Mengapa Bidat & Injil Apokrif kurang berkembang di abad Pertama?

Kita sudah membahas sebelumnya tentang Yesus Lain - Injil Lain khususnya identifikasi bidat-bidat awal yang muncul di era para rasul atau di abad pertama yaitu bidat doketisme (proto gnostik) yang menolak kemanusiaan Yesus & nomianisme yg mengajarkan selain percaya Yesus juga harus menjalankan Taurat untuk selamat. Menurut Paulus Daun dalam bukunya Bidat Kristen dari Masa ke Masa (2006) ada bidat lainnnya yaitu asketisisme & anti resureksionisme namun kemunculannya tidak signifikan. Sedangkan injil apokrif praktis tidak ada di abad pertama, kitab Didache tidak masuk kategori injil apokrif namun tulisan yg cukup bermanfaat tentang pola hidup Kristen tetapi kitab ini tidak masuk dalam kanon PB karena tidak ditulis oleh para rasul.

Menjawab pertanyaan dari judul tulisan di atas, karena pada masa itu (abad pertama) masih ada para rasul yang memberi pengajaran langsung dan sekaligus meluruskan jika ada ajaran yang menyimpang. Jika diselidiki lebih lanjut, terdapat prinsip checks & balances yang dilakukan para rasul yang menunjukan adanya otoritas rasuli & kontrol yang kuat. Mari kita lihat datanya.

Kis 8:14 Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.
Jemaat awal berpusat di Yerusalem, ketika injil mulai menyebar ke Samaria, para rasul mengirim utusan yaitu Petrus & Yohanes untuk mengecek hal itu sekaligus melakukan pengajaran di sana. Demikian juga saat injil sampai ke Antiokhia mereka mengirim Barnabas.
Kis 11:22 Maka sampailah kabar tentang mereka itu kepada jemaat di Yerusalem, lalu jemaat itu mengutus Barnabas ke Antiokhia.

Saat terjadi perbedaan pendapat termasuk masalah doktrinal seperti tentang Taurat apakah harus dijalankan kepada Kristen untuk bisa selamat, Jemaat meminta petunjuk dari para rasul atas masalah ini.
Kis 15:2 Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.

Keputussan dari sidang Yerusalem kemudian disosialisasikan bahkan disampaikan dalam bentuk surat. Kis 15:23 Kepada mereka diserahkan surat yang bunyinya: "Salam dari rasul-rasul dan penatua-penatua..". Bahkan mengirim beberapa orang selain Barnabas & Paulus untuk membantu menjelaskan keputusan tersebut. Kis 15:25 Sebab itu dengan bulat hati kami telah memutuskan untuk memilih dan mengutus beberapa orang kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan Paulus yang kami kasihi.

Para rasul memiliki otoritas/wibawa yang kuat dan juga kontrol yang kuat. Kis 15:24 "Kami telah mendengar, bahwa ada beberapa orang di antara kami, yang tiada mendapat pesan dari kami..". Dalam bahasa Inggris "without our authorization" atau "without instructions from us". Dari data ini peluang tumbuhnya bidat menjadi kecil, jika mulai muncul langsung ditanggapi para rasul.

Dalam menyebar Injil, para rasul saling mendukung satu sama lain bahkan saling berkoordinasi misalnya dalam pembagian medan pelayanan ada yang ke kaum bersunat dan kaum tidak bersunat.
Gal 2:9 Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat;

Menariknya dalam Perjanjian Baru kita bisa melihat adanya kolaborasi diantara para rasul yang melayani secara tim dan hal ini secara tidak langsung mengkonfirmasi tulisan-tulisan yang ditulis oleh para rasul itu karena akan diketahui satu sama lainnya. Diantaranya: Yakobus bersama Matius & Markus di Yerusalem (Kis 1:13, 12:12-17,25), Paulus bersama Yakobus & Lukas (Kol 4:14, 2 Tim 4:11, Fil 24, Kis 21:17), Petrus dan Paulus bersama Markus (Kol 4:10, 1 Pet 5:13, Kis 13:5) dan lain-lain.

Seiring waktu para rasul menyadari perlu mewariskan ajaran Injil yang tidak hanya dipelihara melalui tradisi lisan (oral tradition) melainkan juga ke tradisi tulisan (written tradition). Matius menyusun injil berdasarkan catatannya yang cukup detail karena latar belakang dia sebagai tax collector. Markus murid dari Petrus mencatat informasi dari gurunya Petrus sang saksi mata. Lukas kawan perjalanan Paulus & sering bertemu dengan para rasul di Yeruselam termasuk dengan ibu Yesus, melakukan investigasi tentang peristiwa yang telah terjadi. Demikian pula Yohanes menuliskan injil Yohanes belakangan pasca selesainya injil sinoptik ditulis.

Pola kontrol yang ketat atas berbagai pengajaran dan tulisan juga dilakukan para rasul, seperti Petrus atas Injil Markus yang ditulis Markus berdasarkan keterangannya. Petrus kemudian MERATIFIKASI tulisan Markus tentu setelah memeriksanya.
".. .. besought Mark, whose Gospel is extant, seeing that he was Peter's follower, to leave them a written statement of the teaching given them verbally, nor did they cease until they had persuaded him adn so became the cause of the Scripture called the Gospel according to Mark. And they say that the Apostle, knowing by the revelation of the spirit to him what had been done, was pleased at their zeal and RATIFIED the Scripture for study in the churces". (Ecc. Hist 2.15.1)

Petrus juga menilai tulisan-tulisan Paulus dan menyetujuinya. Dia juga mengingatkan adanya pengajar-pengajar yang mulai muncul yang mencoba menafsirkan tulisan-tulisan Paulus itu secara keliru bahkan bisa menyesatkan.
2 Pet 3:15-16 ...seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.

Pola kontrol yang kuat ini terus berlanjut ke era selanjutnya, era apostolik sampai ke era bapa-bapa gereja. Kita akan bahas dalam tulisan berikutnya. Maka tuduhan yang keliru tentang kanonisasi termasuk tuduhan Injil tidak asli lagi jelas bertentangan dengan data yang ada.
Share:

Kitab Perjanjian Baru yang Disembunyikan?

Beberapa orang beranggapan bahwa proses kanonisasi Perjanjian Baru dilakukan oleh para bapa gereja dengan cara memilih kitab-kitab yang cocok dengan teologi gereja diantara banyak kitab-kitab yang tersedia. Kemudian kitab yang tidak terpilih itu disembunyikan atau disebut injil apokrif. Mereka juga menyajikan "bukti" mengenai beberapa kitab dalam kanon PB yang nanti dipilih beberapa waktu kemudian dengan kesan sebagai pengumpulan kitab tahap 2. Bagaimana kita menanggapi pemahaman ini.

Pemahaman ini keliru karena kurang memahami sejarah kanonisasi Perjanjian Baru secara komprehensif, tetapi hanya mengambil beberapa data secara parsial yang ditafsir menurut perspektif yang dibangun atas asumsi kitab Perjanjian Baru tidak asli lagi. Kekeliruan mendasar yaitu tidak memperhatikan data manuscript & referensi extra biblikal yang memberi petunjuk kuat waktu penulisan Injil kanonik & kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Baru pada abad pertama masih di era hidup para saksi mata. Berbeda dengan injil apokrif yang nanti ditulis mulai abad ke-2 setelah matinya para rasul dan saksi-saksi mata. Berbagai scholar dari berbagai spektrum teologis termasuk liberal scholars dewasa ini mayoritas menempat waktu penulisan PB pada abad ke-1 & bahkan banyak scholar menempatkannya sebelum peristiwa hancurnya Yerusalem (70M).

Para polemikus masih mengacu pada data lama sekitar abad 19 yang dimotori kelompok Tubingen (Bauer dkk) yang menempatkannya waktu penulisannya sekitar thn 200-an. Namun pandangan ini sdh banyak ditinggalkan scholars seiring dgn penemuan arkeologi berupa manuscript2 PB, tulisan bapa2 gereja & sejarawan kuno serta artefak2 arkeologi yang cenderung mendukung penanggalan penulisan PB pada abad pertama. Sebagai contoh manuscript P52 yg berisi fragmen Injil Yohanes oleh papyrologist seperti disebutkan Barbara & Kurt Alland tanggalnya pada sekitar tahun 125M yang merupakan bagian dari family of alexandrian text. Salinan itu ditemukan di Mesir yang jaraknya cukup jauh dengan Efesus yang menurut para ahli tempat rasul Yohanes menuliskan injil Yohanes, sehingga kemungkinan yang sangat kuat bahwa autografnya sudah ada jauh sebelumnya. Demikian juga dengan manuscript P66, P72, P75 dll bertgl 150-200an yg berisi berbagai kutipan dlm Injil kanonik & surat/kitab PB. Serta didukung oleh referensi tulisan bapa gereja, sejarah gereja dan artefak arkeologis lainnya.

Hal Ini sangat berbeda dgn manuscript2 injil Apokrif yg nanti muncul abad2 berikutnya seperti dlm dokumen2 Nag Hammadi. Dr penelusuran sejarah, injil apokrif2 nanti muncul pd abad ke-2 dan abad selanjutnya. So asumsi bhw bapa2 gereja memilih2 kitab2 yg ada tidaklah valid, karena injil kanonik telah ada sebelumnya & telah diterima oleh jemaat mula2 dan kemudian diteguhkan dalam konsili2 seperti Konsili Laodekia, Hippo, Kartage dll, Para bapa gereja seperti Athanasius telah menyusun daftar kitab-kitab itu yang telah mereka kenal dan gunakan. Semuanya sepakat memasukan keempat injil kanonik dan kitab-kitab lainnya.

Beberapa kitab memang dipertanyakan pada masa itu sebelum masuk daftar kanon penuh, lengkapnya: Wahyu, Yakobus, Yudas, Ibrani, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Mari kita lihat pendapat Bruce Metzger seorang ahli Textual Criticism & pakar ttg Kanon PB yg menulis buku teks standard Textual Criticism: Metzger, Bruce M. The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance. Clarendon Press. Oxford. 1987. Saat diwawancara Lee Strobel (The Case for Christ) & ditanyakan ttg kitab-kitab yang terlambat masuk dalam daftar kanon PB, Metzger menyatakan bahwa hal ini menunjukan betapa hati-hatinya gereja mula-mula, mereka tdk langsung begitu saja menerima kitab-kitab tersebut tetapi memastikannya dengan teliti.

Jika kita telusuri konteks sejarahnya, pada abad ke-1, mula-mula gereja-gereja setempat mendapatkan/menyalin kitab yang ada pada mereka. Proses ini terus berjalan seiring dengan proses pertukaran kitab & surat. Keempat Injil kanonik & beberapa surat PB dengan cepat tersirkulasi sehingga semakin lama gereja-gereja setempat memiliki semakin banyak kitab/surat dari daftar kitab PB. Namun ke-7 kitab yang dipertanyakan itu berjalan agak lambat, beberapa gereja setempat/bapa-bapa gereja telah menerimanya namun lainnya masih mempertimbangkannya. Mereka sangat hati-hati karena adanya pola pseudonimity yang terjadi pada masa-masa itu terutama mulai abad ke-2 yaitu orang-orang tertentu menulis sebuah kitab religius dan menyematkan nama-nama tokoh alkitab sebagai nama kitab karangan mereka. Pola ini sudah terjadi di era intertestamental dengan munculnya pseudographa seperti The Testament of Abraham etc.

Kehati-hatian gereja menerima ke-7 kitab tersebut memang beralasan, jika dikaji lebih lanjut ada sedikit perbedan dalam proses kanonisasi antara Timur (Tatian, Clement, Origen etc..) & Barat (Justin Martin, Ireneus, Tertulian etc..). Namun yang terjadi berikutnya adalah pola saling melengkapi daftar kanon sehingga pada akhirnya ke tujuh kitab tersebt diterima secara universal dalam konsili-konsili seperti konsili Laodekia, Hippo & Kartage. So.. dari uraian ini masalah ketujuh kitab yang terlambat diterima secara penuh/universal, hanya masalah kehati-hatian semata, namun pada esensinya kitab-kitab itu berotoritas dan berasal dari era para rasul.

Point paling penting dari masalah ini bahwa semua bapa gereja telah menerima keempat Injil Kanonik dan itu masuk dalam daftar kitab-kitab yang mereka ketahui. Maka tuduhan bahwa Perjanjian Baru telah dipalsukan yang hanya mengacu pada alasan mengenai 7 (tujuh) kitab yang banyak dibahas gereja sebelum masuk dalam daftar kanon PB, jelas hal ini tidaklah substansial. Karena kisah tentang Yesus, pengajaranNya dan peristiwa kematian, kebangkitan & kenaikanNya jelas telah ada dalam keempat injil kanonik.
Share:

Injil yang Lain - Yesus yang Lain

Gal 1:6 Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,

Gal 1:7 yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.

2 Kor 11:4 Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.

Kehadiran para bidat telah ada sejak masa awal kekristenan berkembang di abad pertama. Menariknya mereka telah eksis bahkan saat kitab Injil dan tulisan-tulisan Perjanjian Baru sementara ditulis dan para rasul masih hidup. Keberadaan mereka salah satunya ditulis dalam kitab Galatia yg tujuan kitab ini orang-orang percaya di provinsi Galatia seperti di Ikonium, Listra, Derbe dll. Paulus sangat keras menentang pengajaran ini yang mengharuskan orang-orang percaya menjalankan Taurat agar selamat. Pemahaman mereka keselamatan tidak cukup hanya karena kasih karunia Kristus.

Selain di Galatia, ajaran ini berkembang di Antiokhia tempat pertama kali orang-orang percaya disebut Kristen (Kis 15:1). Para pengajarnya berasal dari Yudea yg mencakup Yerusalem yg justru adalah pusat lahirnya gerakan kekristenan awal pasca peristiwa Pentakosta. Permasalahan ini akhirnya mencuat setelah Paulus & Barnabas keras menolak mereka, terjadi perdebatan dan kemudian disepakati utk dibicarakan di Yerusalem bersama para rasul.

Pada masa itu, kekristenan belum melembaga seperti kekristenan di masa berikut dengan sistem organisasi & pengajarannya. Namun masih berupa sebuah kegerakan orang-orang percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya dan mereka adalah orang-orang Yahudi. Kemudian seiring waktu muncullah masalah dan perbedaan pemahaman diantara orang percaya. Salah satu yang serius yaitu ajaran yg menyatakan bahwa orang percaya harus juga menjalankan Taurat agar selamat. Permasalahan ini kemudian dibahas para rasul di Yerusalem yang dikenal dengan nama Sidang Yerusalem.

Dalam sidang itu, keputusan diambil sebagaimana disuarakan oleh rasul Petrus tegas menyatakan keselamatan hanya karena kasih karunia Kristus yang artinya meneguhkan apa yg diajarkan Paulus. Namun ironisnya ratusan atau ribuan tahun kemudian Paulus diposisikan sebagai kambing hitam dituduh sebagai penyesat kekristenan oleh para polemikus yang tidak paham sejarah secara utuh.

Setelah ajaran bermasalah Injil/Yesus yg lain muncul dari dalam kekristenan dalam konteks yudaisme pada masa itu dan kemudian ditentang keras oleh Paulus dalam tulisannya (kitab Galatia). Selanjutnya Injil/Yesus yg lain muncul dari pengaruh luar yaitu paham gnostisisme yaitu ajaran docetime yang oleh scholar Ben Witherington disebut sebagai proto gnostik. Ajaran ini ditentang keras oleh rasul Yohanes dalam suratnya
1 Yoh 4:2 Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah
Penolakan ini juga digemakan oleh muridnya yaitu Ignatius seperti dalam suratnya letter to the Smyrnaeans, 7:1, di tahun 110 M.
They abstain from the Eucharist and from prayer, because they confess not the Eucharist to be the flesh of our Saviour Jesus Christ, which suffered for our sins, and which the Father, of His goodness, raised up again.

Jika kita cermati data sejarah, bidat yang muncul di abad pertama sangat kurang, karena masih adanya para rasul yang keras menolak ajaran-ajaran sesat itu. Nanti setelah matinya para rasul ajaran para bidat mulai banyak berkembang seiring dengan semakin banyaknya orang yg menjadi Kristen dan mencakup wilayah yg luas sampai ke Roma. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan injil-injil apokrif seperti injil Petrus, injil Thomas dll. Tetapi jangan salah kaprah menempatkan injil "palsu" Barnabas yg banyak beredar di era modern ini diantara injil apokrif karena itu produk abad pertengahan awal. Masalah ini sdh berulang-ulang dijelaskan tetapi pihak polemikus seperti Menachem Ali terus mengulang-ulang point ini.

Jika kita kembali melihat konteks penyebutan injil yg lain atau Yesus yg lain oleh Paulus & para rasul, maka kita bisa mengidentifikasi karakteristiknya yaitu ajaran yg menolak keutamaan Yesus sebagai sumber keselamatan satu-satunya artinya tidak ada manusia lain, baik yg mengaku atau diakui sebagai nabi yg bisa menyelamatkan. Sebagaimana ditegaskan juga oleh rasul Petrus.
Kis 4:12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."

Injil/Yesus yg lain juga dimaksud mereka yg beranggapan keselamatan melalui Yesus tidak cukup tetapi harus ditambah dengan upaya lain seperti harus menjalankan Taurat. Selain itu mereka yang menolak natur Yesus secara utuh sebagai Tuhan dan manusia juga dikategorikan Injil/Yesus yg lain. Ajaran docetisme hanya menerima natur ilahi Yesus yg dipahami secara gnostik dan menolak kemanusiaanNya, ini dikategorikan sebagai injil/Yesus yg lain, sudah tentu mereka yg sebaliknya hanya menerima aspek kemanusian Yesus dan menolak keilahiannya juga bisa dikategorikan injil/Yesus yg lain. Yudas 1:4 ... dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.

Perlu diluruskan pemahaman yg keliru bahwa Injil yg lain yg dimaksud Paulus dianggap berbicara tentang "kitab" padahal yang dimaksud adalah ajaran yg salah. Nanti kemudian pada abad ke-2 dan selanjutnya berbagai ajaran para bidat itu kemudian ditulis dalam kitab-kitab yg dikenal sebagai injil apokrif. Menachem Ali mencoba mengacaukan hal ini, dengan mempersoalkan masalah kanonisasi Perjanjian Baru yang point utamanya beranggapan bahwa injil kanonik dianggap tidak berbeda atau setara dengan injil apokrif lainnya, bahkan mencoba menekankan beberapa aspek dalam injil apokrif tertentu diatas injil kanonik, termasuk mengungkit masalah injil "palsu" Barnabas. Selain itu banyak polemikus muslim beranggapan Yesus telah menerima kitab injil yg kemudian "injil" ini yang dikabarkan oleh Yesus.

Masalah seputar kanonisasi Perjanjian Baru ini akan dibahas berikutnya. Tulisan ini sifatnya sebagai pengantar agar kita memahami konteks penyebutan Injil/Yesus yg lain, untuk selanjutnya jadi acuan kita menilai pengajaran Injil/Yesus yg lain yang berkembang pada masa-masa berikutnya.
Share:

Menjawab Klaim: Bible pun tidak "selevel" Hadits

Tulisan ini merupakan tanggapan atas pernyataan seorang muslim bernama Elia Hanafi di Facebook tahun 2019. Beliau mencoba menilai Bible dari perspektif teologi Islam dengan membandingkannya dengan Hadits. Elia menyajikan keunggulan Hadits berdasarkan jalur periwayatannya (chain of transmission) yang ketat kemudian menilai Bible dengan standard tersebut. Hasilnya seluruh ayat Bible dianggapnya lemah (dhaif). Jika kita mencermati secara seksama maka kita bisa menemukan kelemahan mendasar dari argumentasinya. Kita akan mengulasnya secara ringkas dan untuk kajian lebih detail dapat berkembang dalam diskusi sub topik yang lebih spesifik.

Berikut kutipan lengkap atas tulisannya yang diberi judul Bible pun tidak "selevel" Hadits:

[[Nash nash yang terdapat pada hadits nabi di pastikan memiliki jalur periwayatan (chain transmision) yang sangat baik yang terconect/tersambung langsung pada "primary source" yaitu nabi muhamad Saw. jika sebuah hadits mendapati jalur riwayat "sanad" yang cacat maka status hadits menjadi lemah "dhaif" dan diantara beberapa "clasificated" antara lain adalah hadits mursal mudallas,mu'alaq. Mu'dhal dan hadits munqhati. Dalam tradisi kekristenan Mungkin saja Tak ada satupun nash yang terdapat di bible atau injil ini memiliki "chain transmision' yang terconect (tersambung) langsung dengan jesus atau"isa". jika saja metode hadits tersebut di pakai untuk "membongkar" injil, maka seluruh ayat bible termasuk dlm kategori dhaif. Semua masuk dalam klasifikasi yang disebut

Munqhati atau jalur nya terputus. Yang kedua Periwayat penulis penulis tsb tidak di ketahui "unknow"(majhul ). yang ketiga ketidakjelasan "sumber" nya (unknow).
Karena, Selain sanad harus tersambung tanpa putus. Nama nama periwayat "rowi" harus lah orang yang sangat terpercya "tsiqah". dan jika dalam nama periwayat ada yang cacat moral maka status berubah menjadi dhaif automaticly.

Saya tak melihat ada satu pun nash dalam injil yang memiliki persyaratan yang di sebuntukan di atas yang tersambung langsung pada jesus "isa. Dan 4 penulis dalam injil mathew mark luk dan jhon SEMUA bukan murid (hawariyun) jesus.
Dan sekali lagi jika kita di telaah singkat pada kaca mata (metode) yang di pakai hadits. Maka jelas injil berstatus "Dhaif" Terputus jalur. yang tulis siapa kita tak pernah tau dan asal usul nya pun tidak jelas. Thanks]]]]
Tulisan Elia Hanafi ini memang terkesan meyakinkan bagi mereka yang tidak paham perbandingan Bible & Hadits termasuk Quran secara komprehensif. Sebelum kita membahas point-pointnya terlebih dahulu kita bahas definisi dari objek yang dibandingkan tersebut.

Dalam sistem teologi Islam, Quran merupakan kumpulan dari firman Allah yang diwahyukan Allah ke Muhammad melalui perantaraan malaikat Jibril. Quran umumnya berisi perkataan Allah secara verbatim (kata demi kata) dan sangat sedikit narasi sejarah yang menyertai perkataan Allah tsb. Adapun narasi tentang kehidupan Muhammad sendiri termasuk peristiwa penerimaan wahyu tercatat dalam hadits. Maka untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat dalam Quran (asbabun nuzul) rujukannya ke hadits.

Dalam PL atau Tanakh (versi Judaism) berbagai perkataan atau firman Allah tercatat dalam kitab yang juga berisi narasi peristiwa hadirnya perkataan Allah itu yang disampaikan melalui para Nabi seperti Musa, Yesaya dll termasuk catan kehidupan para nabi itu sendiri. Berbeda dengan PB khususnya Injil, karena tidak ada catatan firman Allah secara verbatim. Yesus tidak pernah mengatakan beginilah firman Allah "bla.. bla ..." melainkan apa yang dikatakanNya itulah firman Allah tanpa harus lewat perantara seperti para nabi dalam PL (Ibr 1:1-2) karena Dia adalah Firman yang menjadi manusia (Yoh 1:1,14). Dari perspektif Kristen, Yesus tidak diberikan Injil sebagaimana dikatakan Quran (QS Maryam 19:30) dan kata "Injil" yang disampaikan Yesus (Mrk 1:15, Mat 24:14) bukan merujuk pada sebuah kitab (Injil) sebagaimana didalilkan polemikus muslim melainkan berita kabar baik (Euangelion).

Dalam Injil tercatat kehidupan (biografi) Yesus secara kronologis mulai dari kelahiran, awal pelayanan sampai pada kematian, kebangkitan dan kenaikanNya. Model pencatatan secara kronologis seperti ini tidak ada dalam Quran & Hadits2 shahih kecuali dalam kitab Sirah Nabawiyah berupa hadith biografi Muhammad yang ditulis Ibn Ishaq. Adapun kitab lain dalam PB selain Injil kanonik terdiri atas surat-surat para rasul seperti Paulus, Petrus, Yohanes dll. Surat-surat para rasul ini bisa dibandingkan dengan pengajaran atau pendapat para sahabat nabi Muhammad yang tercatat dalam Hadits.

Berdasarkan uriaan ini, perbandingan secara komposisi isi tulisan: Bible PL = Quran plus Hadith; dan Bible PB = Quran plus Hadith Plus Sirah Nabawiyah.

Sekarang kita bahas proses & waktu penulisannya

Setelah berakhirnya perang Yamamah, Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk dilakukan pembukuan (kodifikasi) Quran karena kekhawatirannya banyaknya penghafal Quran yang mati dalam perang. Kemudian ditunjuklah Zaid bin Tsabit untuk melakukan pengumpulan dan pembukuan Quran. Proses itu berlangsung sampai pada masa khalifah Uthman bin Affan dengan satu mushaf Quran yang standard dan berbagai versi Quran tdk standard diperintahkan Uthman untuk dimusnahkan. Waktu penulisan atau kodifikasi dilakukan setelah wafatnya Muhammad di thn 832 dan versi standard yang belum ada tanda bacanya telah ada pada abad ke-7 masih dlm abad yang sama dengan keberadaan Muhammad atau puluhan tahun setelah wafatnya Muhammad.

Namun berbeda dengan Hadith yang dikumpulkan dan ditulis nanti pada abad ke-9 yaitu Bukhari (194/255 H/810/869 M), Muslim (204/261 H/819/875M), Tirmidzi (209/279 H/824/892 M), Nasa’i (214/303 H/829/915 M), Abu Dawud (203/275 H/818/888 M) dan Ibnu Majah (209/295 H/824/908 M). Jarak antara penulisan Hadits dengan masa kehidupan Muhammad sekitar 200an tahun. Masih lebih dekat Sirah Nabawiyah yang ditulis Ibn Ishaq (85/150-159 H 704/761-770 M) yang berada di abad ke-8.

Bagaimana dengan Bible?
Untuk Bible PB yang terdiri atas keempat injil kanonik serta kitab & surat lainnya ditulis pada abad pertama yang jaraknya puluhan tahun sejak kenaikann Yesus ke surga pada sekitar tahun 30an. Dari segi waktu penulisan Bible PB mirip dengan penulisan Quran yaitu ditulis pada saat para saksi mata masih hidup. Menurut catatan sejarah penulis injil kanonik hanya empat orang yang merupakan bagian dari 12 murid Yesus (Matius & Yohanes) dan murid-murid lainnya yaitu Markus berdasarkan Petrus dan Lukas berdasarkan informasi langsung dari para murid & dari kitab sebelumnya (Injil Markus & Matius). Hal ini bisa disejajarkan dengan Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, serta Zaid bin Tsabit dalam pencatatan Quran. Zaid bin Tsabit paling cocok jika disandingkan dengan Lukas karena keduanya melakukan kompilasi atas kitab/musbhaf sebelumnya disamping informasi lain yang didapatkanya.

Namun perbedaannya, dalam kekristenan awal tidak ada otoritas tunggal yang melakukan standarisasi antar kitab2 injil kanonik yang ditulis pd abad ke-1 tsb. Berbeda dengan standarisasi Quran yang dilakukan khafilah Uthman bin Affan yaitu mushaf Quran yang disusun Tsaid bin Tsabit. Sedangkan versi lainnya termasuk mushaf versi Ubay bin Kaab, Abdullah bin Mas'ud dll dimusnahkan. Catatan lengkap berbagai versi Quran yang ada pada masa itu bisa dilihat dalam buku Fihrist yang ditulis sejarawan Arab Al-Nadim. Beberapa kutipan teks dari versi Quran itu tercatat dalam Kitab Al Masahif tulisan Ibn Abi Dawud.

Untuk Bible PB, pada abad awal di beberapa jemaat di berbagai wilayah belum memiliki salinan yang lengkap keempat injil kanonik dan surat2 lainnya dlm PB. Namun seiring waktu proses sirkulasi terjadi sehingga koleksi jemaata & para bapa gereja semakin banyak sebagaimana ditunjukan daftar kitab PB yang telah dikenal bapa2 gereja seperti justin martir, ireneus dll yang umumnya telah mengenal & menerima keempat injil kanonik. Berbagai injil apokrif seperti injil Thomas, injil Petrus dll nanti muncul mulai abad ke-2 s/d 4 yaitu setelah matinya para saksi mata. Para bapa gereja telah mengenal hal ini, sehinggal injil apokrif ini tdk masuk dlm daftar kanon PB. Namun demikian tidak ada perintah untuk memusnahkan injil apokrif ini dan injil2 apokrif ini sampai saat ini salinannya masih ada.

Sekarang kita masuk pada inti pembahasan tentang hadits. Elia Hanafi begitu mengunggulkan sistem periwayatan Hadits melalui Isnad (chain of transmission). Namun setelah kita melihat jarak antara masa hidup Muhammad dengan proses kompilasi dan pembukuan hadith ini yang jaraknya 200an tahun dibandingkan dengan Bible khususnya PB yang hanya puluhan tahun atau pada masa para saksi mata masih hidup, maka point "Isnad" yang diajukan Elia Hanafi menjadi tidak relevan. Point "Isnad" ini mengacu pada Oral Tradition yang juga ada dalam budaya Israel. Namun dlm penulisan injil kanonik dan kitab/surat lainnya ditulis oleh para saksi mata langsung, kecuali Markus berdasarkan kesaksian Petrus dan Lukas dari para murid. Penulisan kitab PB yang mengacu pada Oral Tradition jelas masih dekat dengan lingkaran saksi mata seperti kata Paulus dlm 1 Kor 15 "... telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri...", tidak seperti hadith yang berdasarkan informasi dari a, a dari b, b dari c dst.

Kita analogikan dengan ilustrasi permainan telepon-teleponan, pesan dari pengirim awal bisa berbeda dengan penerima akhir karena terjadi distorsi diantara beberapa orang perantara. Hal ini bisa terjadi dengan hadith buktinya ada begitu banyak hadits yang dikategorikan dhoif. Misalnya hadits shahif Bukhari, dari 600.000 hadist, Bukhari hanya memilih sekitar 2.761 hadits. Demikian juga hadits shahih Muslim hanya 4.000 dari 300.000 dan hadits shahih lainnya. Silahkan dikoreksi kalau datanya keliru. Salah satu indikator hadits shahih yaitu periwatnya yang dpt dipercaya, lalu bagaimana seandainya keterangan ttg profil dr periwayat itu tdk valid atau justru dari data yang sedang dibuktikan keshahihannya, ini menjadi circular reasoning. Selain itu hadith biografi Muhammad oleh Ibn Ishaq yang lebih awal dibanding hadits shahih seperti Bukhari dll, justru dalam detail dipertanyakan dalam hadits-hadist sahih tsb. Bukannya beberapa detail dalam Sirah Nabawiyah itu problematik dengan data sejarah lainnya.

Berdasarkan hal ini maka point Isnad dalam hadith untuk memeriksa shahih tidaknya sebuah hadith dari ribuan detail hadith yang ada, tidak relevan diterapkan ke Bible PB. Karena proses kompilasi Bible PB telah terjadi pada abad pertama oleh para saksi. Kalau begitu apa yang menjadi dasar menyatakan Bible PB yang ditulis pd abad ke-1 itu tetap sama pada abad berikutnya bahkan sampai saat ini? Jawabannya Manuscript PB & tulisan bapa2 gereja! yaitu bertumpu pada written tradition dibanding oral tradition.

Share:

Belajar Semangat & Cara Berapologetika Paulus

Banyak orang melihat Paulus hanya identik dengan penginjilan padahal dalam misi penginjilannya terdapat apologetika yang luar biasa. Tantangan yang dihadapi Paulus tidak hanya dari orang-orang sebangsanya pihak Yudaisme tetapi juga orang-orang Yunani & Romawi yang masih menganut paganisme dan filsafat ala Plato, Stoa, Epikurean dll. Bahkan tantangan dari kalangan orang percaya juga muncul seperti bidat nomianisme yang mengajarkan bahwa keselamatan tidak hanya lewat Kristus tetapi juga menjalankan Taurat. Syukurlah Konsili Yerusalem ikut menegaskan posisi Paulus yang sangat keras atas bidat ini seperti tercermin dalam suratnya Galatia. Dalam kesempatan ini, mari kita belajar semangat dan cara berapologetika Paulus melawan para penentangnya.

Kis 17:1 Paulus dan Silas mengambil jalan melalui Amfipolis dan Apolonia dan tiba di Tesalonika. Di situ ada sebuah rumah ibadat orang Yahudi.
Kis 17:2 Seperti biasa Paulus masuk ke rumah ibadat itu. Tiga hari Sabat berturut-turut ia membicarakan dengan mereka bagian-bagian dari Kitab Suci.
Kis 17:3 Ia menerangkannya kepada mereka dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati, lalu ia berkata: "Inilah Mesias, yaitu Yesus, yang kuberitakan kepadamu."
Kis 17:4 Beberapa orang dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang takut kepada Allah, dan tidak sedikit perempuan-perempuan terkemuka.
Kis 17:5 Tetapi orang-orang Yahudi menjadi iri hati dan dengan dibantu oleh beberapa penjahat dari antara petualang-petualang di pasar, mereka mengadakan keributan dan mengacau kota itu. Mereka menyerbu rumah Yason dengan maksud untuk menghadapkan Paulus dan Silas kepada sidang rakyat

Paulus saat di Tesalonika mencari rumah ibadat atau sinagoge karena disitulah dia dapat bertemu dengan komunitas orang Yahudi diaspora. Tiap Sabat berturut-turut dia berupaya mengajarkan bagian-bagian kitab suci yaitu teks-teks nubuatan mesianik yang digenapi oleh Yesus sebagai Sang Mesias. Banyak orang Yahudi yang percaya termasuk orang Yunani yang convert ke Yudaisme atau yg sudah ikut menyembah YHWH. Namun ada yang menentang dan menjadi provokator untuk menyerang Paulus.


Jika di Tesalonika orang-orang Yahudi banyak yg jadi penentang, sebaliknya di Berea mereka lebih terbuka atau lebih baik hatinya. Semangat belajar firman mereka sangat tinggi dan kritis terhadap berbagai informasi dengan mengujinya berdasarkan kitab suci.
Kis 17:11 Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Kis 17:12 Banyak di antara mereka yang menjadi percaya; juga tidak sedikit di antara perempuan-perempuan terkemuka dan laki-laki Yunani.
Semangat orang Yahudi di Berea ini patut dicontoh oleh jemaat Kristen masa kini yaitu semangat mereka untuk belajar kebenaran firman Tuhan. Tantangan kembali dijumpai Paulus saat dia berada di Efesus karena ada orang-orang yang keras hati bahkan mengumpat kekristenan yang disebut sekte Jalan Tuhan saat itu.
Kis 19:8 Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah.
Kis 19:9 Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan, malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus.
Pada titik tertentu mereka yang sudah "kebal" itu harus ditinggalkan untuk memaksimal waktu yang ada menjangkau yang lain termasuk orang non Yahudi yang dijumpai Paulus setiap hari di ruang kuliah Tiranus.
"The detail about the lecture hall derives from local tradition. Paul is pictured here as a wandering philosopher" (Hans Concelman, Act of the Apostles, Hermenia, Fortress Press, 1988).
Pada pasal terakhir dalam kitab Kisah Para Rasul, Paulus tercatat melakukan diskusi dengan orang-orang Yahudi di Roma yang kemungkinan dilakukan pada masa-masa akhir sebelum dia dihukum mati oleh kaisar Nero.
Kis 28:23 Lalu mereka menentukan suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu datanglah mereka dalam jumlah besar ke tempat tumpangannya. Ia menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa dan kitab para nabi ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus. Hal itu berlangsung dari pagi sampai sore.
Kis 28:24 Ada yang dapat diyakinkan oleh perkataannya, ada yang tetap tidak percaya.
Dalam diskusi seharian itu Paulus menyajikan argumentasi tentang Yesus berdasarkan Torah & kitab para nabi. Sudah tentu dalam diskusi ini kembali membahas berbagai ayat-ayat dalam Tanakh sebagai prooftext nubuatan mesianik yang mengarah ke Yesus. Ada yang diyakinkan tetapi ada juga tetap tidak percaya. Saya membayangkan dalam konteks masa kini ibarat Dr. Michael Brown seorang Jewish believer & pihak Jewish Missionary lainnya yang coba menyakinkan orang Yahudi termasuk para rabbi-rabbinya. Ada yang percaya ditandai semakin besarnya kelompok jews messianic namun banyak juga yang menolak bahwa menentang keras dengan melakukan counter missionary. Jika di Efesus ada orang Yahudi yang sampai mencemooh Jalan Tuhan, mungkin kalau masa kini ibarat Rabbi Tovia Singer yang mengolok-olok kekristenan yang dianggap sebagai Avodah Zarah (idolatry)

Dalam kisah penginjilan Paulus, dia tidak hanya menyasar orang-orang Yahudi diaspora tetapi juga orang-orang non Yahudi yang sangat kuat dengan budaya paganisme & filsafatnya. Selain di ruang kuliah Tiranus di Efesus juga di Areopagus di Athena kota pusatnya para filsuf.
Kis 17:22 Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.
Kis 17:23 Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.
Dalam diskusi dengan orang2 Yunani itu termasuk para filsufnya, sepertinya dia kurang menyajikan prooftext ayat-ayat nubuatan mesianik dalam Torah & Kitab para nabi melainkan menggunakan pendekatan logis seperti dalam pembuktian eksistensi Allah. Mungkin dalam konteks modern seperti mendebat para ateist atau agnostic dengan Kalam/Cosmological Arguments & Teleological Arguments.

Pola berapologetika menghadapi berbagai filsafat yang kosong & palsu ini, juga dia ingatkan kepada jemaat melalui surat-suratnya.
2 Kor 10:5 Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,
Kol 2:8 Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.
Apa yang bisa kita pelajari dari hal ini? Kita bisa melihat semangat apologetika Paulus dalam penginjilannya, juga pendekatan apologetika yang dilakukan Paulus yang sifatnya kontekstual. Ada saat-saat dia memberitakan injil di ruang publik atau ditempat ibadah dengan menyajikan pesan-pesan secara apologetis sederhana. Namun ada saat dia menyiapkan waktu khusus untuk pembahasan secara mendalam bahkan diskusi seharian seperti saat di Roma.

Hal menarik lainnya saat berhadapan dengan orang Yahudi, pendekatannya tentu pada teks-teks mesianik dalam Tanakh yang biasa dikenal sebagai apologetika evidensial. Sebaliknya saat berdiskusi dengan orang Yunani atau Romawi pendekatan yang dia lakukan cenderung pada apologetika presaposisi. Saya kira kedua pendekatan apologetika ini sama-sama baik tinggal pemilihan pendekatannya disesuaikan dengan posisi lawan diskusi. Bahkan tidak jarang kita bisa menggunakan kombinasi keduanya.
Share: