Yesus & Kubur Kosong

Salah satu bukti kebangkitan Yesus adalah fakta kubur kosong. Point ini biasa digunakan para apologet seperti William Lane Craig bersama beberapa point lain dengan pendekatan "minimal facts". Jika Yesus tidak dibangkitkan maka jenazahNya akan tetap ada di dalam kubur sebagaimana terjadi pada manusia yang telah mati dan dikuburkan termasuk para nabi dan yang diklaim sebagai "nabi". Point ini cukup kuat karena jika Yesus tidak bangkit berarti jenazahNya masih ada maka para ahli Taurat dengan mudah membantah pernyataan Yesus bangkit dengan menunjukan jenazah Yesus.


Namun ada beberapa upaya bantahan menolak fakta kubur kosong diantaranya:
Bantahan 1: Para murid Yesus telah mencuri dan menyembunyikan jenazah Yesus kemudian mengklaim Yesus telah bangkit
Bantahan 2: Para perempuan dan murid Yesus pergi ke kubur yang salah
Bantahan 3: Yusuf Arimatea telah memindahkan jenazah Yesus ke kubur yang lain
Bantahan 4: Kisah kubur kosong adalah legenda yang berkembang sejak kematian Yesus

Bantahan 1 tentang para murid yang dituduh telah mencuri jenazah Yesus, bantahan ini bahkan tercatat dalam Injil.
Mat 28:12 Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu
Mat 28:13 dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.
Mat 28:14 Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa."
Mat 28:15 Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini

Kisah pencurian ini jelas kisah rekayasa dengan menyuap para penjaga dan mengarang cerita para murid mencuri jenazah Yesus. Jika para murid memang benar telah mencuri dan menyembungikan jenazah Yesus maka klaim Yesus bangkit adalah sebuah kebohongan. Masalahnya apakah ada orang yang rela mati untuk suatu kebohongan? Para murid kecuali Yohanes telah dicatat dalam sejarah gereja mengalami kematian sebagai martir. Petrus disalib di Roma dengan kepala dibawah dan para murid lainnya mengalami kematian yang mengenaskan.

Mungkin ada respon balik, bukankah para teroris rela mati untuk sesuatu hal yang menurut kita sebagai kebohongan. Perbandingan ini jelas tidak apple to apple, karena bagi para teroris apa yang diyakininya itu adalah sebuah kebenaran sebagaimana diajarkan kepada mereka. Mereka hanya bersandar pada ajaran yang mereka dengar dan imani. Berbeda dengan para murid Yesus yang mengalami langsung peristiwa itu, mereka mengetahui faktanya dan bisa meverifikasinya. Selain itu kisah penampakan Yesus kepada para murid sesudah kebangkitanNya juga telah tercatat termasuk ke 500 orang lainnya.

1 Kor 15:5-7 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.

Bantahan 2: Para perempuan dan murid Yesus dianggap pergi ke kubur yang salah. Bantahan ini lemah karena dari kronologi kisah penyaliban dan kematian Yesus sampai dengan penguburanNya para perempuan terlibat didalamnya termasuk seorang murid yang dikasihinya. Joh 19:26 "Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya..". Murid lain memang telah lari saat penangkapan Yesus namun tidak berarti mereka sudah tidak mengikuti peristiwa itu, kemungkinan besar mereka berada diantara orang banyak pada saat itu.

Sesudah para perempuan yang pertama kali mengetahui kubur kosong, selanjutnya para murid yaitu Petrus dan seorang murid lainnya langsung memberi respon pergi ke kubur itu.
Yoh 20:3 Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur.
Yoh 20:4 Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur.
Yoh 20:6 Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah

Murid lain itu duluan sampai kemudian disusul Petrus, keduanya jelas sudah tahu lokasi kubur itu. Apalagi kubur itu masih baru dan milik seorang pemuka agama yaitu Yusuf Arimatea yang telah dikenal banyak orang. Kedua murid itu menjumpai kain kapan sehingga bisa dipastikan mereka tidak pergi ke kubur yang salah.

Bantahan 3: Yusuf Arimatea telah memindahkan jenazah Yesus ke kubur yang lain.
Bantahan ini juga lemah dengan mencermati kronologi peristiwa yang terjadi. Kubur itu dijaga oleh para penjaga dan diberi meterai, jika ada yang memindahkannya maka itu adalah pelanggaran sehingga Yusuf dari Arimatea tidak mungkin memindahkan jenazah itu.
Mat 27:66 Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.
Kalaupun Yusuf dari Arimatea telah memindahkan jenazah itu pasti akan diketahui oleh para ahli Taurat sehingga mereka dengan mudah membantah pernyataan tentang kebangkitan Yesus dengan menunjukan lokasi kubur tempat jenazah Yesus diletakan.

Bantahan 4: Kisah kubur kosong adalah legenda yang berkembang sejak kematian Yesus.
Jika kubur kosong hanyalah legenda maka alternatif penjelasan yang membantah fakta kubur kosong seharusnya punya alasan yang lebih masuk akal dan mendapat dukungan data sejarah. Namun data sejarah menunjukan bahwa berbagai alternatif penjelasan itu tidak didukung data biblikal yang cermat dan data sejarah. Sebagaimana dikatakan Van Daalen "..Most people who object to the story, however, do so on other than historical grounds… It would be extremely difficult to object to the grave story on purely historical grounds.” D.H. Van Daalen, The Real Resurrection (London: Collins, 1972), p41.

Setelah kita mengevaluasi 4 penjelasan alternatif bantahan fakta kubur yang kosong yang terbukti tidak akurat dan lemah, maka kita akan meng evalusi penjelasan lain yang menyatakan kubur itu tidak benar-benar kosong karena selain jenazah Yesus ada juga jenazah lainnya. Penjelasan ini tidak membantah point kubur yang kosong namun dengan pengertian titik lokasi jenazah Yesus yang dibaring itu sudah kosong. Point ini salah satunya diajukan scholar Mark Goodacre dengan menyatakan point kubur kosong tidak pernah digunakan dalam catatan kristen awal "..Although the term ‘empty tomb’ is endemic in contemporary literature, it is never used in the earliest Christian materials." Mark Goodacre, "How Empty Was the Tomb?" (SAGE Journals, 2021).

Saya kira data menunjukan sebaliknya bahwa point kubur yang kosong sudah digunakan kekristenan bahkan oleh para murid itu sendiri. Petrus dalam khotbahnya membandingkan Daud dan Yesus, jika Daud telah mangkat dan dikuburkan tetapi Yesus sudah bangkit atau dengan kata lain kuburNya kosong.
Kis 13:36-37 Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan. Tetapi Yesus, yang dibangkitkan Allah, tidak demikian.

Memang sepertinya para apologet Kristen awal kurang mengelaborasi point kubur yang kosong karena point ini tidak terlalu dibutuhkan sebagai bahan pembuktian kebangkitan Yesus karena memang saat itu fakta kubur yang kosong sudah jadi pemahaman umum. Kisah rekayasa bahwa jenazah telah dicuri secara tidak langsung membuktikan fakta kubur yang kosong. Seorang historian Michael Grant menyatakan “.. If we apply the same sort of criteria that we apply to any other ancient literary sources, the evidence is firm and plausible enough to necessitate the conclusion that the tomb was indeed found empty". Michael Grant, Jesus: An Historian’s Review of the Gospels (Scribner’s, 1977), p200.

Data arkeologi "Nazareth Inscription" yang ditemukan tahun 1878 diperkirakan ditulis pada era kaisar Tiberius (14-37) atau kaisar Claudius (41-54M). Dalam inskripsi itu tertulis tentang perintah kaisar romawi yang akan memberi hukuman berat bagi mereka yang mencuri mayat dari kuburan. Data ini sebagai bukti tidak langsung tentang fakta Kubur yang kosong. Data lainnya tentang para perempuan yang pertama kali menyaksikan kubur yang kosong. Data ini cukup signifikan karena kesaksian perempuan pada masa itu tidak diakui, sehingga jika kisah kubur yang kosong hanya karangan maka yang akan dipilih untuk ditulis bukanlah para perempuan yang memberi kesaksian.
“Any evidence which a woman is not valid… This is equivalent to saying that one who is… accounted a robber is qualified to give the same evidence as a woman” (Talmud, Rosh Hashannah 1.8).

Point lain yang diajukan mengacu pada Mar 16:6 tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia.
Pernyataan "Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia." dianggap mengindikasikan bahwa dalam kubur itu ada beberapa jenazah yang dikuburkan dan penyataan ini dimaksudkan memberi petunjuk titik lokasi jenazah Yesus dibaringkan. Sekilas penjelasan ini masuk akal namun pernyataan ini bisa juga diartikan sebagai penegasan dari malaikat bahwa Yesus memang sudah bangkit dengan menunjukan lokasi jenazah itu sudah kosong atau sedang menunjukan kain kafan yang tergeletak.

Jika pernyataan itu dimaksud sebagai petunjuk titik lokasi jenazah diantara jenazah lainnya, maka pernyataan ini tidak tepat ditujukan ke para perempuan karena mereka memang sudah mengetahui titik lokasinya.
Luk 23:55 Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan.
Bukti kuat yang menunjukan hanya jenazah Yesus dalam kubur itu yaitu petunjuk bahwa kubur itu masih baru dan "belum pernah dibaringkan mayat".
Luk 23:53 Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di mana belum pernah dibaringkan mayat.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa pada saat penguburan Yesus juga ada jenazah lain yang dikuburkan bersama jenazah Yesus. Pendapat ini mengacu pada bentuk kubur pada masa itu yang besar dan bisa diletakan beberapa jenazah. Namun kubur itu bukan kubur umum tetapi kubur yang digali Yusuf dari Arimatea yang kemungkinan besar untuk tempat kuburan keluarganya. Apalagi Yesus menjadi pusat perhatian pada masa itu dan kuburnya harus dijaga dan dimeteraikan maka kecil kemungkinan ada jenazah lain yang dikuburkan bersama jenazah Yesus pada saat itu.

Berdasarkan uraian ini kita bisa tegaskan "Kubur yang Kosong" adalah fakta sejarah dan salah satu bukti kuat bahwa Yesus telah bangkit.

Selamat Paskah.
Share:

Apakah Israel telah digantikan Gereja sebagai bangsa pilihan Allah ??

Dalam tulisan sebelumnya kita telah membahas pertanyaan apakah Israel telah ditolak Allah karena mereka telah membunuh Yesus? Jawabannya tegas "Tidak" mengacu pada pernyataan eksplisit Paulus dalam Roma 11:1-2. Dalam PL kita banyak menjumpai kisah kebebalan bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk bahkan mereka sampai di buang ke Babel. Tetapi Tuhan tetap setia walaupun umatnya tidak setia, mereka akhirnya bisa kembali dari pembuangan dan dipimpin Ezra diadakan pembaharuan bagi Israel.


Mereka telah membunuh Yesus bahkan menyatakan: Mat 27:25 Dan seluruh rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!". Dari data sejarah mereka telah menerima hukuman Allah, bangsa Israel telah terusir dari tanah Israel sejak tahun 70M dan puncaknya tahun 135M saat pemberontakan Bar Kokhba. Sebagaimana terjadi dalam PL maka kesetiaan Allah juga tidak akan berubah.

Beberapa pemahaman mengajarkan bahwa Israel telah digantikan gereja dan gereja adalah Israel rohani. Penekanan adanya "penggantian" ini digaungkan oleh replacement theology namun berbeda dengan covenant theology yang melihatnya sebagai "penggenapan" (fullfilment) dibanding "penggantian" (replacement).

Semula berkat itu diberikan kepada keturunan Abraham tetapi janji berkat ini juga akan diterima bangsa-bangsa lain melalui Sang Mesias yaitu Yesus.
Kej 12:3 Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."
Gal 3:29 Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.
Dari ayat ini terjadi perluasan berkat yang semula kepada bangsa Israel kemudian diperluaskan ke gerejaNya. Dengan adanya gereja sebagaimana penerima berikat yang kedua maka tidak berarti penerima berkat pertama telah dibatalkan.

Mari kita lihat ayat yang sering jadi acuan konsep "penggantian" dari Israel ke Gereja.
Mat 21:43 Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

Point yang diajukan bahwa kerajaan Allah (basileia theos) diambil dari padamu (bangsa Israel) dan diberikan kepada suatu bangsa (Gereja). Point ini juga digunakan polemikus muslim dengan menyatakan bangsa Israel telah digantikan bangsa Arab. Point tentang Arab jelas absurd karena tidak ada petunjuk tentang bangsa Arab dalam perikop ini bahkan dalam injil Matius termasuk seluruh Perjanjian Baru.

Mengenai point dari Israel ke Gereja, kita harus cermati konteksnya apakah dimaksudkan demikian?. Perhatikan ayat berikutnya.
Mat 21:45 Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya.
Ternyata yang dimaksudkan dengan kata "padamu" yaitu para imam kepala dan orang Farisi bukanlah bangsa Israel secara keseluruhan. Bukankah para rasul dan jemaat mula-mula adalah orang Yahudi atau bangsa Israel. Bahkan diantara mereka juga ada para imam yang mungkin diantaranya juga pernah menolak Yesus.
Kis 6:7 Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.

Maka dari konteksnya bisa kita dapatkan maknanya bahwa kata "padamu" yaitu otoritas keagamaan orang Yahudi pada masa itu yang tidak percaya, akan dipindahkan kepada orang-orang percaya Yesus yang bisa mencakup orang Yahudi atau non Yahudi (gentiles). Kita bisa saja menyebutkan Gereja di sini yaitu komunitas orang percaya Yesus, tetapi bukan berarti yg digantikan Gereja di ayat ini merujuk ke bangsa Israel secara keseluruhan.

Namun saya perlu tegaskan bahwa pemahaman ini tidak berarti mendukung konsep Dual Covenant yaitu ajaran yang berbau pluralisme yang mengajarkan ada 2 (dua) perjanjian atau jalan keselamatan; pertama melalui keunikan bangsa Israel yang dianggap punya jalan selamat sendiri melalui ajaran Musa (Yudaisme) dan yang kedua kekristenan lewat percaya pada Yesus.

Prinsip keselamatan tetap lewat Kristus dan ini telah ditegaskan oleh para rasul dalam Sidang Yerusalem, artinya orang Yahudi atau bangsa Israel tetap harus percaya Yesus untuk bisa selamat. Hanya saja dalam konteks Kisah Para Rasul, orang Yahudi masih diperkenankan menjalankan ritual khas Yahudi sebagai identitas unik mereka sebagai bangsa Yahudi namun ritual itu sudah tidak memberi dampak untuk jalan keselamatan karena keselamtan hanya percaya kepada Yesus. Hal ini ditegaskan Petrus dalam Sidang Yerusalem itu. Kis 15:11 Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga."

Bangsa Israel saat ini memang mayoritas belum percaya Yesus (Yeshua) sebagai Mesias mereka, tetapi sudah ada kebangkitan orang-orang percaya yang dikenalkan sebagai komunitas messianic jews dan bangsa Israel pada akhirnya akan diselamatkan sebagaimana kata Paulus.
Rom 11:25 Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk.
Rom 11:26 Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: "Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub.

Sebagai catatan tambahan, dalam konteks eskatologis eksistensi bangsa Israel tetap ada dan mereka disebutkan sebagai umat yang pertama yang percaya Yesus kemudian disusul bangsa-bangsa lain. Kita tidak tahu apakah angka 144 ribu ini literal atau simbolik dan siapa saja mereka itu tetapi yg jelas mereka adalah orang Yahudi atau bangsa Israel yang percaya Yesus, mungkin saja diantaranya dari kelompok messianic jews masa kini.
Why 7:4 Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel.
Why 7:9 Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.

Dari seluruh uraian ini, apakah bangsa Israel telah digantikan Gereja sebagai bangsa pilihan? jawabannya "Tidak" karena memang bangsa Israel adalah bangsa pilihan yg dipilih Allah dan disiapkan Allah sebagai tempat lahirnya Sang Mesias untuk keselamatan bangsa-bangsa. Keunikan bangsa Israel tetap ada bahkan eksistensi mereka tidak hilang walaupun terusir dari tanah kelahirannya berabad-abad. Namun umat pilihan yang sejati adalah gerejaNya yaitu mereka yg percaya kepada Yesus termasuk bangsa Israel sendiri. Gereja adalah Israel rohani yaitu perluasan dari bangsa Israel atau penggenapan atas bangsa Israel. Eksistensi bangsa Israel sebagai bangsa yang unik pilihan Allah tidaklah hilang namun juga bangsa ini akan bergabung bersama bangsa-bangsa lain sebagai umat yang percaya kepada Yesus.
Share:

Apakah Allah Telah Menolak Bangsa Israel??

Banyak yang menyatakan bangsa Israel telah ditolak Allah sejak mereka membunuh Yesus Sang Mesias. Bukti historis yang diajukan yaitu diusirnya bangsa Yahudi dari tanah Israel di tahun 70M saat jenderal Titus menghancurkan Yerusalem dan puncaknya di tahun 135M saat pemberontakan Bar Kokhba melawan Romawi. Namun berbeda dengan bangsa seperti Edom, Moab dll yang hilang lenyap jejaknya, bangsa Yahudi ternyata tetap eksis walaupun hidup tersebar di bangsa-bangsa lain selama berabad-abad. Kemudian di abad ke-20 mereka bisa kembali ke tanah Israel membangun sebuah negara Israel.

Terlepas dari polemik masalah politik antara Israel vs Arab khususnya Palestina, kita coba melihat data biblikal tentang eksistensi Israel sebagai suatu bangsa. Apakah bangsa Israel memiliki masa depan atau hilang lenyap sejak bangsa ini secara mayoritas menolak Yesus? Pada abad awal sd pertengahan umumnya menyatakan tidak ada masa depan untuk bangsa Israel dan mereka akan hilang eksistensinya. Namun fakta sejarah berkata lain, mereka tetapi eksis sebagai sebuah bangsa walaupun hidup di bangsa lain dan kembali eksis sebagai suatu negara. Menariknya eksistensi bangsa Yahudi walaupun jumlahnya kecil namun telah memberi pengaruh signifikan bagi peradaban dunia khususnya kemajuan teknologi bahkan banyak peraih nobel adalah orang Yahudi.

Dalam teologi Kristen terdapat perbedaan pendapat menyikapi pertanyaan dari judul tulisan ini. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Israel telah digantikan Gereja sebagai umat pilihan Allah sebagaimana digaungkan replacement theology. Namun terdapat pendapat lain bahwa Gereja adalah perluasan dari Israel (covenant theology) dan gereja serta Israel memiliki peran yang berbeda (dispensational theology). Kedua sistem teologi terakhir ini tidak menghilangkan eksistensi Israel. Pembahasan ketiga sistem teologi ini tentu perlu pembahasan yang panjang dan mendalam. Namun kita coba melihat beberapa teks yang krusial untuk kita elaborasi menjawab pertanyaan di atas.

Salah satu point yang diajukan untuk menyatakan bahwa bangsa Israel telah ditolak Allah yaitu tentang umat Yahudi saat ini mayoritas masih tidak percaya Yesus. Point ini bisa dikaitkan dengan teks Alkitab Roma pasal 11 yang nadanya justru menegasikan point tersebut.

Rom 11:1 Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena aku sendiripun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin.
Rom 11:2 Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya. Ataukah kamu tidak tahu, apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Elia, waktu ia mengadukan Israel kepada Allah:
Rom 11:3 "Tuhan, nabi-nabi-Mu telah mereka bunuh, mezbah-mezbah-Mu telah mereka runtuhkan; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku."
Rom 11:4 Tetapi bagaimanakah firman Allah kepadanya? "Aku masih meninggalkan tujuh ribu orang bagi-Ku, yang tidak pernah sujud menyembah Baal."
Rom 11:5 Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia.

Pada ayat 1 & 2 Paulus memberi penegasan bahwa Allah tidak menolak bangsa Israel. Menariknya Paulus mengaitkan dengan kisah Elia yang pada masanya mayoritas orang Israel tidak menyembah Allah melainkan Baal. Jawaban Allah bahwa masih ada orang yg masih percaya kepadaNya walaupun secara kuantitas jumlahnya sedikit. Point ini sangat jelas dan relevan diterapkan ke bangsa Israel masa kini yg walaupun orang yg percaya kepada Yesus jumlahnya sedikit tidak berarti mereka telah ditolak Allah.

Israel masa kini memang mayoritas belum percaya Yesus tetapi mulai ada gerakan kebangkitan orang yang percaya Yesus yg dikenal sebagai Messianic Jews. Bahkan banyak jewish scholar dan rabbi yang telah menerima Yesus sebagai sang Mesias. Michael Brown seorang jewish scholar telah berdebat dengan banyak rabbi Yahudi dan dia telah menuliskan 5 seri buku Answering Jewish Objections. Jewish Scholar dan seorang rabbi Rabbi Itzhak Shapira yang menuliskan buku The Return of Kosher Pig: The Divine Messiah in Jewish Thought. Beberapa rabbi & jewish scholar yg lainnya yg telah percaya seperti Issac Lichtenstein rabbi ortodoks Hungaria, rabbi Israel Zolli, rabbi Russell Resnik, Rabbi Barry Rubin, Rabbi Barney Kasdan, Dr David Fredman dll.

Dari uraian singkat ini, jawaban atas pertanyaan di atas yakni "Tidak". Tentu masih banyak hal yg perlu didiskusikan tentang hal ini termasuk posisi bangsa Israel & gereja dalam konteks eskatologis. Secara umum bisa dikatakan gereja adalah penggenapan atas Israel atau gereja adalah israel secara rohani namun tidak berarti bangsa Israel telah hilang eksistensinya.
Share:

Allah Tritunggal : Waspada ekstrim Triteisme & Modalisme

Allah Tritunggal adalah doktrin primer Kristen yg paling banyak dibahas, diperdebatkan dan dipertanyakan, bukan hanya dari pihak non Kristen tetapi juga internal kekristenan. Konsep Allah Tritunggal lahir sebagai konsekuensi logis dari apa yang diajarkan Alkitab itu sendiri. Bapa sebagai Allah sudah jelas diajarkan dalam PL & PB. Yesus sebagai Allah juga diajarkan dalam Alkitab bahkan dalam Perjanjian Lama yang dikenal sebagai Mesias yang Ilahi (Divine Messiah), demikian juga dengan Roh Kudus. Apakah ini bisa langsung disimpulkan berarti ada 3 Allah ? Tentu tidak, karena ajaran keesaan Allah juga diajarkan Alkitab bahkan dinyatakan oleh Yesus sendiri yang berarti Alkitab mengajarkan Monoteisme. Makanya jika kita terlalu menekankan pada aspek ketigaan Allah dan mengabaikan keesaanNya kita bisa tergelincir ke Triteisme.

Tetapi sebaliknya jika kita terlalu menekankan pada aspek keesaan Allah dan mengabaikan ketigaanNya kita bisa tergelincir pada Modalisme atau Oneness. Untuk itu kita perlu ekstra hati-hati melihat data Alkitab agak tidak tergelincir ke salah satu ekstrim. Maka kita coba rumuskan data Alkitab ini menjadi 5 premis yang tiap premisnya memiliki dukungan data Alkitab yang kuat.
Premis 1: Allah itu esa
Premis 2: Bapa sebagai Allah
Premis 3: Anak (Yesus) sebagai Allah
Premis 4: Roh Kudus sebagai Allah
Premis 5: Ketiganya bisa dibedakan

Kelima premis ini telah tertuang dalam Pengakuan Iman Rasuli & Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel. Konsili Nicea 325 diadakan sebagai respon munculnya ajaran bidat arianisme yang menolak premis 3 dengan menyatakan Yesus adalah makhluk atau ciptaan yang berarti bukan Allah seperti Allah Bapa. Konsili berikutnya Konsili Konstantinopel (381) melengkapi formulasi konsili Nicea dengan lebih memperjelaskan keallahan Roh Kudus (premis 4) sekaligus merespons ajaran bidat Makedonianisme yg menganggap Roh Kudus itu makhluk.

Pihak Modalisme kurang memperhatikan premis 5 sehingga memunculkan pemahaman bahwa Allah itu satu pribadi. Sebelum konsili Nicea ajaran modalisme atau lebih tepatnya monarkianisme telah muncul dan telah ditanggapi bapa gereja diantaranya Tertulianus dalam bukunya Adversus Praxean menanggapi praxeas. Konsili Nicea memang fokus menanggapi Arianisme, namun sebenarnya juga menolak modalisme atau monarkianisme.

Jika kita cermati data Alkitab, primes 5 itu sangat jelas misalnya tentang pembaptisan Yesus yg menunjukan adanya eksistensi Bapa (suara dari surga), Yesus dan Roh Kudus dalam bentuk burung Merpati, demikian juga dengan doa Yesus di Getsemani dll. Pada masa kini varian Modalisme yang mulai populer yaitu Oneness Pentacostalism yang menekankan hanya satu pribadi Yesus yang ilahi, istilah lainnya Jesus Only.

Jika Allah bukan satu pribadi berarti tiga pribadi, bukankah tiga pribadi menunjuk 3 pribadi Allah? Pertanyaan ini telah menjadi pergumulan bapa-bapa gereja untuk menjelaskannya. Bapa gereja Tertulianus memunculkan istilah dalam bahasa latin "una substantii, tre personae", bapa-bapa gereja timur menggunakan istilah "hypostatis" untuk kata "personae" yang kemudian dipadankan ke bahasa Inggris dengan kata "person" atau "pribadi" dalam bahasa Indonesia. Bapa-bapa gereja berikutnya mengadopsi istilah ini (personae/hypostatis) termasuk istilah (homoousios/sehakekat) sambil memberi penjelasan definisi dari istilah-istilah tsb.

Bapa-bapa gereja Kapadokia yaitu Gregorius dary Nyssa, Gregorius dari Nazianus & Basilius dari Kaisarea, banyak membahas masalah ini khususnya keterkaitan antara kata hypostatis & homoousios. Untuk menelaskan homoousios mereka mengambil analogi dengan pribadi dalam hubungan sesama manusia bahwa seorang bapa dan anaknya miliki satu hakekat sebagai manusia. Namun selanjutnya tidak boleh berhenti sampai di situ, karena bisa terjerumus dalam Triteisme karena "Pribadi" ilahi yang dimaksud berbeda dengan "pribadi" manusia. Mereka menjelaskan bahwa pribadi manusia dapat dibeda-bedakan tindakan satu orang dengan yang lainnya jika mengerjakan tugas yang, maka sudah ditepat disebut banyak orang. Pribadi manusia terpisah satu sama lainnya. Berbeda dengan Allah yang tidak terpisahkan satu sama lain, tidak pernah mengerjakan suatu pekerjaan sendiri tanpa melibat yang lainnya. (Gregorius dari Nyssa, Quod Non Sint Tres Dii).

Masih banyak uraian para bapa gereja lainnya tentang hal ini namun point yang bisa kita dapatkan dari uraian bapa-bapa gereja Kapadokia bahwa kata Hypostatis bisa saja diartikan sebagai Person atau Pribadi tetapi bukanlah sepenuhnya seperti pengertian pribadi dalam kamus masa kini. Karena konsep pribadi masa kini melibatkan atribut kesadaran diri yang independen yang tidak terkait dengan pribadi lainnya.

Pada abad ke-18 teolog Karl Barth mengangkat kembali masalah Trinitas yang sudah kurang menjadi perhatian pada masanya. Bahkan pada masa itu seiring dengan munculnya liberalisme, beberapa teolog liberal berpendapat inkarnasi itu mitos dan dengan sendirinya menolak Trinitas. (John Hick, The Myth of God Incarnate). Barth mengkritisi penggunaan istilah "pribadi" yang menurutnya sudah berbeda dengan pengertian yang dimaksud oleh bapa-bapa gereja dan memperkenalkan istilah seinswiese atau "cara berada". Hal ini dituliskan Harun Hadiwijono

".. Sejak abad ke-18 ini sebenarnya pengertian persona atau oknum telah tidak mungkin lagi diterapkan guna mengungkapkan pengertian Alkitab yang mengenai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sebab memang bukan pengertian yang seperti itulah yang dimaksud oleh Gereja kuna ketika merumuskan ajarannya tentang ketritunggalan Allah. Oleh karena itu maka banyak para ahli teologi sekarang yang menerjemahkan ungkapan hypostatis atau persona bukan dengan oknum, melainkan cara berada (seinswiese atau mode of existence), sehingga ketritunggal dirumuskan demikian: Allah adalah satu di dalam substansinya, tetapi memiliki tiga cara berada. (Umpamanya Karl Barth)". Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, 2007, p100.

Namun kita harus hati-hati mengambil acuan dari tulisan ini, yaitu menolak konsep "tiga pribadi" itu lalu meloncat ke konsep "satu pribadi". Karena jika tidak hati-hati bisa tergelincir ke Modalisme. Saya coba pelajari pemahaman Karl Barth ini, yang ternyata dia tidak maksud menolak pemahaman bapa gereja itu tetapi hanya mengkritisi konsep pribadi masa kini utk dijadikan acuan memahami konsep "pribadi" yang dimaksud bapa gereja. Dalam buku-bukunya dia sangat tegas menolak modalisme walaupun ada beberapa teolog yang mencurigai konsepnya itu sebagai modalisme misalnya jurgen moltman. Harun Hadiwijono sendiri yang mengikuti konsep Barth atas istilah "cara berada" menolak bahwa konsep itu mengajarkan sabellian (hal 133). Masalah ini tentu perlu kajian yang lebih teknis & detail.

Berdasarkan uraian singkat ini, maka diperlukan kehati-hatian memahami relasi dalam Allah Tritunggal, karena bisa tergelincir ke ekstrim Triteisme atau ekstrim Modalisme. Jika tertarik menggunakan istilah "cara berada" sebagaimana diajukan Barth, maka kita harus paham bahwa itu tidak dimaksudkan menolak konsep "una substantii, tre personae" atau Satu Hakekat Tiga Pribadi tetapi pengertian "pribadi" yang dimaksud harus dimengerti seperti apa yang dimaksud bapa gereja, seperti dijelaskan oleh bapa-bapa gereja Kapadokia dan "Cara Berada" yang dimaksud tetap merujuk eksistensi atau "pribadi". Apalagi sampai meloncat ke pemahaman Satu Pribadi Tiga Cara Berada yang justru paham Modalisme yang telah ditentang para bapa gereja.
Share:

Kanonisasi Alkitab vs Alquran: Menjawab Menachem Ali

Menachem Ali secara sistematis terus mengulas kekristenan dan temanya saat ini seputaran kanonisasi Alkitab. Sambil mengkritisi kanonisasi Alkitab, dia mencoba memberi perbandingan dengan kanonisasi Quran dan output kesimpulannya bahwa kanonisai Quran lebih superior dibanding Alkitab. Saya telah menulis beberapa postingan FB berkaitan ini dan semoga bisa berlanjut dalam tulisan berseri berikutnya seputar kanonisasi Alkitab. Pada tulisan ini saya akan memberi tanggapan secara ringkas atas video Menachem Ali berjudul Deuterokanonika: Kitab Perjanjian Baru yang Disembunyikan (Apokrif).

Menachem Ali mengawalinya dengan menguraikan proses kanonisasi Quran yang menurutnya sudah final & rampung sejak abad pertama hijrah di era Usman bin Affan. Masalah perbedaan dengan mushaf Mas'ud, Ubay dll hanyalah masalah urutan surah, istilah yang dia gunakan tertib surah. Perbedaan lain hanya sekedar perbedaan bacaan (qiraat). Kemudian dia membandingkan dengan kanonisasi Alkitab yang menurutnya sejak abad 1 sd abad 21 belum juga selesai dan masih terus diperdebatkan. Dia merujuk pada kitab deuterokanonika dalam PL menurut Katolik & Kristen Ortodoks dan dianggap apokrif oleh Kristen Protestan. Kemudian dengan PB dia juga menyebut tentang kitab deuterokanonika yaitu kitab-kitab yang ditolak Marten Luther seperti kitab Ibrani, Yakobus dll. Ali juga menyinggung masalah manuscript dengan membandingkan manuscript Birmingham versus papyrus P52 fragmen injil Yohanes (Footnote 1), untuk point terakhir ini akan dibahas di tulisan lain.

Sekilas bagi audens umum penyajian argumentasi Ali terkesan powerfull & akademik, tidak heran banyak mendapat apresiasi. Namun jika memahami konteks persoalan secara komprehensif akan terlihat argumentasi itu kurang kuat dan tidak substansial khususnya jika itu diletakan dalam bingkai relasi teologis apologetis Kristen Islam.

Pertama-tama mari kita lihat perbandingan apple to apple antara Bible & Quran berkaitan dengan isi kitab, kita bandingkan dulu dengan Perjanjian Baru dengan Quran. Menurut Islam, Quran adalah wahyu Allah yaitu berbagai sabda Allah yang diterima Muhammad melalui malaikat Jibril, kemudian wahyu itu disampaikan ke para sahabatnya yang mencatat dan mengingatnya. Namun hal ini berbeda dengan Perjanjian Baru, karena tidak ada model "wahyu" seperti itu. Yesus tidak pernah dicatat bahwa Dia menerima wahyu Allah melalui perantaran malaikat. Pola dalam Injil ini juga berbeda dengan nabi-nabi dalam PL yang menerima wahyu melalui mimpi, penglihatan dll (Ibr 1:1-2). Dalam PB khususnya injil, wahyu atau firman itu sudah menjadi manusia (Yoh 1:1,14) yaitu Yesus maka apa yang diajarkan Yesus itu bisa disejajarkan dengan wahyu Allah yang diterima Muhammad melalui Jibril.

Pihak polemikus dengan asumsi kitab injil itu seperti Quran, beranggapan "nabi Isa" (Yesus) seharusnya juga menerima wahyu dari Allah. Namun masalahnya tidak ada data berupa kitab atau manuscript yang mendukung pemahaman itu. Bahkan dalam berbagai injil apokrif tidak ada pola seperti itu bahwa Yesus menerima wahyu dari Allah melalui perantara malaikat. Dalam kesarjanaan modern dikenal istilah Q (Quelle) berupa kumpulan perkataan Yesus yang biasa dikaitkan dengan kitab Markus sebagai dua sumber utama penulisan kitab Matius & Lukas (Two Document Hypothesis). Keberadaan Q apakah berupa oral atau written tradition sifatnya hipotesis (Footnote 2) dan debatable (Footnote 3), beberapa scholar seperti Mark Goodacre (Footnote 4) menolak eksistensinya. Nah Q itupun juga tidak compatible dengan konsep pewahyuan menurut polemikus muslim karena dalam Q tidak ada petunjuk bahwa Yesus menerima wahyu tetapi justru hanya berupa perkataan Yesus langsung. Dengan kata lain ektsistensi "injil asli" menurut perspektif muslim sampai saat ini tidak bisa dibuktikan keberadaannya.

Dengan demikian menurut isi kitab perbandingan yang apple to apple itu Injil kanonik dibandingkan dengan Quran. Malah jika lebih detail yaitu semua perkataan dan pengajaran Yesus berbanding dengan Quran yang berisi wahyu atau pengajaran dari Allah. Karena dalam Injil kanonik terdapat narasi sejarah sebagai konteks historis setiap perkataan Yesus, sedangkan dalam Quran sangat sedikit narasi sejarahnya. Makanya dalam Islam dikenal istilah asbabun nuzul ilmu tentang latar belakang dan sebab-sebab turunnya ayat yg sumbernya banyak mengambil dari hadith, kitab tarikh dan tafsir Islam klasik.

Sekarang kita lihat relevansinya dengan proses kanonisasi. Dalam kekristenan, Perjanjian Baru sebagai kitab suci selain injil kanonik yang berisi kisah & pengajaran Yesus juga terdapat kisah para rasul dan jemaat mula-mula, surat-surat para rasul seperti Paulus, Petrus, Yohanes, Yakobus serta kitab Wahyu sebagai kitab apokaliptik. Kesemuanya itu masuk dalam kanon PB. Waktu penulisan dari kitab-kitab ini mayoritas sholars menempatkannya di abad pertama, bahkan liberal scholar seperti A.T. Robinson setelah mempelajari berbagai manuscript menempatkan waktu penulisannya sebelum tahun 70M (Footnote 5).

Menachem Ali membanggakan status kanonisasi Quran yang menurutnya sudah selesai sejak abad pertama Hijrah pada era khalifah Usman bin Affan. Namun sepertinya agak berbeda dengan Mun'im Sirry sebagaimana disampaikan dalam status FBnya berkaitan dengan pembahasannya tentang mushaf Mas'ud. Bagaimana dengan hadith yang jadi sumber utama memahami konteks ayat-ayat Quran, yang nanti dikompilasi oleh Bukhari dll 200an tahun kemudian?. Bahkan sampai saat ini kalangan shiah menolak hadith-hadith yang dianggap sahih oleh kalangan Sunni. Jika kita bandingkan dengan Perjanjian Baru, beberapa kitab yang diperdebatkan dalam PB (7 kitab) bisa disejajarkan dengan hadith yang berisi pendapat para sahabat sama seperti tulisan atau pendapat Petrus dalam surat Petrus.

Menachem Ali mengambil point Martin Luther yang mempertanyakan beberapa kitab dalam PB ini, namun pada kenyataan kalangan protestan juga mengakuinya. Sehingga praktis kanon PB telah diterima secara universal oleh Katolik, Ortodoks dan Protestan. Untuk masalah deuterokanonika PL akan dibahas tersendiri, pointnya pembahasan ini sifatnya diskusi internal dalam kekristenan, namun karena Ali mengangkatnya dalam konteks apologetik Islam terhadap Kristen, maka kita perlu melihat relevansi pembahasan deuterokanonika dengan dialog Kristen Islam. Dan ternyatanya tidak punya relevansi yang signifikan. Referensi tentang kemesiasan Yesus serta kesinambungan dari PL ke PB masih tetap eksis dalam kitab-kitab di luar deuterokanonika. Bahkan tidak ada point dalam deuterokanonika untuk pembenaran terhadap konsep teologis Islam oleh polemikus Islam sebagai agama yang meluruskan ajaran Kristen & Yudaisme, konsep Israel digantikan Arab atau nubuatan atas Muhamamad & Islam.

Sekarang kita lihat perbandingan lain antara Injil kanonik dan Quran. Ketiga injil sinoptik Matius, Markus & Lukas banyak menulis narasi sejarah kisah Yesus dibanding Injil Yohanes yang sifatnya pelengkap untuk data sejarah dan lebih fokus pada pengajaran Yesus. Ketiga injil sinoptik ini bisa disejajarkan dengan mushaf Uthmani, mushaf Mas'ud, Mushaf Ubay bin Kaab dll. Namun bedanya dalam kekristenan tidak ada upaya penyeragaman untuk menetapkan satu kitab standard tetapi membiarkan apa adanya keberadaan kitab-kitab itu sejak abad pertama. Jika kita melihat daftar kitab PB menurut bapa-bapa gereja seperti Athanasius dll juga konsili-konsili seperti konsili Laodekia, Hippo, Kartago dll, semuanya menyebutkan keempat injil kanonik. Memang ada yang hanya memilih satu kitab saja yaitu kitab Lukas tetapi dilakukan oleh bidat Marcion karena alasan teologis sesuai dengan ajaran bidatnya.

Berbeda dengan Islam yang menyeragamkan dan menetapkan Quran standard yaitu mushaf uthmami dan membakar mushaf-mushaf lainnya. Menachem Ali mencoba menyederhanakan persoalan ini, bahwa standardisasi hanya demi tertib surah. Perbedaan dengan mushaf Uthmani hanya masalah urutan surah dan perbedaan bacaan (qiraat) katanya. Saya kira ini masalah internal Islam, dan diantara sarjana Islam itu sendiri terutama dari sarjana Islam modern cukup banyak yang berbeda pendapat dengan Ali. Saya kembali menyebut Mun'im Sirry yang kebetulan status FBnya beberapa hari ini membahas kanonisasi Quran & mushaf Mas'ud. Data yang ditunjukan Mun'im Sirry bahwa Mas'ud menolak standardisasi Quran yang dipimpin Zaid bin tsabit dan dia juga menolak menyerahkan mushafnya untuk dibakar. Data lainnya masih ada penggunaan mushaf Mas'ud pasca era Uthman. Jawaban standard apologetik Islam bahwa Mas'ud berikutnya disebutkan telah menerima mushaf Uthmani, sudah tentu datanya perlu dicross check kembali. Silahkan rekan-rekan melihat langsung tulisan Sirry di FBnya atau membaca buku-bukunya (Footnote 6) yang cukup detail membahas hal ini. Selain Sirry, buku Taufik Adnan Amal berjudul Rekonstruksi Sejarah Al-Quran menarik juga dipelajari (Footnote 7).

Jika dalam Islam, ada otoritas tunggal yang berpengaruh dalam proses kanonisasi yaitu kalifah Utman bin Affan dan berlanjut di era dinasti Umayah kalifah Abdul Malik bin Marwan dan gubernur Hajjaj bin Yusuf yg sangat keras melarang penggunaan mushad Mas'ud. Berbeda dengan dengan kekristenan awal, tidak ada otoritas tunggal yang melakukan standarisasi injil misalnya menetapkan injil Lukas sebagai injil standard.

Pola kepemipinan geraja awalnya berpusat pada kepimpinan para rasul di Yerusalem, seiring waktu di kota-kota yang banyak Kristen muncul para penatua atau presbiter yang dipimpin seorang uskup, seperti uskup Alexandria, uskup Roma, uskup Yerusalem dll (Footnote 8.). Di gereja bagian barat kepemimpinan mulai terpusat ke Roma yang kemudian dikenal sebagai Katolik Roma sedangkan di timur cenderung lebih independen satu sama lain yang kemudian disebut sebagai kristen Ortodoks. Jika masalah ketuhanan Yesus diteguhkan dalam konsili am & oikumenes melalui formula pengakuan iman yang meneguhkan apa yang telah dimani gereja sejak awal lahirnya kekristenan. Masalah kanon PB lebih banyak dibahas dalam konsili-konsili lokal seperti konsili Laodekia, Hippo, Kartago dan termasuk daftar kitab yang disusun oleh bapa-bapa gereja seperti Athanasius dll. Namun semua sepakat menerima keempat injil kanonik dan kitab-kitab lain kecuali ketujuh kitab lainnya yg diperdebatkan, namun pada pada akhirnya semua ke-27 kitab PB diterima semua gereja termasuk kemudian oleh Protestan. Pointnya jelas tidak ada upaya untuk standarisasi atau memilih satu kitab injil, karena memang tidak ada alasan dan tidak ada yg perlu ditakuti. Adapun perbedaan dalam kitab kanonik bukanlah hal substansi karena inti ajaran dan sejarah (historical core) tetap sama. Berbeda dengan injil apokrif yang ditolak gereja karena bapa-bapa gereja secara mayoritas telah mengetahui kitab-kitab apokrif itu nanti ditulis belakangan di abad kedua dst. Kitab-kitab apokrif itu tidak dibakar dan masih eksis sampai saat ini, terutama sejak penemuan di Nag Hammadi.

Ok saya kira ini dulu catatan ringkasnya menanggapi video Menachem Ali. Untuk pembahasan yang lebih spesifik akan dilanjutkan dalam status FB berikutnya dan untuk kajian yang lebih detail & teknis akan dituliskan dalam Blog dan jika ada kesempatan disajikan lewat video zoom/youtube.

Footnote:

(1). ".. The critical significance of p52, which preserves only a fragment of John 18, lies in the date of 'about 125' assigned to it by the leading papyrologists. Although 'about 125' allows for leeway of about twenty-five years on either side, the consensus has come in recent years to regard 125 as representing the later limit, so that p52 must have been copied very soon after the Gospel of John was itself written in the early 90's A.D. (with the recent discovery of p90 another second century fragment of the Gospel of John is now known). It provides a critical witness to the quality of the New Testament textual tradition, further confirming it by exhibiting a 'normal text', i.e., attesting the text of today (that of Nestle-Aland26 and GNT3)." The Text of the New Testament, Aland and Aland, Eerdmans/EJ Brill: 1989 (2nd ed)

(2). ".. It is necessary to insist that Q is simply a hypothetical document; its claim to have existed rests on its being the best hypothesis to explain the fact that there is much material to be found in these two Gospels [Matthew, Luke] which shows so close a resemblance of wording (sometimes amounting to complete identity) that it must have been derived by both of them from a common written source, or at least an oral source which was regarded as authoritative and memorized by Christian teachers". Ralph P. Martin, New Testament Foundations: A Guide for Christian Students--Vol.1: The Four Gospels, Eerdmans: 1975, p147

(3). "..Criticism of the two-document hypothess ) has centered on the alleged priority of Mark and several objections to the hypothethical source Q. (1) Q has never been shown to be one document, and (2) its character and limits are difficult if not impossible to establish. (3) It is, some charge, an unncesessary assumption since the synoptic problem can be resolved without invoking such a hypothethical source. The last objection was supported inter alia by A. Farrar and, together with an attack on Marcan priority, by B.C. Butler. In recent years it has been pursued persistently by a "task force" of a considerable number of scholars made up largely but not altogether of advocates of a new Griesbach hypothesis..". Peter Stuhlmacher, ed. The Gospel and the Gospels, Eerdmans: 1991, p35

(4), Mark Goodacre, The Case Against Q: Studies in Markan Priority and the Synoptic Problem, Harrisburg, PA: Trinity Press International, 2002

(5). John A. T. Robinson, Redating the New Testament, SCM Press, 1976

(6). Mun'im Sirry, Kontroversi Islam Awal: ; Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis , Mizan, 2015 dan Mun'im Sirry, Rekonstruksi Islam Historis, Suka Pres, Yoqyakarta, 2021

(7). Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, alvabet, 2005

(8.). Transisi kepemimpinan gereja awal dari gereja rasuli di Yerusalem ke kota-kota yang dipimpin oleh uskup atau pola pelayanan rangka tiga: uskup, presbiter dan diaken, kita lihat datanya dalam tulisan Ignatius uskup Antiokhia dan Ireneus yang membuat daftar pemimpin-pemimpin gereja pada masa itu. Uraian ini dijelaskan dalam buku Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, BPK Gunung Mulia, 2007. hal 6-10.

Referensi:

- Bruce Metzger, The Canon of the New Testament. Oxford: Clarendon, 1987
- Michael J. Kruger, Canon Revisited: Establishing the Origins and Authority of the New Testament Books, Crossway, 2012
- Roger T. Beckwith, The Old Testament Canon of the New Testament Church and Its Background in Early Judaism (Grand Rapids, MI: Wipf & Stock Publishers, 1986
- Harris, R. Laird. Inspiration and Canonicity of the Scriptures. Greenville, SC, 1995
- Lee M. McDonald, The Formation of the Christian Biblical Canon. Peabody: Hendrickson, 1995.
- Arthur Patzia. The Making of the New Testament. Downers Grove: IVP, 1995.
- Cyril C. Richardson (ed.). Early Christian Fathers, Macmillan:1970
- Schaff, Philip, History of the Christian Church,Volume I: Apostolic Christianity, A.D. 1-100, CCEL, Wheaton College
- Charlesworth, James H., The Old Testament Pseudepigrapha & the New Testament: Prolegomena for the Study of Christian Origins, Trinity Press International, Harrisburg, 1985
- Jakov Van Bruggen, Siapa Yang Membuat Alkitab?, Momentum, 2013 terjemahan dari Wie Maakt de Bijbel, Kampen Netherlands
- F.F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia, 2003 terjemahan dari The New Testament Documents, InterVarsity Fellowship
- Ralph P. Martin, New Testament Foundations: A Guide for Christian Students--Vol.1: The Four Gospels, Eerdmans: 1975
- Peter Stuhlmacher, ed. The Gospel and the Gospels, Eerdmans: 1991
- John A. T. Robinson, Redating the New Testament, SCM Press, 1976.
- Mark Goodacre, The Case Against Q: Studies in Markan Priority and the Synoptic Problem, Harrisburg, PA: Trinity Press International, 2002
- Strobel, Lee, Pembuktian Kebenaran Iman Kristiani, Gospel Press, Batam, 2005, terjemahan dari The Case for Faith, Zondervan, Grand Rapids
- Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, BPK Gunung Mulia, 2007
- Paulus Daun, Bidat dari Masa ke Masa, Yayasan Daun Family, 2007
- Gerhard Nehls & Walter Eric, The Islamic-Christian Controversy, Life Challenge Africa, Nairobi, Kenya, 1996
- Gilchrist John, Facing the Muslim Challenge : A Handbook of Christian-Muslim Apologetics, Life Challenge, Cape Town, South Africa, 2002
- Gilchrist, John, The Textual History of The Qur’an and The Bible, Light of Life, Austria, 1996
- Campbell, W.F, The Quran and the Bible in the light of History and Science, Middle East Resources
- Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, alvabet, 2005
- Mun'im Sirry, Kontroversi Islam Awal: ; Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis , Mizan, 2015
- Mun'im Sirry, Rekonstruksi Islam Historis, Suka Pres, Yoqyakarta, 2021
Share: