Tulisan sebelumnya "New Testament, Oral/Written & Witnesses" ditutup dengan pertanyaan "apa dasar logisnya, tulisan atau keterangan di abad 6-7 dijadikan "hakim" untuk menilai tulisan yg ditulis para saksi mata di abad pertama?" Jawabannya tergantung sudut pandang polemikus. Pak Leonardo Winarto mengandaikan jawabannya simple: "wahyu", jika jawaban seperti ini maka "case closed" artinya ruang diskusi ilmiah tidak berlanjut.
Namun bagi para polemikus yang mau membuka ruang diskusi lebih lanjut, terdapat beberapa varian pendekatan yang dilakukan mereka. Diantaranya mempersoalkan otentisitas kitab-kitab yg memuat teks-teks yg digunakan misalnya pernyataan Petrus sebagai saksi mata dalam 2 Pet 1:16 diklaim teks itu tdk otentik karena surat 2 Petrus tdk ditulis oleh Petrus. Hal serupa juga berlaku pada injil kanonik yang diklaim bukan ditulis oleh murid Yesus tetapi para pengikut Paulus sang penyesat kekristenan.Tentang siapa penulis kitab-kitab PB sebenarnya sdh dikenal bapa-bapa gereja karena ini salah satu pertimbangan dlm proses kanonisasi PB. Tetapi perlu diingat hanya 7 (tujuh) kitab saja dari PB yg banyak dibahas bapa gereja karena kehati-hatian mereka. Berbeda dengan keempat injil kanonik dan kitab-kitab lain.
Para bapa gereja yg hidup lebih dekat dengan peristiwa dlm PB jauh lebih tahu dibanding ahli-ahli modern ribuan tahun kemudian. Misalnya pernyataan Origen dalam Homilies on Joshua 7.1 jelas menyebut Petrus sebagai penulis kedua surat Petrus termasuk Yohanes sebagai penulis surat-surat Yohanes ".. Even Peter cries out with trumpets in two of his epistles; also James and Jude. In addition, John also sounds the trumpet through his epistles, and Luke, as he describes the Acts of the Apostles."
Beberapa polemikus kemudian menyodorkan injil Barnabas sebagai alternatif injil yang "asli" karena dianggap isinya bersesuaian dengan teologi Islam. Altenatif lainnya injil Filipus sebagaimana diajukan ustad Zuma yg diklaim berisi jejak injil yg "asli". Pendekatan ini jelas tdk memiliki bobot ilmiah yg memadai, karena injil Barnabas telah terbukti injil rekaan yang ditulis awal abad pertengahan. Sedangkan injil Filipus adalah produk kristen Gnostik yg ditulis sesudah abad pertama atau setelah meninggalnya para saksi mata. Bahkan jika dicermati secara teliti ada terdapat bagian2 dari injil "palsu" Barnabas dan injil Filipus yg kontradiksi dengan teologi Islam.
Selanjutnya ada polemikus yg memcoba mengambil sikap moderat bahwa injil-injil kanonik dan non kanonik berisi bagian-bagian injil yg asli namun bercampur yg palsu, namun masalahnya alat ujinya adalah tulisan & keterangan yg nanti muncul 600an tahun kemudian.
Para polemikus umumnya mempermasalahkan otentisitas kitab-kitab Perjanjian Baru, poin argumentasi yang digunakan biasanya merujuk ke tulisan liberal scholars yang cocok dengan agenda mereka. Namun masalahnya tulisan kesarjanaan liberal secara umum justru tidak mendukung posisi teologis Islam. Misalnya fakta kematian Yesus diakui oleh para sarjana liberal seperti John Dominic Crossan, Gerd Ludeman dll. Hal ini kontra dengan Islam yang menolak fakta ini, dikenal dengan substitution & swoon theory. Bart Ehrman yang biasa dirujuk berkaitan otentisitas tekstual ayat2 PB menyatakan skeptisismenya saat ditanyakan pandangannya tentang Quran.
Jika ingin berdiskusi secara ilmiah dlm menilai otentisitas sebuah kitab kuno, maka prinsip kriteria yg telah diterima dalam dunia kesarjanaan harus digunakan. Ada 3 kriteria yaitu: The criterion of multiple attestation, The criterion of dissimilarity (or double dissimilarity) dan The criterion of embarrassment. Tentu tulisan utk kajian akademis yg detail agak terbatas kalau di ditulis di FB, tetapi sedikit saya beri gambaran tentang kriteria multiple attestation.
Secara sederhana kritera multiple attestation berkaitan dengan sebuah pernyataan yang terdapat di beberapa sumber independen yg berbeda & kontemporer atau ditulis diera yg sama dgn peristiwa konteks pernyataan itu, hal ini akan memberi nilai otentitas yg semakin tinggi. Misalnya peristiwa penyaliban dan kematian Yesus yg dicatat dalam sumber-sumber independen seperti tulisan Joshepus, Tacitus, Pliny the younger, Mara Bara Serapion dll. Bandingkan dengan pernyataan yg kontradiktif yg sumbernya 600an tahun kemudian apalagi locus atau tempat penulisan yg berbeda dan jauh dari lokasi peristiwanya.
Bagi yg serius melakukan riset lebih lanjut, silahkan mempelajari referensi berikut ini: Robert H. Stein, “The Criteria for Authenticity,” R.T. France & David Wenham, eds., Gospel Perspectives, Vol. 1, Studies of History and Tradition in the Four Gospels. Sheffield: JSOT Press, 1980. Stanley E. Porter, The Criteria for Authenticity in Historical-Jesus Research (England: Sheffield Academic Press, 2000).
Terkait tentang "Q" Quelle yang sangat dikenal dlm dunia biblical scholarship. Q adalah sebuah entitas hipotesis kumpulan perkataan Yesus, oleh beberapa scholar dianggap sebagai salah satu sumber independen dlm studi Historical Jesus. Hipotesis ini muncul karena adanya beberapa kesamaan narasi dalam kitab Matius dan Lukas yang disebut Q sebagai sumber dari Matius dan Lukas dan sumber lainnya yaitu Markus. Konsep ini dikenal dengan two document hypothesis dengan asumsi Markus adalah injil pertama yg ditulis (Markan Priority) yg kemudian menjadi salah satu sumber utk Matius dan Lukas. Namun hipotesis ini ditentang scholars lainnya salah satunya Mark Goodacre karena memang tdk ada referensi dari data arkeologi, kutipan bapa2 gereja dll yg mengkonfirmasi keberaadan Q.
Bagaimana kaitannya dengan konteks apologetik Kristen-Islam. Pertama eksistensi Q ini masih debatable dan kedua jikalau memang Q itu eksis yaitu berupa kumpulan perkataan Yesus hal ini juga tdk menjustifikasi posisi teologi Islam. Banyak perkataan2 Yesus dalam "Q" itu kontradiksi dengan teologi Islam misalnya berbagai pernyataan Yesus sebelum peristiwa penyaliban bahwa Dia akan mati atau bernubuat atas kematianNya.
Ok ini dulu tulisan di akhir tahun nanti dilanjutkan lagi di tahun depan .
Selamat menyongsong tahun baru 2024.