Menachem Ali secara sistematis terus mengulas kekristenan dan temanya saat ini seputaran kanonisasi Alkitab. Sambil mengkritisi kanonisasi Alkitab, dia mencoba memberi perbandingan dengan kanonisasi Quran dan output kesimpulannya bahwa kanonisai Quran lebih superior dibanding Alkitab. Saya telah menulis beberapa postingan FB berkaitan ini dan semoga bisa berlanjut dalam tulisan berseri berikutnya seputar kanonisasi Alkitab. Pada tulisan ini saya akan memberi tanggapan secara ringkas atas video Menachem Ali berjudul Deuterokanonika: Kitab Perjanjian Baru yang Disembunyikan (Apokrif).
Menachem Ali mengawalinya dengan menguraikan proses kanonisasi Quran yang menurutnya sudah final & rampung sejak abad pertama hijrah di era Usman bin Affan. Masalah perbedaan dengan mushaf Mas'ud, Ubay dll hanyalah masalah urutan surah, istilah yang dia gunakan tertib surah. Perbedaan lain hanya sekedar perbedaan bacaan (qiraat). Kemudian dia membandingkan dengan kanonisasi Alkitab yang menurutnya sejak abad 1 sd abad 21 belum juga selesai dan masih terus diperdebatkan. Dia merujuk pada kitab deuterokanonika dalam PL menurut Katolik & Kristen Ortodoks dan dianggap apokrif oleh Kristen Protestan. Kemudian dengan PB dia juga menyebut tentang kitab deuterokanonika yaitu kitab-kitab yang ditolak Marten Luther seperti kitab Ibrani, Yakobus dll. Ali juga menyinggung masalah manuscript dengan membandingkan manuscript Birmingham versus papyrus P52 fragmen injil Yohanes (Footnote 1), untuk point terakhir ini akan dibahas di tulisan lain.Sekilas bagi audens umum penyajian argumentasi Ali terkesan powerfull & akademik, tidak heran banyak mendapat apresiasi. Namun jika memahami konteks persoalan secara komprehensif akan terlihat argumentasi itu kurang kuat dan tidak substansial khususnya jika itu diletakan dalam bingkai relasi teologis apologetis Kristen Islam.
Pertama-tama mari kita lihat perbandingan apple to apple antara Bible & Quran berkaitan dengan isi kitab, kita bandingkan dulu dengan Perjanjian Baru dengan Quran. Menurut Islam, Quran adalah wahyu Allah yaitu berbagai sabda Allah yang diterima Muhammad melalui malaikat Jibril, kemudian wahyu itu disampaikan ke para sahabatnya yang mencatat dan mengingatnya. Namun hal ini berbeda dengan Perjanjian Baru, karena tidak ada model "wahyu" seperti itu. Yesus tidak pernah dicatat bahwa Dia menerima wahyu Allah melalui perantaran malaikat. Pola dalam Injil ini juga berbeda dengan nabi-nabi dalam PL yang menerima wahyu melalui mimpi, penglihatan dll (Ibr 1:1-2). Dalam PB khususnya injil, wahyu atau firman itu sudah menjadi manusia (Yoh 1:1,14) yaitu Yesus maka apa yang diajarkan Yesus itu bisa disejajarkan dengan wahyu Allah yang diterima Muhammad melalui Jibril.
Pihak polemikus dengan asumsi kitab injil itu seperti Quran, beranggapan "nabi Isa" (Yesus) seharusnya juga menerima wahyu dari Allah. Namun masalahnya tidak ada data berupa kitab atau manuscript yang mendukung pemahaman itu. Bahkan dalam berbagai injil apokrif tidak ada pola seperti itu bahwa Yesus menerima wahyu dari Allah melalui perantara malaikat. Dalam kesarjanaan modern dikenal istilah Q (Quelle) berupa kumpulan perkataan Yesus yang biasa dikaitkan dengan kitab Markus sebagai dua sumber utama penulisan kitab Matius & Lukas (Two Document Hypothesis). Keberadaan Q apakah berupa oral atau written tradition sifatnya hipotesis (Footnote 2) dan debatable (Footnote 3), beberapa scholar seperti Mark Goodacre (Footnote 4) menolak eksistensinya. Nah Q itupun juga tidak compatible dengan konsep pewahyuan menurut polemikus muslim karena dalam Q tidak ada petunjuk bahwa Yesus menerima wahyu tetapi justru hanya berupa perkataan Yesus langsung. Dengan kata lain ektsistensi "injil asli" menurut perspektif muslim sampai saat ini tidak bisa dibuktikan keberadaannya.
Dengan demikian menurut isi kitab perbandingan yang apple to apple itu Injil kanonik dibandingkan dengan Quran. Malah jika lebih detail yaitu semua perkataan dan pengajaran Yesus berbanding dengan Quran yang berisi wahyu atau pengajaran dari Allah. Karena dalam Injil kanonik terdapat narasi sejarah sebagai konteks historis setiap perkataan Yesus, sedangkan dalam Quran sangat sedikit narasi sejarahnya. Makanya dalam Islam dikenal istilah asbabun nuzul ilmu tentang latar belakang dan sebab-sebab turunnya ayat yg sumbernya banyak mengambil dari hadith, kitab tarikh dan tafsir Islam klasik.
Sekarang kita lihat relevansinya dengan proses kanonisasi. Dalam kekristenan, Perjanjian Baru sebagai kitab suci selain injil kanonik yang berisi kisah & pengajaran Yesus juga terdapat kisah para rasul dan jemaat mula-mula, surat-surat para rasul seperti Paulus, Petrus, Yohanes, Yakobus serta kitab Wahyu sebagai kitab apokaliptik. Kesemuanya itu masuk dalam kanon PB. Waktu penulisan dari kitab-kitab ini mayoritas sholars menempatkannya di abad pertama, bahkan liberal scholar seperti A.T. Robinson setelah mempelajari berbagai manuscript menempatkan waktu penulisannya sebelum tahun 70M (Footnote 5).
Menachem Ali membanggakan status kanonisasi Quran yang menurutnya sudah selesai sejak abad pertama Hijrah pada era khalifah Usman bin Affan. Namun sepertinya agak berbeda dengan Mun'im Sirry sebagaimana disampaikan dalam status FBnya berkaitan dengan pembahasannya tentang mushaf Mas'ud. Bagaimana dengan hadith yang jadi sumber utama memahami konteks ayat-ayat Quran, yang nanti dikompilasi oleh Bukhari dll 200an tahun kemudian?. Bahkan sampai saat ini kalangan shiah menolak hadith-hadith yang dianggap sahih oleh kalangan Sunni. Jika kita bandingkan dengan Perjanjian Baru, beberapa kitab yang diperdebatkan dalam PB (7 kitab) bisa disejajarkan dengan hadith yang berisi pendapat para sahabat sama seperti tulisan atau pendapat Petrus dalam surat Petrus.
Menachem Ali mengambil point Martin Luther yang mempertanyakan beberapa kitab dalam PB ini, namun pada kenyataan kalangan protestan juga mengakuinya. Sehingga praktis kanon PB telah diterima secara universal oleh Katolik, Ortodoks dan Protestan. Untuk masalah deuterokanonika PL akan dibahas tersendiri, pointnya pembahasan ini sifatnya diskusi internal dalam kekristenan, namun karena Ali mengangkatnya dalam konteks apologetik Islam terhadap Kristen, maka kita perlu melihat relevansi pembahasan deuterokanonika dengan dialog Kristen Islam. Dan ternyatanya tidak punya relevansi yang signifikan. Referensi tentang kemesiasan Yesus serta kesinambungan dari PL ke PB masih tetap eksis dalam kitab-kitab di luar deuterokanonika. Bahkan tidak ada point dalam deuterokanonika untuk pembenaran terhadap konsep teologis Islam oleh polemikus Islam sebagai agama yang meluruskan ajaran Kristen & Yudaisme, konsep Israel digantikan Arab atau nubuatan atas Muhamamad & Islam.
Sekarang kita lihat perbandingan lain antara Injil kanonik dan Quran. Ketiga injil sinoptik Matius, Markus & Lukas banyak menulis narasi sejarah kisah Yesus dibanding Injil Yohanes yang sifatnya pelengkap untuk data sejarah dan lebih fokus pada pengajaran Yesus. Ketiga injil sinoptik ini bisa disejajarkan dengan mushaf Uthmani, mushaf Mas'ud, Mushaf Ubay bin Kaab dll. Namun bedanya dalam kekristenan tidak ada upaya penyeragaman untuk menetapkan satu kitab standard tetapi membiarkan apa adanya keberadaan kitab-kitab itu sejak abad pertama. Jika kita melihat daftar kitab PB menurut bapa-bapa gereja seperti Athanasius dll juga konsili-konsili seperti konsili Laodekia, Hippo, Kartago dll, semuanya menyebutkan keempat injil kanonik. Memang ada yang hanya memilih satu kitab saja yaitu kitab Lukas tetapi dilakukan oleh bidat Marcion karena alasan teologis sesuai dengan ajaran bidatnya.
Berbeda dengan Islam yang menyeragamkan dan menetapkan Quran standard yaitu mushaf uthmami dan membakar mushaf-mushaf lainnya. Menachem Ali mencoba menyederhanakan persoalan ini, bahwa standardisasi hanya demi tertib surah. Perbedaan dengan mushaf Uthmani hanya masalah urutan surah dan perbedaan bacaan (qiraat) katanya. Saya kira ini masalah internal Islam, dan diantara sarjana Islam itu sendiri terutama dari sarjana Islam modern cukup banyak yang berbeda pendapat dengan Ali. Saya kembali menyebut Mun'im Sirry yang kebetulan status FBnya beberapa hari ini membahas kanonisasi Quran & mushaf Mas'ud. Data yang ditunjukan Mun'im Sirry bahwa Mas'ud menolak standardisasi Quran yang dipimpin Zaid bin tsabit dan dia juga menolak menyerahkan mushafnya untuk dibakar. Data lainnya masih ada penggunaan mushaf Mas'ud pasca era Uthman. Jawaban standard apologetik Islam bahwa Mas'ud berikutnya disebutkan telah menerima mushaf Uthmani, sudah tentu datanya perlu dicross check kembali. Silahkan rekan-rekan melihat langsung tulisan Sirry di FBnya atau membaca buku-bukunya (Footnote 6) yang cukup detail membahas hal ini. Selain Sirry, buku Taufik Adnan Amal berjudul Rekonstruksi Sejarah Al-Quran menarik juga dipelajari (Footnote 7).
Jika dalam Islam, ada otoritas tunggal yang berpengaruh dalam proses kanonisasi yaitu kalifah Utman bin Affan dan berlanjut di era dinasti Umayah kalifah Abdul Malik bin Marwan dan gubernur Hajjaj bin Yusuf yg sangat keras melarang penggunaan mushad Mas'ud. Berbeda dengan dengan kekristenan awal, tidak ada otoritas tunggal yang melakukan standarisasi injil misalnya menetapkan injil Lukas sebagai injil standard.
Pola kepemipinan geraja awalnya berpusat pada kepimpinan para rasul di Yerusalem, seiring waktu di kota-kota yang banyak Kristen muncul para penatua atau presbiter yang dipimpin seorang uskup, seperti uskup Alexandria, uskup Roma, uskup Yerusalem dll (Footnote 8.). Di gereja bagian barat kepemimpinan mulai terpusat ke Roma yang kemudian dikenal sebagai Katolik Roma sedangkan di timur cenderung lebih independen satu sama lain yang kemudian disebut sebagai kristen Ortodoks. Jika masalah ketuhanan Yesus diteguhkan dalam konsili am & oikumenes melalui formula pengakuan iman yang meneguhkan apa yang telah dimani gereja sejak awal lahirnya kekristenan. Masalah kanon PB lebih banyak dibahas dalam konsili-konsili lokal seperti konsili Laodekia, Hippo, Kartago dan termasuk daftar kitab yang disusun oleh bapa-bapa gereja seperti Athanasius dll. Namun semua sepakat menerima keempat injil kanonik dan kitab-kitab lain kecuali ketujuh kitab lainnya yg diperdebatkan, namun pada pada akhirnya semua ke-27 kitab PB diterima semua gereja termasuk kemudian oleh Protestan. Pointnya jelas tidak ada upaya untuk standarisasi atau memilih satu kitab injil, karena memang tidak ada alasan dan tidak ada yg perlu ditakuti. Adapun perbedaan dalam kitab kanonik bukanlah hal substansi karena inti ajaran dan sejarah (historical core) tetap sama. Berbeda dengan injil apokrif yang ditolak gereja karena bapa-bapa gereja secara mayoritas telah mengetahui kitab-kitab apokrif itu nanti ditulis belakangan di abad kedua dst. Kitab-kitab apokrif itu tidak dibakar dan masih eksis sampai saat ini, terutama sejak penemuan di Nag Hammadi.
Ok saya kira ini dulu catatan ringkasnya menanggapi video Menachem Ali. Untuk pembahasan yang lebih spesifik akan dilanjutkan dalam status FB berikutnya dan untuk kajian yang lebih detail & teknis akan dituliskan dalam Blog dan jika ada kesempatan disajikan lewat video zoom/youtube.
Footnote:
(1). ".. The critical significance of p52, which preserves only a fragment of John 18, lies in the date of 'about 125' assigned to it by the leading papyrologists. Although 'about 125' allows for leeway of about twenty-five years on either side, the consensus has come in recent years to regard 125 as representing the later limit, so that p52 must have been copied very soon after the Gospel of John was itself written in the early 90's A.D. (with the recent discovery of p90 another second century fragment of the Gospel of John is now known). It provides a critical witness to the quality of the New Testament textual tradition, further confirming it by exhibiting a 'normal text', i.e., attesting the text of today (that of Nestle-Aland26 and GNT3)." The Text of the New Testament, Aland and Aland, Eerdmans/EJ Brill: 1989 (2nd ed)
(2). ".. It is necessary to insist that Q is simply a hypothetical document; its claim to have existed rests on its being the best hypothesis to explain the fact that there is much material to be found in these two Gospels [Matthew, Luke] which shows so close a resemblance of wording (sometimes amounting to complete identity) that it must have been derived by both of them from a common written source, or at least an oral source which was regarded as authoritative and memorized by Christian teachers". Ralph P. Martin, New Testament Foundations: A Guide for Christian Students--Vol.1: The Four Gospels, Eerdmans: 1975, p147
(3). "..Criticism of the two-document hypothess ) has centered on the alleged priority of Mark and several objections to the hypothethical source Q. (1) Q has never been shown to be one document, and (2) its character and limits are difficult if not impossible to establish. (3) It is, some charge, an unncesessary assumption since the synoptic problem can be resolved without invoking such a hypothethical source. The last objection was supported inter alia by A. Farrar and, together with an attack on Marcan priority, by B.C. Butler. In recent years it has been pursued persistently by a "task force" of a considerable number of scholars made up largely but not altogether of advocates of a new Griesbach hypothesis..". Peter Stuhlmacher, ed. The Gospel and the Gospels, Eerdmans: 1991, p35
(4), Mark Goodacre, The Case Against Q: Studies in Markan Priority and the Synoptic Problem, Harrisburg, PA: Trinity Press International, 2002
(5). John A. T. Robinson, Redating the New Testament, SCM Press, 1976
(6). Mun'im Sirry, Kontroversi Islam Awal: ; Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis , Mizan, 2015 dan Mun'im Sirry, Rekonstruksi Islam Historis, Suka Pres, Yoqyakarta, 2021
(7). Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, alvabet, 2005
(8.). Transisi kepemimpinan gereja awal dari gereja rasuli di Yerusalem ke kota-kota yang dipimpin oleh uskup atau pola pelayanan rangka tiga: uskup, presbiter dan diaken, kita lihat datanya dalam tulisan Ignatius uskup Antiokhia dan Ireneus yang membuat daftar pemimpin-pemimpin gereja pada masa itu. Uraian ini dijelaskan dalam buku Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, BPK Gunung Mulia, 2007. hal 6-10.
Referensi:
- Bruce Metzger, The Canon of the New Testament. Oxford: Clarendon, 1987
- Michael J. Kruger, Canon Revisited: Establishing the Origins and Authority of the New Testament Books, Crossway, 2012
- Roger T. Beckwith, The Old Testament Canon of the New Testament Church and Its Background in Early Judaism (Grand Rapids, MI: Wipf & Stock Publishers, 1986
- Harris, R. Laird. Inspiration and Canonicity of the Scriptures. Greenville, SC, 1995
- Lee M. McDonald, The Formation of the Christian Biblical Canon. Peabody: Hendrickson, 1995.
- Arthur Patzia. The Making of the New Testament. Downers Grove: IVP, 1995.
- Cyril C. Richardson (ed.). Early Christian Fathers, Macmillan:1970
- Schaff, Philip, History of the Christian Church,Volume I: Apostolic Christianity, A.D. 1-100, CCEL, Wheaton College
- Charlesworth, James H., The Old Testament Pseudepigrapha & the New Testament: Prolegomena for the Study of Christian Origins, Trinity Press International, Harrisburg, 1985
- Jakov Van Bruggen, Siapa Yang Membuat Alkitab?, Momentum, 2013 terjemahan dari Wie Maakt de Bijbel, Kampen Netherlands
- F.F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia, 2003 terjemahan dari The New Testament Documents, InterVarsity Fellowship
- Ralph P. Martin, New Testament Foundations: A Guide for Christian Students--Vol.1: The Four Gospels, Eerdmans: 1975
- Peter Stuhlmacher, ed. The Gospel and the Gospels, Eerdmans: 1991
- John A. T. Robinson, Redating the New Testament, SCM Press, 1976.
- Mark Goodacre, The Case Against Q: Studies in Markan Priority and the Synoptic Problem, Harrisburg, PA: Trinity Press International, 2002
- Strobel, Lee, Pembuktian Kebenaran Iman Kristiani, Gospel Press, Batam, 2005, terjemahan dari The Case for Faith, Zondervan, Grand Rapids
- Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, BPK Gunung Mulia, 2007
- Paulus Daun, Bidat dari Masa ke Masa, Yayasan Daun Family, 2007
- Gerhard Nehls & Walter Eric, The Islamic-Christian Controversy, Life Challenge Africa, Nairobi, Kenya, 1996
- Gilchrist John, Facing the Muslim Challenge : A Handbook of Christian-Muslim Apologetics, Life Challenge, Cape Town, South Africa, 2002
- Gilchrist, John, The Textual History of The Qur’an and The Bible, Light of Life, Austria, 1996
- Campbell, W.F, The Quran and the Bible in the light of History and Science, Middle East Resources
- Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, alvabet, 2005
- Mun'im Sirry, Kontroversi Islam Awal: ; Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis , Mizan, 2015
- Mun'im Sirry, Rekonstruksi Islam Historis, Suka Pres, Yoqyakarta, 2021