-teks dalam Taurat dengan data arkeologi berkaitan dengan kondisi padang gurun dan detail geografi pada zaman Musa. Tidak ada perbedaan versi rute exodus dalam kitab Keluaran, rincian tersebut berkaitan perbedaan tempat dan waktu dalam kronologi perjalanan mereka.
Sekali lagi, FR kembali mengangkat masalah "kontradiksi" seperti peristiwa tulah-tulah di Mesir. Padahal secara substansi tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan. Fach Rudin tidak mengerti bagaimana mungkin mezbah yang terbuat dari kayu sebagai tempat korban bakaran. Yah.. karena dia tidak paham bagaimana model sebenarnya mezbah bakaran tersebut yang juga menggunakan jala-jala tembaga dan periuk-periuk. So... jika seseorang sudah apriori terlebih dahulu, maka dicari celah-celah kelemahannya dan ternyata tidak terbukti, hanya membuktikan ketidakpahaman sang pengkritik tersebut. :-)

Klaim FR
3. KITAB IMAMAT. Terdapat bermacam pendapat mengenai waktu penulisan, teks, dan kepengarangan Kitab Imamat. Ada yang berpendapat bahwa Musa adalah pengarangnya. Yang lain berpendapat bahwa kitab ini berasal dari masa sehabis pembuangan (akhir abad V SM), bahkan ada yang menempatkan pada abad VIII SM. Kitab Imamat lebih merupakan sebuah daftar dari peraturan ritual daripada suatu uraian rinci mengenai pelaksanaan aktual. Pertemuan kudus dalam cerita-cerita lama bangsa-bangsa lain, hal itu dilaksanakan bagi dewa-dewa. Kisah mengenai akulturasi tersebut (percampuran dua kebudayaan atau lebih yg saling bertemu dan saling mempengaruhi), bisa kita telaah tentang semisal tentang pesta ziarah paskah-roti tak beragi (23:4-14), pesta Minggu atau Pentakosta (23:15-22), pesta Pondok Daun (23;33-44)

Tanggapan JJ
Kembali FR mengulangi pendapat liberal scholar, tanpa menguji pendapat tersebut secara cermat. Berbagai ritual & aturan upacara keagamaan yang diatur dalam kitab Imamat, jelas telah ada jauh sebelum masa Daud dan masa pembuangan. Termasuk berbagai perayaan seperti hari raya Roti Tidak Beragi, hari raya Pondok Daun dan lain-lain. Tuduhan bahwa hal itu mengadopsi paganisme jelas tidak beralasan, karena terdapat perbedaan signifikan ritual tersebut dengan paganisme.
Mari kita bandingkan sebuah ritual dalam upacara keagamaan yang nanti ada pada zaman Daud, yaitu kumpulan penyanyi di Bait Allah yang oleh Daud dibagi atas dua puluh empat kelompok latihan (1 Taw 25) yang juga sering disebut dalam kitab Mazmur. Jika kitab Imamat ditulis setelah zaman Daud, maka kita akan jumpai dalam kitab Imamat deskripsi tentang kelompok penyanyi tersebut. Namun tidak ada keterangan tentang hal itu dalam kitab Imamat. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa kitab Imamat atau Taurat telah ditulis sebelum zaman Daud. Demikian pula kelompok (ordo) ahli-ahli Taurat (Soferim) pada zaman Ezra atau pada era pembuangan, hal ini pun juga tidak dijumpai dalam kitab Imamat. Termasuk kelompok penting para pelayan di Bait Suci yang disebut Netimin sebagaimana dicatat pada era pembuangan di Babel, juga tidak terdapat dalam kitab Imamat atau Taurat. 

Klaim FR
4. KITAB BILANGAN. Disebut Bilangan, karena berisikan dua cacah jiwa suku-suku Israel (1:20-46 dan 26:5-51) dan kaum Lewi (3:14-51 dan 26:57-62). Didalamnya juga terdapat daftar bermacam-macam hal, beberapa diantaranya dalam angka-angka : daftar pemimpin yang membantu cacah jiwa (1:5-15), daftar persembahan yang dibawa untuk penahbisan mezbah (7:10-83), daftar para pengintai uang diutus untuk menyelidiki Kanaan (13:4-15), daftar kurban yang dipersembahkan pada hari raya besar dan hari raya (28:1-29:38), dan daftar jarahan yang diambil dari orang-orang Midian (31:32-52). Meskipun nama Bilangan sesuai dengan beberapa bagian isinya, namun tidak secara tepat mengisyaratkan kisah-kisah yang terkandung didalamnya. Sebab didalamnya terdapat dongeng, seperti tentang Bileam yang dibalut dengan adanya inkonsistensi perintah Allah pada Bileam (22:1-22-35), ketidak jelasan kisah Keni (24:21-25), ketidak jelasan dosa, dan lain-lain. Sejarah awal diakhiri pada abad VI SM oleh imam-imam yang sedang sibuk membangun kembali ibadat di Bait Allah. Maka karya mereka disebut Imamat (P, untuk menyingkatnya). Para imam menyalurkan tradisi masa lalu Israel, mereka bukanlah pengarang yang menyusun cerita-cerita apalagi dianggap Musa sebagai penulisnya. Mereka penulis kitab Imamat ini adalah penulis yang mengingat masa lalu dan menyampaikan hal-hal pokok dari tradisi, sebagai dasar untuk membangun kembali jati diri umat Allah tanpa pernah bisa kita ketahui. Suatu hal yang sangat sulit dan bahkan mustahil bagi penulis kitab Imamat ini adalah orang tunggal, untuk mampu mengingat jumlah atas daftar diatas. Dalam 1:4-19, terdapat ketidakjelasan narasi, apakah nama para pemimpin suku berasal dari zaman dulu atau mereka adalah nama para pemimpin pada zaman sesudah pembuangan. Karena sebagian nama-nama, muncul kembali dalam 1Taw. 6:12, 7:26,12:3 dan 10,15:24,24:6 serta 2Taw. 11:18,17:8,35:9

Tanggapan JJ
Perlu diketahui proses penulisan Taurat berlangsung cukup lama, bisa mencapai sekitar 40 tahun saat Musa bersama bangsa Israel di padang gurun. Dalam Babylon Talmud, disebutkan tentang proses pencatatan Taurat, beberapa kisah dicatat terpisah (small scroll) dalam kurun waktu tersebut, kemudian disatukan dalam satu tulisan oleh Musa dibantu Yosua. Dalam proses pencatatan ini Musa dibantu oleh abdinya Yosua yang juga bisa menulis. Yosua melengkapi bagian penutup Taurat dengan menambahkan kisah kematian Musa. Maka dalam kurun waktu yang cukup panjang tersebut, detail angka bisa diingat & dicatat, bahkan bisa langsung diverifikasi saat itu oleh Musa. 

Masalah lain seperti tentang Bileam, ketidakjelasan dosa dan lain-lain, saya kira perlu pembahasan tersendiri. Mengenai penyebutan Keni dan keterangan geografis lainnya, beberapa nama tempat atau bangsa dalam Alkitab semula tidak diketahui pembandingnya namun seiring perkembangan arkeologi akhirnya terkonfirmasi keberadaannya. Sebagai contoh tentang bangsa Het, dahulu para liberal scholar mempertanyakannya karena tdak ada catatan dalam dokumen kuno lainnya. Tetapi akhirnya ditemukan inskripsi yang menyebutkan tentang bangsa Het tersebut. Mengenai adanya kesamaan nama-nama orang dalam Taurat dan kitab sesudahnya, juga bukanlah masalah, karena penyebutan nama-nama yang sama untuk pribadi yang berbeda adalah hal yang lumrah.

Klaim FR
5. KITAB ULANGAN. Kitab Ulangan merupakan salah satu kitab yang paling penting dan berpengaruh diantara kitab-kitab Ibrani lainnya. Kitab ini menyajikan pandangan teologis yang mempengaruhi Nabi-nabi terdahulu (Yosua,Hakim-hakim,Samuel dan Raja-raja), yang dikenal dengan Deuteronomis Israel (kata ini dipakai untuk mencakup tulisan PL yang ada hubungannya dengan Kitab Ulangan). Kelompok Deuteronomis bukanlah sejarawan, mereka menyimpan, meneruskan, dan menafsirkan kembali tradisi kuno, serta menyajikan kepada umat Israel pedoman bagi masa depan mereka pada waktu masa depan sangat diragukan. Siapakah kaum deuteronomis? Dari kalangan manakah mereka berasal? Banyak jawaban atas pertanyaan tersebut, seperti : - Para Nabi. Dianggap bertanggung jawab atas kitab ini, karena pada suatu saat segala sesuatu dari Alkitab Ibrani yang bercirikan etik dan teologis dianggap berasal dari lingkungan para Nabi. Meskipun, Kitab Ulangan ini tidaklah memperlakukan para Nabi dengan baik (18:9-22). - Khotbah para Lewi. Sebenarnya tidak ada contoh khotbaj Lewi, maka tidak mungkin mengatakan bahwa Kitab Ulangan adalah hasil dari kegiatan semacam itu. Walaupun kitab ini secara konsisten, menggambarkan kaum Lewi sebagai objek dari belas kasihan, suatu potret diri yang tidak baikm - Para Bijak Israel. Tetapi mereka tidak pernah muncul, dalam kitab yang mengandaikan bahwa merekalah yang menyusun dan menerbitkan kitab ini bagi Israel sebagai pola hidup mereka. - Para Penatua Di Israel. Mereka adalah pemimpin masyarakat yang menjadi pengelola tradisional atas peraturan-peraturan yang terdapat dalam Ulangan. Seperti halnya kitab lain, kitab Ulangan mengalami berbagai masalah pada narasinya, misalnya : adanya sisipan pada 10:6-9, adanya pertentangan ayat 24:16 dengan 5:9

Tanggapan JJ
Tidak ada point argumentasi signifikan dari uraian di atas, hanya berupa statement dan kesimpulan yang tidak didukung argumentasi dan bukti yang kuat. Masalah “sisipan” dan "kontradiksi" ayat ini perlu dibahas tersendiri. Karena titik berat kajian ini seputar kajian sejarah dikolaborasi dengan data internal dalam Alkitab serta data extrabiblikal seperti referensi dari inskripsi kuno. FR hanya sekedar menyalin pendapat para liberal scholar tersebut. Kitab Ulangan sifatnya berupa ringkasan atau pengulangan point-point yang terdapat dalam kitab-kitab sebelumnnya dan menunjukan sebuah kesatuan yang utuh dengan kitab-kitab sebelumnya.

Klaim FR
Jika Musa adalah penulis pentateukh, yang dalam penulisannya mendapatkan bimbingan dari Tuhan, maka yang perlu kita perhatikan dan menjadi acuan dasarnya adalah kita tidak akan menemukan adanya kontradiksi dan sisipan atas apa yang ditulis oleh Musa. Sebab mustahil bagi seorang Nabi seperti Musa, menuliskan berbagai keterangan di dalamnya (yang didapat atas bimbingan Tuhan), tetapi pada narasi yang ada, kenyataannya terdapat kontradiksi dan sisipan. Dan jika didalam Pentateukh terdapat berbagai kontradiksi dan sisipan yang diakui oleh para penafsir Alkitab, apakah layak jika Pentateukh tersebut ditulis oleh Musa, yang sejatinya dalam tindak tanduknya selalu mendapatkan bimbingan dari Tuhan-nya ?

Tanggapan JJ
Munculnya anggapan adanya "kontradiksi" dan "sisipan" lebih banyak didasarkan karena ketidakmengertian konteks dari teks-teks tersebut, serta tidak memahami gaya sastra dalam penulisan Alkitab. Dalam Quran pun banyak ditemukan teks-teks yang juga diduga kontradiksi & ayat-ayat yang tidak masuk akal, tentu para apologet Islam akan mencoba menjawabnya. Apakah dengan adanya "kontradiksi" seperti ini lalu serta merta bisa disimpulkan bahwa kitab tersebut tidak asli lagi? Saya telah memberi jawaban ringkas terhadap beberapa teks yang dianggap kontradiksi dan sisipan oleh FR, hal ini menunjukan bahwa masalah ini bukanlah hal signifikan untuk membuktikan Musa bukan penulis Taurat. Justru dari kajian komprehensif menunjukan sebaliknya bahwa Musa-lah penulis Taurat.

Penutup
Bukti-bukti bahwa Musa sebagai penulis Taurat, telah disebutkan dalam Taurat sendiri dan kitab-kitab selanjutnya seperti kitab Yosua, Raja-raja, Tawarikh, Ezra, Nehemia & Daniel. Serta diteguhkan kembali oleh Yesus sebagaimana tercatat dalam Injil dan pernyataan para rasul. Demikian pula melalui oral tradition bangsa Yahudi yang kemudian dikompilasi ke dalam Misnah & Gemarah (Talmud), Midrah serta penulis Yahudi kuno Joshepus & Philo, semuanya menyebutkan Musa sebagai penulis Taurat. Demikian pula dengan bukti eksternal, dimana Taurat berisi berbagai detail seperti data geografis, kondisi alam, jenis binatang dan sebagainya yang bersesuai dengan konteks Mesir & semenanjung Sinai pada masa Musa sebagaimana hasil kajian arkeologi. Jika diuraikan semuanya, akan menghasilkan uraian yang sangat panjang.

Sebelum saya menutup tulisan ini, saya perlu mengajukan 3 (tiga) tantangan untuk FR:
1. Silahkan tunjukan bukti manuscript berupa codex atau fragment/papyrus untuk eksistensi para penulis JEDP tersebut, seperti manuscript J, Manuscript E dll
2. Silahkan ajukan referensi dari dokumen extrabiblikal seperti Talmud, Joshepus, Philo dll yang menyebut eksistensi tentang penulis Elohist, penulis Yahwist dll
3. Jika Taurat saat ini bukan ditulis oleh Musa tetapi oleh penulis JEDP tersebut, maka silahkan tunjukan manuscript Taurat yang asli yang diberikan kepada Musa sebagaimana dinyatakan oleh Quran.

Shallom..
Share:

Siapa Penulis Taurat?


Seorang polemikus Islam bernama Fach Rudin mempersoalkan masalah penulisan Taurat (Pentateuch) dengan menyebutkan ada empat penulis dalam penyusunan Pentateuch dengan kode Y (Yahwis), E (Elohis ), P (Priestly/Imam) dan D (Deuteronomis). Pernyataan ini merupakan produk pemikiran liberal scholar & bukanlah hal asing bagi mereka yang berkecimpung dalam studi biblika. Pendapat ini dikenal dengan nama teori JEDP yang merupakan bagian dari Documentary Hypothesis yang intinya menolak Musa sebagai penulis Taurat.
Herannya polemikus Islam yang merujuk teori ini untuk menyerang Alkitab, sebenarnya ikut menyerang Quran itu sendiri, bukankah dalam Quran disebutkan Taurat diberikan kepada Musa? Jika Taurat yang terdapat dalam PL di kekristenan atau Tanakh di Yudaisme bukan ditulis oleh Musa melainkan empat penulis lainnyat (JEDP), lalu dimana yang asli yang diberikan kepada Musa sesuai pernyatan Quran? Adakah manuscript PL/Tanakh yang mendukung posisi Islam tentang Taurat asli versi Islam tersebut?
Dengan merujuk pada satu dua referensi yang menyebut teori JEDP ini, polemikus itu mengklaim sebagai pendapat para sarjana Alkitab. Padahal posisi itu hanya dipegang sebagian sarjana yaitu Liberal Scholars yang menolak otentitas Bible dengan beragam analisis kritisnya yang pada prinsipnya paradigma berpikirnya anti supranatural (adikodrati). Namun ada banyak scholar menolak pendapat ini dan seiring semakin banyaknya penemuan-penemuan arkeologi, beberapa preposisi utama yang mendasari teori JEDP semakin lemah & runtuh. Demikian pula dalam kajian sastra yang cermat justru menunjukan adanya sebuah kesatuan tematik & linguistik yang merujuk kepada penulis tunggal, sebagaimana ditulis oleh Kikawada & Quin dalam bukunya "Before Abraham Was",1985 dan tulisan Rendsburg, The Redaction of Genesis, Eisenbrauns: 1986. So.. teori JEDP sudah mulai out of date, polemikus Islam tersebut hanya sekedar latah berbekal pada satu dua buku yang sesuai dengan harapannya yaitu dapat digunakan untuk menyerang otentitas Bible.

Teori JEDP bermula dari ide Jean Astruc 1753 tentang adanya dua penulis berbeda mengenai kisah penciptaan. Dalam pasal 1 disebut sebagai E (Elohist) karena penggunaan nama ilahi Elohim dan pd pasal 2 disebut sebagai Y (Yahwist) karena digunakan kata YHWH (Yahweh). Masalah perbedaan pasal 1 & 2 ini akan saya ulas tersendiri. Selanjutnya J.G. Eichorn mengembangkannya ke pasal-pasal berikutnya mengenai teori dua sumber ini Yahwist & Elohist. Kemudian di akhir abad 19 teori ini dilengkapi Graf-Wellhausen menjadi teori JEDP.

Beberapa point dari teori JEDP ini diantaranya: tulisan dalam Taurat nanti muncul belakangan setelah era Daud & Salomo oleh penulis J, E,D dan sekelompok imam yang diberi kode P (priestly code) dan belum adanya budaya penulisan pada masa Musa. Mereka beranggapan Israel merupakan sebuah persemakmuran kumpulan dari beberapa suku, kemudian setelah beberapa abad mulai mengarang kisah-kisah imajinasi religius mereka yang merupakan gabungan dari empat tulisan berbeda.

Namun data arkeologi mulai ditemukan pada akhir abad 19 dan semakin banyak di abad 20, telah menghancurkan point utama mereka. Penemuan inskripsi kuno Tell el-Amarna berupa lempengan-lempengan tanah liat, tertanggal sekitar tahun 1420 s3 1380 SM sezaman dengan Musa & Yosua, telah membuktikan bahwa pada masa Musa telah dikenal budaya tulisan. Demikian juga penemuan inskripsi kuno dari Serabit el-Khadim di Sinai, menunjukan inskripsi berupa simbol alfabetis mirip hieroglif Mesir yang ditulis dalam dialek Kanaan yang sangat mirip dengan bahasa Ibrani. Serta penemuan pada Situs Ras Syamra yang berisi log atau lempengan yang ditulis sekitar tahun 1400 SM. Semua penemuan ini telah membuktikan bahwa budaya penulisan telah ada pada masa Musa.

Sebagaimana kita ketahui Musa hidup di istana Firaun sebagai anak angkat Firaun, maka Musa tentu mendapatkan pendidikan terbaik pada masanya. Kis 7:22 "Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya". Apalagi Mesir telah dikenal memiliki peradaban tua seperti ditunjukkan dengan bangunan Pyramid. Kisah nenek moyang bangsa Israel bisa diketahui Musa dari sesama bangsanya melalui oral tradition. Sudah tentu semuanya itu dalam pengilhaman Allah.

Jika dicermati beberapa detail geografis dalam Taurat dan dibandingkan dengan data kuno lainnya, terdapat kesesuaian yang tinggi,  menunjukan bahwa Taurat bukan produk abad-abad belakangan. Seperti tentang iklim dan cuaca khas Mesir bukan Palestina, tanaman & binatang yang disebutkan dalam kitab Keluaran sampai Ulangan umumnya khas Mesir & semenanjung Sinai, suasana latar belakang padang gurun dan masih banyak data lainnya. Data ini semakin membuktikan bahwa Taurat jelas ditulis Musa bukan empat penulis sebagaimana diklaim oleh polemikus Islam tersebut. Para bible scholar & arkeolog telah mengkaji hal ini secara cermat seperti Kenneth Kitchen, James Hoffmeier dll.

Dalam Taurat sendiri dengan jelas disebutkan beberapa ayat bahwa Musa sebagai penulisnya, salah satunya, Kel 24:4 "Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu". Demikian juga disebutkan dalam kitab lainnya di PL seperti 1 Raj 2:3, Ezra 6:18, Daniel 9:11-13 dll. Bahkan yang terpenting, Yesus sendiri meneguhkan bahwa Musa yang menulis Taurat, Yoh 7:19 Bukankah Musa yang telah memberikan hukum Taurat kepadamu?... So.. semua menunjukan bukti kuat bahwa Musa penulis Taurat bukan empat penulis JEDP tersebut.

Terakhir tentang perbedaan penggunaan kata Elohim & Yahweh, ini juga merupakan pola yang umum di dunia sastra kuno dalam penggunaan beberapa nama yang merujuk pada satu pribadi, seperti di Yunani: Zeus memiliki nama lain Kronion & Olympus, Athena=Pallas, Apollo=Phoebus=Pythius, di Mesir: Osiris=Wennefer=Nebadbu dan masih banyak contoh lainnya. Dalam Taurat, kata Elohim lebih menunjukan pada Common Noun sebagai pencipta langit & bumi, sedangkan YHWH lebih personal berkaitan dgn pernyataan & hubungan dengan umatNya. Bahkan di beberapa ayat digunakan kombinasi Elohim & YHWH, kalau kombinasi seperti ini, ayat tersebut ditulis oleh Yahwist atau Elohist? :-)

Kajian lebih detail tentang masalah ini bisa sangat panjang, namun point-point yg sifatnya summary ini, saya kira sudah cukup membantah tudingan polemikus Islam tersebut. Dari berbagai bukti yang ada, Taurat atau Pentateuch jelas ditulis oleh Musa dan bukannya empat penulis JEDP. Jika Taurat yg ada dalam PL/Tanakh ini dianggap palsu oleh pihak Islam, lalu dimana aslinya? Atau silahkan tunjukan manuscript PL/Tanakh yg dianggap sesuai dgn konsep Taurat versi Islam. Kajian manuscript ini dikenal dgn nama Textual Criticism, salah satu scholar yang disegani di bidang ini untuk PL/Tanakh yaitu Emmanuel Tov. Namun sampai saat ini, tidak ada satupun kajian scholar yang mendukung posisi Islam malah sebaliknya misalnya narasi kisah Abraham dalam Dead Sea Scroll tertulis jelas Ishak yang akan dikorbankan bukan Ismael.
Share:

Strawman Fallacy: False Trinity - Bapa, Anak & Maria

Pihak Islam mengklaim sebagai agama yang meluruskan agama sebelumnya yaitu kekristenan yang dianggapnya telah tersesat. Dasar utamanya pada ajaran tentang keesaan Allah (Tauhid) yang di kekristenan dianggap telah menyimpang dengan adanya ajaran Trinity. Koreksi terhadap ajaran Trinity bahkan tercatat dalam Quran pada beberapa ayat, termasuk koreksi tentang ajaran Yesus sebagai Anak Allah. Artikel ini membahas koreksi Quran tersebut dan dimaksudkan sebagai pembelaan (apologia) dari pihak kekristenan.
Share:

Yesus Anak Allah secara Biologis?

Polemikus Muslim bernama Arda Chandra telah menulis artikel berjudul Kehamilan Perawan Maria versi Alkitab dan Alquran https://answeringkristen.wordpress.com/kehamilan-perawan-maria-versi-alkitab-dan-al-qur%E2%80%99an/. Polemikus tersebut mencoba membuktikan dari Bible bahwa penyebutan Yesus sebagai Anak Allah memang benar dalam pengertian anak secara biologis/fisik yaitu dalam konteks kehamilan Maria yang dianggap telah "dihamili" Allah. Benarkah tafsiran demikian? kita akan mengujinya secara cermat dengan mengeksesis ayat-ayat yg digunakan serta melihat konteks penyebutan Anak Allah tersebut. 
Share: