Menjawab Klaim: Bible pun tidak "selevel" Hadits

Tulisan ini merupakan tanggapan atas pernyataan seorang muslim bernama Elia Hanafi di Facebook tahun 2019. Beliau mencoba menilai Bible dari perspektif teologi Islam dengan membandingkannya dengan Hadits. Elia menyajikan keunggulan Hadits berdasarkan jalur periwayatannya (chain of transmission) yang ketat kemudian menilai Bible dengan standard tersebut. Hasilnya seluruh ayat Bible dianggapnya lemah (dhaif). Jika kita mencermati secara seksama maka kita bisa menemukan kelemahan mendasar dari argumentasinya. Kita akan mengulasnya secara ringkas dan untuk kajian lebih detail dapat berkembang dalam diskusi sub topik yang lebih spesifik.

Berikut kutipan lengkap atas tulisannya yang diberi judul Bible pun tidak "selevel" Hadits:

[[Nash nash yang terdapat pada hadits nabi di pastikan memiliki jalur periwayatan (chain transmision) yang sangat baik yang terconect/tersambung langsung pada "primary source" yaitu nabi muhamad Saw. jika sebuah hadits mendapati jalur riwayat "sanad" yang cacat maka status hadits menjadi lemah "dhaif" dan diantara beberapa "clasificated" antara lain adalah hadits mursal mudallas,mu'alaq. Mu'dhal dan hadits munqhati. Dalam tradisi kekristenan Mungkin saja Tak ada satupun nash yang terdapat di bible atau injil ini memiliki "chain transmision' yang terconect (tersambung) langsung dengan jesus atau"isa". jika saja metode hadits tersebut di pakai untuk "membongkar" injil, maka seluruh ayat bible termasuk dlm kategori dhaif. Semua masuk dalam klasifikasi yang disebut

Munqhati atau jalur nya terputus. Yang kedua Periwayat penulis penulis tsb tidak di ketahui "unknow"(majhul ). yang ketiga ketidakjelasan "sumber" nya (unknow).
Karena, Selain sanad harus tersambung tanpa putus. Nama nama periwayat "rowi" harus lah orang yang sangat terpercya "tsiqah". dan jika dalam nama periwayat ada yang cacat moral maka status berubah menjadi dhaif automaticly.

Saya tak melihat ada satu pun nash dalam injil yang memiliki persyaratan yang di sebuntukan di atas yang tersambung langsung pada jesus "isa. Dan 4 penulis dalam injil mathew mark luk dan jhon SEMUA bukan murid (hawariyun) jesus.
Dan sekali lagi jika kita di telaah singkat pada kaca mata (metode) yang di pakai hadits. Maka jelas injil berstatus "Dhaif" Terputus jalur. yang tulis siapa kita tak pernah tau dan asal usul nya pun tidak jelas. Thanks]]]]
Tulisan Elia Hanafi ini memang terkesan meyakinkan bagi mereka yang tidak paham perbandingan Bible & Hadits termasuk Quran secara komprehensif. Sebelum kita membahas point-pointnya terlebih dahulu kita bahas definisi dari objek yang dibandingkan tersebut.

Dalam sistem teologi Islam, Quran merupakan kumpulan dari firman Allah yang diwahyukan Allah ke Muhammad melalui perantaraan malaikat Jibril. Quran umumnya berisi perkataan Allah secara verbatim (kata demi kata) dan sangat sedikit narasi sejarah yang menyertai perkataan Allah tsb. Adapun narasi tentang kehidupan Muhammad sendiri termasuk peristiwa penerimaan wahyu tercatat dalam hadits. Maka untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat dalam Quran (asbabun nuzul) rujukannya ke hadits.

Dalam PL atau Tanakh (versi Judaism) berbagai perkataan atau firman Allah tercatat dalam kitab yang juga berisi narasi peristiwa hadirnya perkataan Allah itu yang disampaikan melalui para Nabi seperti Musa, Yesaya dll termasuk catan kehidupan para nabi itu sendiri. Berbeda dengan PB khususnya Injil, karena tidak ada catatan firman Allah secara verbatim. Yesus tidak pernah mengatakan beginilah firman Allah "bla.. bla ..." melainkan apa yang dikatakanNya itulah firman Allah tanpa harus lewat perantara seperti para nabi dalam PL (Ibr 1:1-2) karena Dia adalah Firman yang menjadi manusia (Yoh 1:1,14). Dari perspektif Kristen, Yesus tidak diberikan Injil sebagaimana dikatakan Quran (QS Maryam 19:30) dan kata "Injil" yang disampaikan Yesus (Mrk 1:15, Mat 24:14) bukan merujuk pada sebuah kitab (Injil) sebagaimana didalilkan polemikus muslim melainkan berita kabar baik (Euangelion).

Dalam Injil tercatat kehidupan (biografi) Yesus secara kronologis mulai dari kelahiran, awal pelayanan sampai pada kematian, kebangkitan dan kenaikanNya. Model pencatatan secara kronologis seperti ini tidak ada dalam Quran & Hadits2 shahih kecuali dalam kitab Sirah Nabawiyah berupa hadith biografi Muhammad yang ditulis Ibn Ishaq. Adapun kitab lain dalam PB selain Injil kanonik terdiri atas surat-surat para rasul seperti Paulus, Petrus, Yohanes dll. Surat-surat para rasul ini bisa dibandingkan dengan pengajaran atau pendapat para sahabat nabi Muhammad yang tercatat dalam Hadits.

Berdasarkan uriaan ini, perbandingan secara komposisi isi tulisan: Bible PL = Quran plus Hadith; dan Bible PB = Quran plus Hadith Plus Sirah Nabawiyah.

Sekarang kita bahas proses & waktu penulisannya

Setelah berakhirnya perang Yamamah, Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk dilakukan pembukuan (kodifikasi) Quran karena kekhawatirannya banyaknya penghafal Quran yang mati dalam perang. Kemudian ditunjuklah Zaid bin Tsabit untuk melakukan pengumpulan dan pembukuan Quran. Proses itu berlangsung sampai pada masa khalifah Uthman bin Affan dengan satu mushaf Quran yang standard dan berbagai versi Quran tdk standard diperintahkan Uthman untuk dimusnahkan. Waktu penulisan atau kodifikasi dilakukan setelah wafatnya Muhammad di thn 832 dan versi standard yang belum ada tanda bacanya telah ada pada abad ke-7 masih dlm abad yang sama dengan keberadaan Muhammad atau puluhan tahun setelah wafatnya Muhammad.

Namun berbeda dengan Hadith yang dikumpulkan dan ditulis nanti pada abad ke-9 yaitu Bukhari (194/255 H/810/869 M), Muslim (204/261 H/819/875M), Tirmidzi (209/279 H/824/892 M), Nasa’i (214/303 H/829/915 M), Abu Dawud (203/275 H/818/888 M) dan Ibnu Majah (209/295 H/824/908 M). Jarak antara penulisan Hadits dengan masa kehidupan Muhammad sekitar 200an tahun. Masih lebih dekat Sirah Nabawiyah yang ditulis Ibn Ishaq (85/150-159 H 704/761-770 M) yang berada di abad ke-8.

Bagaimana dengan Bible?
Untuk Bible PB yang terdiri atas keempat injil kanonik serta kitab & surat lainnya ditulis pada abad pertama yang jaraknya puluhan tahun sejak kenaikann Yesus ke surga pada sekitar tahun 30an. Dari segi waktu penulisan Bible PB mirip dengan penulisan Quran yaitu ditulis pada saat para saksi mata masih hidup. Menurut catatan sejarah penulis injil kanonik hanya empat orang yang merupakan bagian dari 12 murid Yesus (Matius & Yohanes) dan murid-murid lainnya yaitu Markus berdasarkan Petrus dan Lukas berdasarkan informasi langsung dari para murid & dari kitab sebelumnya (Injil Markus & Matius). Hal ini bisa disejajarkan dengan Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, serta Zaid bin Tsabit dalam pencatatan Quran. Zaid bin Tsabit paling cocok jika disandingkan dengan Lukas karena keduanya melakukan kompilasi atas kitab/musbhaf sebelumnya disamping informasi lain yang didapatkanya.

Namun perbedaannya, dalam kekristenan awal tidak ada otoritas tunggal yang melakukan standarisasi antar kitab2 injil kanonik yang ditulis pd abad ke-1 tsb. Berbeda dengan standarisasi Quran yang dilakukan khafilah Uthman bin Affan yaitu mushaf Quran yang disusun Tsaid bin Tsabit. Sedangkan versi lainnya termasuk mushaf versi Ubay bin Kaab, Abdullah bin Mas'ud dll dimusnahkan. Catatan lengkap berbagai versi Quran yang ada pada masa itu bisa dilihat dalam buku Fihrist yang ditulis sejarawan Arab Al-Nadim. Beberapa kutipan teks dari versi Quran itu tercatat dalam Kitab Al Masahif tulisan Ibn Abi Dawud.

Untuk Bible PB, pada abad awal di beberapa jemaat di berbagai wilayah belum memiliki salinan yang lengkap keempat injil kanonik dan surat2 lainnya dlm PB. Namun seiring waktu proses sirkulasi terjadi sehingga koleksi jemaata & para bapa gereja semakin banyak sebagaimana ditunjukan daftar kitab PB yang telah dikenal bapa2 gereja seperti justin martir, ireneus dll yang umumnya telah mengenal & menerima keempat injil kanonik. Berbagai injil apokrif seperti injil Thomas, injil Petrus dll nanti muncul mulai abad ke-2 s/d 4 yaitu setelah matinya para saksi mata. Para bapa gereja telah mengenal hal ini, sehinggal injil apokrif ini tdk masuk dlm daftar kanon PB. Namun demikian tidak ada perintah untuk memusnahkan injil apokrif ini dan injil2 apokrif ini sampai saat ini salinannya masih ada.

Sekarang kita masuk pada inti pembahasan tentang hadits. Elia Hanafi begitu mengunggulkan sistem periwayatan Hadits melalui Isnad (chain of transmission). Namun setelah kita melihat jarak antara masa hidup Muhammad dengan proses kompilasi dan pembukuan hadith ini yang jaraknya 200an tahun dibandingkan dengan Bible khususnya PB yang hanya puluhan tahun atau pada masa para saksi mata masih hidup, maka point "Isnad" yang diajukan Elia Hanafi menjadi tidak relevan. Point "Isnad" ini mengacu pada Oral Tradition yang juga ada dalam budaya Israel. Namun dlm penulisan injil kanonik dan kitab/surat lainnya ditulis oleh para saksi mata langsung, kecuali Markus berdasarkan kesaksian Petrus dan Lukas dari para murid. Penulisan kitab PB yang mengacu pada Oral Tradition jelas masih dekat dengan lingkaran saksi mata seperti kata Paulus dlm 1 Kor 15 "... telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri...", tidak seperti hadith yang berdasarkan informasi dari a, a dari b, b dari c dst.

Kita analogikan dengan ilustrasi permainan telepon-teleponan, pesan dari pengirim awal bisa berbeda dengan penerima akhir karena terjadi distorsi diantara beberapa orang perantara. Hal ini bisa terjadi dengan hadith buktinya ada begitu banyak hadits yang dikategorikan dhoif. Misalnya hadits shahif Bukhari, dari 600.000 hadist, Bukhari hanya memilih sekitar 2.761 hadits. Demikian juga hadits shahih Muslim hanya 4.000 dari 300.000 dan hadits shahih lainnya. Silahkan dikoreksi kalau datanya keliru. Salah satu indikator hadits shahih yaitu periwatnya yang dpt dipercaya, lalu bagaimana seandainya keterangan ttg profil dr periwayat itu tdk valid atau justru dari data yang sedang dibuktikan keshahihannya, ini menjadi circular reasoning. Selain itu hadith biografi Muhammad oleh Ibn Ishaq yang lebih awal dibanding hadits shahih seperti Bukhari dll, justru dalam detail dipertanyakan dalam hadits-hadist sahih tsb. Bukannya beberapa detail dalam Sirah Nabawiyah itu problematik dengan data sejarah lainnya.

Berdasarkan hal ini maka point Isnad dalam hadith untuk memeriksa shahih tidaknya sebuah hadith dari ribuan detail hadith yang ada, tidak relevan diterapkan ke Bible PB. Karena proses kompilasi Bible PB telah terjadi pada abad pertama oleh para saksi. Kalau begitu apa yang menjadi dasar menyatakan Bible PB yang ditulis pd abad ke-1 itu tetap sama pada abad berikutnya bahkan sampai saat ini? Jawabannya Manuscript PB & tulisan bapa2 gereja! yaitu bertumpu pada written tradition dibanding oral tradition.

Share: