Polemik Kebangkitan Yesus "Aktif vs Pasif"

Polemik seputar isu "aktif vs pasif" telah berlangsung cukup lama, update terakhir pihak API menyajikan tulisan tentang hal ini sekaligus menegaskan posisi API yang bisa disalahpahami berdasarkan tulisan mereka sebelumnya. API dengan cermat mengingatkan adanya false dilemma dalam isu ini yaitu adanya dikotomi aktif vs pasif atau antara Yesus bangkit sendiri vs Yesus dibangkitkan. Jika kita memetakan posisi pihak yg berdiskusi maka dikotomi itu tidak tepat, karena sebenarnya yg terjadi antara mereka yg menerima keduanya "aktif & pasif" versus pihak yg menerima "hanya pasif".

Memang sepertinya posisi "hanya pasif" merasa disudutkan karena seakan-akan dianggap menolak aspek keilahian Yesus karena berpendapat Yesus tidak bangkit sendiri. Namun bagi mereka yg tahu duduk masalah termasuk mengenal posisi teologis pihak "hanya pasif" tentu tidak beranggapan demikian. Apalagi ada pernyatan tegas bahwa Yesus memiliki kuasa utk membangkitkan diriNya sendiri hanya saja beranggapan Yesus tdk menggunakanNya. Dalam hal ini semua pihak yg berdiskusi sepakat & menerima keilahian Yesus disamping kemanusiaanNya sehingga bisa dikatakan sama-sama sebagai murid Kristus hanya berbeda untuk isu ini.

Posisi mainstream kekristenan termasuk christian scholars menerima keduanya "aktif pasif" dan itu bahkan dituangkan dalam buku-buku standard pengajaran seperti dogmatics reformed yg ditulis Geerhardus Vos & Richard Gaffin dll. Maka begitu ada pendapat berbeda berkaitan dengan doktrin primer dan sepertinya menolak semacam "konsensus" scholars terutama dari kalangan evangelical & reformed scholars tentu saja menimbulkan reaksi. Namun kita perlu ingat bahwa "kebenaran" tdk ditentukan dgn suara mayoritas tetapi oleh kualitas argumentasinya. Maka adanya pendapat yg berbeda "dissenting opinion" seharusnya bukan masalah karena penilaian akhir tetap dikembalikan kepada para pembaca (judge if for yourself).

Menurut saya pribadi untuk point yg berbeda pada hal sensitif berkaitan dgn doktrin primer perlu hati-hati menyampaikannya ke publik. Mungkin maksudnya mengedukasi para pembaca utk berpikir secara kritis, tetapi masalahnya jika point argumentasi tidak begitu kuat dan menimbulkan reaksi yg men-challenge pendapat itu sehingga bisa membingungkan awam. Mungkin sebaiknya pendapat yg berbeda itu disampaikan ke ranah akademik melalui forum-forum diskusi internal atau dituliskan dalam bentuk buku atau jurnal. Ini hanya saran saja, kalaupun telah terlanjur dibahas di ranah publik sebaiknya diskusi tetap fokus pada content argument dan bukan pada hal-hal yang sifatnya personal & retorik yang mengarahkan ke "ad hominem argumentum".

Berkaitan dengan isu ini posisi saya tegas menerima "aktif & pasif", namun saya tetap menghargai posisi rekan2 yg memilih "hanya pasif". Dalam tulisan & tanggapan saya di FB termasuk di video youtube saya berusaha tetap fokus pada content argument, termasuk berusaha memahami jelas posisi lawan diskusi agar terhindar dari strawman argument. Saya berharap rekan2 yg akan berinteraksi dengan point2 tanggapan saya, bisa memberi klarifikasi jika ada point-point saya yg terindikasi strawman arguments.

Dalam membangun argumentasi rujukan ke secondary sources berupa tulisan scholars adalah sah-sah saja, malah dalam tulisan akademik sebaiknya kita menyertakan referensi acuan kita dlm bentuk footnotes atau endnotes. Tetapi kita harus menghindari membangun "klaim" kebenaran posisi kita bersandar pada pendapat penulis tertentu karena sudah masuk kategori logical fallacy yaitu appeal to authority. Misalnya dengan adanya polemik istilah teolog papan atas vs papan bawah, sebaiknya istilah2 ini tdk perlu disebutkan lagi.

Tulisan saya sebelumnya menanggapi posisi pihak "hanya pasif" yaitu rujukan yg digunakan tulisan Geerhardus Vos & Richard Gaffin. Saya memilih utk mengkaji langsung tulisan itu dibanding dgn membandingkannya dengan scholars lainnya atau mencari kelemahan dari latar belakang personal Vos & Gaffin. Dari kajian saya ternyata terjadi misreading atas tulisan mereka sehingga terjadi misleading atas posisi teologis mereka seakan-akan mereka berpendapat kebangkitan Yesus hanya "pasif saja". Untuk menghindari agar saya juga tdk misreading, maka dlm tulisan di FB dan di video youtube, saya mengutip langsung (screenshot) tulisan mereka satu persatu. Jika ternyata ada kekeliruan dalam tulisan dan video itu, alangkah baiknya direspon balik dengan menyajikan point argumentasi dan data.

Dalam tulisan Paulus termasuk Kisah Para Rasul memang banyak menulis Yesus yg dibangkitkan karena narasi itu ditulis setelah terjadinya peristiwa kematian & kebangkitan Yesus. API telah menuliskan secara ringkas maksud dari pernyataan "dibangkitkan" ini sebagai konfirmasi dari Allah Bapa atas berbagai peristiwa yang dialami Yesus termasuk kebangkitanNya. Menurut Gaffin, Paulus memang sedang menekankan aspek kemanusiaan Yesus yg secara hypostatik sehakekat dengan kita manusia. Sebaliknya pernyataan Yesus dalam Yoh 2:19-21, 10:17-18 sedang berbicara tentang aspek keilahianNya. Sepertinya ada konflik antara pernyataan Yesus vs Paulus seperti ditulis oleh Gaffin, tetapi kata Gaffin masalah ini terselesaikan dengan adanya konsep hypostatic union bahwa Yesus itu adalah satu pribadi yg memiliki 2 hakekat sebagai Allah & manusia.

Pihak "hanya pasif" menolak hal ini, bukan menolak hypostatic union tetapi berpendapat bahwa pribadi Anak memilih tidak menggunakan kuasaNya untuk bangkit sendiri karena solidaritas sebagai manusia. Secara retorik memberi pertanyaan balik, bagaimana dengan kelahiranNya? Apakah pribadi Anak terlibat aktif dalam kelahiranNya? Tentu saja Dia juga aktif dalam kelahiranNya, bukankah Yesus memiliki pra eksistensi sebagai Logos yang kemudian pada saat Dia berinkarnasi natur kemanusiaan ditambahkan kepadaNya. Pada saat kelahiranNya, Logos yang telah eksis ditambahkan natur kemanusiaan, saat kematianNya natur kemanusiaanNya mengalami kematian dan saat kebangkitanNya, natur kemanusiaanNya dihidupkan kembali.

Respon baliknya bahwa natur dianggap sebagai sifat yg tdk mengalami kematian/kebangkitan karena yg bisa mati/bangkit hanya pribadi. Respon ini sepertinya memisahkan natur & pribadi, namun dlm konsep hypostatic union, natur jelas bagian dari pribadi atau pribadi itu terdiri atas natur ilahi dan manusia. Apakah ini mengarah ke nestorianisme? jelas tidak karena nestorian mengajarkan adanya 2 pribadi atau 2 hypostatic yaitu Allah Firman dan manusia Yesus, seakan-akan posisi "aktif pasif" bermakna Allah Firman telah membangkitkan manusia Yesus. Kalau pandangan seperti itu, akan menunjukan adanya suatu pribadi (Allah Firman) yg membangkitkan pribadi yg lain (manusia Yesus). Namun konsep hypostatic union tidak seperti itu, karena lebih tepat dikatakan Yesus sebagai Allah membangkitkan diriNya sendiri.

Untuk memudahkan kita memahami hal ini, kita bisa lihat perbandingannya tentang Yesus yg berkuasa bisa menciptakan makanan seperti mujizat 5 roti dan 2 ikan, namun pada saat bersamaan Dia sebagai manusia sedang merasakan lapar. Kondisi terjadi hanya pada satu pribadi Yesus yg memiliki natur ilahi yg bisa menciptakan makanan dan natur manusia dimana Dia merasakan lapar. Contoh yg lain sebagai manusia Yesus menangis atas sahabat-Nya Lazarus namun sebagai Allah Dia berkuasa membangkitkan Lazarus dari kematian. Penjelasalan2 seperti ini telah diuraikan para bapa gereja seperti Leo yg menuliskan Tomus, Cyrillus - formula unions dll yg kemudian dirumuskan dlm konsep hypostatic union di konsili Chalcedon (451M).

Dlm diskusi isu ini disinggung juga konsep Perikoresis yg sebenarnya justru meneguhkan posisi "aktif pasif" bahwa kebangkitan Yesus sebagai bagian dari karya Allah Tritunggal (opera ad extra) dimana Yesus sebagai pribadi Anak terlibat didalamnya. Masalah hubungan ketiga pribadi dalam konsep Allah Tritunggal telah digumulkan oleh para bapa gereja yg dalam posisi selain menolak konsep unitarian dari Arius juga menghadapi 2 ekstrim berkaitan Allah Tritunggal, ekstrim pertama Triteisme yg terlalu menekankan ketigaan sehingga tergelincir pd konsep 3 Allah dan ekstrim kedua modalisme/sabelian yg menekankan keesaan sehingga tiga pribadi itu hanya topeng atau peran semata. Bapa-bapa gereja Kapadokia (gregorius dr Nazianzus, Gregorius dr Nyssa & Basilius dr Kaisarea) telah membantah kedua ekstrim ini. Gregorius dr Nyssa dalam bukunya Quod Non Sint Tres Dii sebagaimana ditulis Tony Lane dlm bukunya Runtut Pijar menyatakan "... Kita tidak pernah mendengar bahwa Sang Bapa berbuat sesuatu sendiri tanpa kerja sama dengan Sang Anak. Demikian juga Anak tidak pernah bertindak sendiri tanpa Roh Kudus...". Maka konsep Perikoresis seperti yg ditunjukan dlm tulisan bapa-bapa gereja Kapadokia justru mendukung posisi "aktif pasif" bahwa Yesus sebagai bagian dari Allah Tritunggal juga terlibat aktif dalam kebangkitan tubuh manusiaNya.

Respon baliknya jika demikian apakah berarti Allah Bapa juga mengalami kematian seperti pribadi Anak? jawabannya jelas tidak, demikian juga pribadi Anak tidak mengalami kematian karena Tuhan tidak bisa mati. Yang mati adalah Yesus sebagai manusia. Rasul Petrus tegas menyatakan hal ini. 1 Pet 3:18 ... Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,
Kematian bukan berarti hilang lenyapnya eksistensi seseorang tetapi lepasnya nyawa dari tubuh seseorang dan secara roh dia tetap eksis.

Sebenarnya dasar argumentasi dr posisi "hanya pasif" terletak pada konsep Kenosis dlm Filipi 2. Dalam keadaan Yesus sedang berinkarnasi dan mengalami kenosis dianggap banyak kuasa Yesus tidak digunakanNya. Bahkan sampaikan dikatakan kebangkitan Lazarus oleh Yesus bukan karena kuasaNya sendiri tetapi kuasa Roh Kudus seperti yg juga dilakukan oleh Elia & Petrus. Kecuali kuasa menyembuhkan mata orang buta dan kuasa mengampuni dosa. Perihal kebangkitan Lazarus, saya telah tulis dalam tulisan sebelumnya yg membuktikan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus dengan kuasaNya sendiri dan mujizat Yesus merupakan salah satu bukti keilahianNya.

Dari pemahaman atas konsep "Kenosis" ini maka muncul istilah "potentiality & actuality". Yesus punya potensi untuk membangkitkan diriNya sendiri tetapi Dia tidak menggunakanNya karena mungkin karena "berkenosis". Masalah Kenosis ini tentu perlu pembahassan tersendiri secara komprehensif. Secara ringkas kenosis ini berkaitan dengan Yesus yg sedang membatasi diriNya dalam penggunaan atribut-atribut keilahianNya, posisi saya cenderung sependapat dgn D.A.Carson. Namun kita harus hati2 utk tidak menerapkan ke banyak hal yg tanpa dsadari bisa mereduksi keilahianNya. Saya kira byk scholar sepakat bahwa salah satu pembatasan yg dilakukan Yesus yaitu pada rencana Bapa berkaitan dengan hari kedatanganNya dimana Anak tidak mengetahui. Kemudian dalam hal ketundukan kehendak Anak terhadap kehendak Bapa saat Dia berinkarnasi menjalankan misi penyelamatan manusia. Namun saat kebangkitan dan kenaikanNya, Yesus menerima kembali semua kemulian dan kuasa itu yg sebelumnya utk sementara waktu Dia batasi penggunaanNya.

Di luar perihal ketundukan kehendak Anak terhadap kehendak Bapa dan rencana kedatanganNya kedua kali, tidak ada petunjuk lain bahwa Yesus membatasi penggunaan kuasa yg dimilikiNya. Bahkan seorang perempuan yg sedang sakit pendarahan saat menyentuh jubahNya merasakan adanya kuasa yg keluar dari diri Yesus. Tentu akan terasa janggal jika Yesus memiliki kuasa tetapi meminjam kuasa Roh Kudus untuk melakukan mujizat seperti membangkitkan Lazarus. Apalagi terbukti bahwa saat melakukan mujizat Yesus tidak pernah bermohon kepada Allah Bapa atau Roh Kudus untuk bisa melakukan mujizat. Saat Yesus meneduhkan angin ribut, Dia melakukannya secara spontan tanpa perlu berdoa dulu. Apakah saat melakukan mujizat itu, dalam diriNya ada 2 kuasa yaitu kuasa diriNya dan kuasa Roh Kudus dan yg aktif saat itu kuasa Roh Kudus?.

Sekarang kita balik pada teks-teks Alkitab berkaitan dengan isu "aktif pasif" ini. Memang teks-teks yg menunjukan Yesus "aktif" dalam kebangkitanNya tidaklah banyak (Yoh 2:19-21, 10:17-18) dibandingkan teks yg menunjuk Yesus "pasif" dlm kebangkitanNya yg jumlahnya cukup berlimpah terutama tulisan2 Paulus. Namun penarikan konklusi tidak boleh didasarkan pada jumlah teks antara mayoritas vs minoritas, demikian juga dgn membandingkan pernyataan Yesus vs Paulus seakan-akan ada yg lebih berotoritas.

Pihak posisi "aktif pasif" tidak mempermasalahkan teks-teks "pasif" yg umumnya pernyataan Paulus karena juga menerimanya dan memiliki otoritas yg sama dengan pernyataan Yesus. Namun pihak "hanya pasif" tentu akan menolak teks2 "aktif" tersebut utk tetap meneguhkan posisinya. Mari kita lihat teks Yoh 2:19-21

Joh 2:19 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."
Joh 2:20 Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"
Joh 2:21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
Joh 2:22 Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya..

Konsep "potentiality vs actuality" sepertinya sulit diterapkan pada teks2 ini, kecuali "mungkin saja" pada Yoh 10:17-18 walaupun maknanya belum tentu seperti itu. Mengenai Yoh 10:17-18 perlu dibahas tersendiri. Maka pendekatan yg dilakukan bahwa pernyataan Yesus itu belum terjadi atau bersifat "future tense" berbeda dgn apa yg ditulis Paulus yg riil sudah terjadi. Argumentasi ini lemah karena sepertinya meragukan apa yg dikatakan atau dinubuatkan Yesus yg mungkin dianggap bisa tidak terjadi. Ayat 22 sudah jelas menolak hal ini. Bantahan lain dengan mempersoalkan grammar mengenai middle voice, argumentasi ini juga tidak kuat karena dari struktur kalimatnya jelas menunjukan subjek pelakunya adalah Yesus sendiri. Apalagi konteksnya menunjukan bahwa Yesuslah pelaku utama dari narasi itu bukan Allah Bapa atau Roh Kudus.

Bantahan yg cukup kuat yaitu pada kajian grammar atas ayat 21, yg mempertanyakan terjemahan LAI kata "ialah" karena jika dimaksudkan kata "ialah" atau "adalah" maka seharusnya ada kata "estin" di situ, sama seperti di Yoh 10:30 Aku dan Bapa adalah satu. Preposisi yang digunakan kata "autos" yg merujuk pada "naos" dan "soma" sehingga harus diterjemahkan menggunakan kata "of/dari". Maka seharusnya terjemahan yg tepat adalah "the temple of his body" atau "Bait (dari) tubuhNya". Dalam proses penerjemahan Alkitab penerjemahan menjadi "the temple of his body" sebagaimana terjemahan literal yg mencoba setia pada grammar contohnya KJV & ASV. Namun metode penerjemahan lainnya menggunakan gaya penerjemahan dinamis yg bermaksud mempermudah dimengerti oleh pembaca yg maknanya tetap seperti yg dimaksud oleh sang penulis Alkitab. Misal LAI, NIV & ISV. New International Version: But the temple he had spoken of was his body.

Argumentasi ini cukup kuat, namun apakah berarti kata "naos" tidak merujuk ke tubuh Yesus? belum tentu! jika kita mengikuti terjemahan literalnya, akan muncul beberapa pengertian utk kata "naos" mengacu penggunaan kata ini secara metafora/simbolik dalam bagian Alkitab lainnya. Ada 2 pengertian yg utama, pertama merujuk ke tubuh Yesus secara fisik dan yg kedua merujuk pada orang-orang percaya sebagai bagian dr tubuh Kristus atau kita bisa sebut "gereja" sebagaimana ditulis oleh rasul Paulus.

Saya telah mengkaji masalah ini dgn melihat aspek gramatikal seperti yg telah diuraikan serta memperhatikan konteksnya. Kemudian membandingkan dgn kajian dr para scholar seperti Ridderbos, D.A.Carson, C.K. Barrett, George R. Beasley-Murray, Constanble, Raymond Brown dll. Selanjutnya melihat tulisan bapa-bapa gereja yg relevan dengan masalah ini seperti Ignatius, Clement of Alexandria, Ireneus, Tertulian, Origen, Hypolatus dll. Kajian lengkapnya akan dibahas tersendiri karena cukup panjang.

Secara ringkas dari kajian ini, kata "naos" yg dimaksudkan lebih tepat merujuk ke tubuh fisik Yesus yg akan dibangkitkan Yesus sebagai Allah. Konteks dekatnya mempertegas hal itu. Adapun penafsiran kata "naos" merujuk pada gereja nanti muncul belakangan setidak-tidaknya sejak hr Pentakosta. Umumnya bapa gereja merujuk kata "naos" pada tubuh fisik Yesus bahkan Ignatius dalam tulisannya Epistle to the Smyrnaeans, Chap. II dengan tegas menyatakan "..He truly raised up Himself". Memang ada bapa gereja seperti Origen juga memahami kata "naos" merujuk ke gereja namun itu pengembangan makna secara alegoris dan makna awalnya tetap dimaknai Origen merujuk ke tubuh Yesus.

D.A Carson menegaskan "..interpretations that understand the body that is raised up to be the church... are without warrant. The words
‘his body’ can refer only to the physical body of Jesus, crucified, buried, and raised from the dead..". D.A. Carson, The Gospel According to John, Eerdmans, Grand Rapids,1991. Memang ada scholar seperti Raymond Brown yg menyatakan teks itu bisa bermakna ganda sekaligus ke tubuh Yesus dan gereja. Namun sy belum menemukan scholar dlm posisi bahwa kata "naos" dalam teks2 itu hanya merujuk ke gereja dan bukan ke tubuh Yesus. Ini berarti pandangan yg mengganggap adanya makna ganda tidak menghilangkan point utama bahwa Yesus memang berbicara tentang tubuhNya yang akan dibunuh dan akan Dia bangkitkan sendiri.

Ada terdapat dua konteks utama yg berkaitan dgn hal, pertama tentang pembersihan Bait Allah yg dilakukan Yesus yg secara typologi merujuk ke diriNya sebagaimana Tabernakel dlm PL yg melambangkan "dwelling place of divine" dan konteks kedua tentang tanda yg diminta orang Yahudi, yg dalam injil sinoptik merujuk ke tanda Yunus. Jelas tanda Yunus berkaitan dengan nubuatan kematian dan kebangkitan sang Mesias, sehingga pernyataan Yesus tentang Bait Allah berbicara tentang kematian dan kebangkitanNya. Lambang Bait Allah yg digunakan jelas merujuk ke diriNya sendiri. Dari konteks ini jelas tidak ada kaitannya dgn "gereja", seperti yg dinyatakan pak Chandra salah seorang narasumber dalam video di RBS agar kita tidak memasukan teologi Paulus ke teologi Yohanes yg bisa mengarah ke eisegese.

Demikian tulisan ini semoga memberi manfaat. Banyak hal-hal teknis teologi yg disinggung dlm tulisan ini seperti hypostatic union, perikoresis, kenonis dll, jika dari uraian ini ada yg dianggap kurang tepat mohon bantuan utk meluruskannya. Tentu kita perlu kembangkan semangat berdiskusi yang fokus pada content argument.
Share:

Apakah Yesus Membangkitkan Orang Mati dengan KuasaNya Sendiri?

Dalam Injil tercatat Yesus banyak melakukan mujizat termasuk membangkitkan orang mati. Para polemikus Islam menyatakan mujizat Yesus karena kuasa Allah dan terjadi atas izin Allah. Mereka mengambil contoh para nabi dan rasul yang juga melakukan mujizat membangkitkan orang mati seperti Elia, Elisa, Petrus dll. Saya teringat bantahan ini dikatakan KH Bahaudin Mudhary dlm bukunya "Dialog Ketuhanan Yesus". Bantahan serupa juga dinyatakan para bidat seperti Saksi-saksi Yehovah yang intinya Yesus membangkitkan orang mati dengan kuasa Allah. Menariknya ada yg menyatakan mujizat membangkitkan Lazarus itu kuasa Roh Kudus dan Yesus katanya memiliki kuasa membangkitkan tetapi Dia tidak mengunakannya.

Sekilas tidak ada istimewa dengan mujizat Yesus untuk jadi salah satu bukti keilahianNya, karena secara retorik para polemikus akan mengatakan jika karena Yesus membangkitan orang mati Dia itu Tuhan maka para nabi & rasul seperti Elia & Petrus harusnya juga dianggap sebagai Tuhan.

Untuk menjawabnya kita bisa melihat ulasan Robert Bowman Jr dalam bukunya Putting Jesus in His Place, buku ini telah diterjemahkan dengan judul "Menempatkan Yesus di Takhta_Nya: Pembuktian Atas Keilahian Yesus, Literatur SAAT, 2015. Bowman menegaskan bahwa Yesus melakukan mujizat dengan kuasaNya sendiri. Bowman merujuk pada tulisan scholar Werner Kahl yang membuat 3 kategori berkaitan mujizat, pertama pemilik kuasa lahi (BNP), kedua pemohon kuasa ilahi (PNP) dan ketiga perantara kuasa ilahi (MNP). Untuk detailnya saya mengutip langsung dari buku Werner Kahl yang jadi acuan Bowman.

I will refrain from using the term ‘miracle worker’ in my analysis, and introduce instead the terms ‘bearer of numinous power’ (?BNP) for subjects who incorporate healing power in themselves, ‘petitioner of numinous power’ (?PNP) for those whose function is to activate their gods through prayer, and ‘mediator of numinous power’ (?MNP) for those subjects who mediate a ?BNP’s numinous power for the performance of a miracle..". Werner Kahl, New Testament Miracle Stories in Their Religious-Historical Setting, Vandenhoeck & Ruprecht, 1994, p. 76.

Dari analisis Bowman, Yesus dikategorikan sebagai pemilik kuasa ilahi atau bearer of numinous power (BNP). Berbeda dengan Elia & Petrus sebagai pemohon kuasa ilahi (PNP) dengan ciri khasnya terlihat dengan adanya doa permohonan kepada Allah. Demikian juga Musa sebagai pengantara kuasa Ilahi (MNP) karena melalui dia mujiazat-mujizat Allah dinyatakan. Kel 14:16 "Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering". Contoh lain MNP seperti Elisa, seseorang bisa hidup kembali hanya karena tersentuh tulang-tulang Elisa. Bowman menegaskan Yesus bukan pemohon kuasa ilahi (PNP) ".. Kitab Injil jarang mencatat Yesus mengucapkan sejenis doa sebelum melakukan sebuah mujizat kecuali doa-doa ucapan syukur atau berkat, bukan doa mememohon Allah untuk melakukan sebuah mujizat (Mat 14:19, 15:35, Markus 6:41, Luk 9:16, Yoh 6:11, 11:41-43).".

Kajian yang khusus membahas masalah mujizat Yesus ditulis Eric Eve. Dari hasil survey berbagai jewish literature seperti tulisan Josephus, Philo, berbagai literatur apokaliptik (Wisdom of Solomon), sejumlah teks Qumran dll, Eve menegaskan bahwa orang Yahudi selalu memandang hanya YHWH sebagai satu-satu BNP. Sedangkan nabi atau tokoh pembuat mujizat lainnya hanya masuk dalam kategori Pemohon (PNP) atau Mediator (MNP),
".. More importantly, Jesus differs from all other prophetic figures known about in Judaism .. in performing his miracles as a BNP.. The first is the consistency in the portrayal of Jesus as BNP rather than MNP or PNP throughout the tradition, despite the rarity of such a portrayal of a human figure elsewhere in Judaism.." Eve, E. (2002). Vol. 231: The Jewish Context of Jesus' Miracles. Journal for the Study of the New Testament. (386). London; New York: Sheffield Academic Press

Dari kajian komprehensif Eric Eve, dia menegaskan bahwa data dari berbagai jewish literature, hanya YHWH sajalah yang disebut sebagai BNP atau pemilik kuasa Ilahi. Mujizat Yesus sesuai dengan ciri-ciri BNP sehingga mujizat itu merupakan salah satu bukti keilahianNya.

Sekarang kita coba lihat teks-teks Alkitab tentang Elia & Petrus.
1 Raj 17:21 Lalu ia (Elia) mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya."
Kis 9:40 Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk."
Sangat jelas keduanya Elia * Petrus berdoa untuk bermohon agar terjadi mujizat.

Bandingkan dengan Yesus saat membangkitkan Lazarus
Yoh 11:41 ..Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku.
Yoh 11:42 Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
Yoh 11:43 Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!

Yesus tidak berdoa untuk bermohon agar bisa melakukan mujizat tetapi Dia menaikan doa ucapan syukur kepada Allah. Bahkan sebelum peristiwa pembangkitan itu Yesus telah menyatakan bahwa Dia akan membangkitan Lazarus yang telah mati. Yoh 11:11..Ia berkata kepada mereka: "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya". Perkataan Yesus ini konteksnya future tense atau belum terjadi, tetapi apa yang dikatakan itu pasti terjadi.

Berdasarkan data ini terbukti Yesus membangkitkan Lazarus dengan kuasaNya sendiri dan tidak ada petunjuk Dia tidak menggunakan kuasaNya atau meminta bantuan kuasa Roh Kudus atau Allah agar mujizat terjadi.

Sebagai tambahan, dua ayat berikut merupakan bukti kuat bahwa Yesus memiliki kuasa untuk melakukan mujizat.
Mrk 4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.
Luk 6:19 Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya.
Demikian pula penyembuhan yang dilakukan dalam nama Yesus.
Kis 3:6 Tetapi Petrus berkata: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!".

Dari kajian ini kita bisa simpulkan Yesus melakukan mujizat termasuk membangkitkan orang mati dengan kuasaNya sendiri.
Share:

Yesus "Pasif" Dalam KebangkitanNya? Memeriksa Referensi Pendukung

Diskusi tentang Yesus apakah bangkit sendiri atau tidak lagi marak saat ini. issue ini diangkat pak David Tong. Semula saya tidak akan menulis status tentang ini karena berpikir ini cukup bahasan internal dan issue ini bisa dimanfaatkan pihak lain melawan kekristenan. Namun setelah issue ini semakin ramai bahkan telah ditanggapi para scholars & apologet seperti pak Budi Asali, Esra Soru, Deky Nggadas, Muriwali, Albert Rumampuk dll, saya kira perlu juga ikut serta dlm diskusi ini.

Saya perlu tegaskan pak David Tong jelas mengimani Allah Tritunggal dan dia menyatakan bahwa Yesus sebagai Allah memiliki kuasa untuk membangkitkan diriNya sendiri, hanya saja menurut dia, Yesus tidak melakukannya. Dia gunakan istilah potentiallity vs actuallity. Berbeda dgn para polemikus yg menolak keilahianNya sehingga Yesus tidak bisa bangkit sendiri karena dianggap tidak ilahi. Sebagai masukan, utk issue-issue sensitif yg masih debatable berkaitan dgn doktrin primer sebaiknya tidak diangkat ke publik cukup di internal akademik saja.

Posisi saya jelas seperti para scholars & apoleget lainnya bahwa Yesus sebagai manusia memang dibangkitkan Allah Bapa, namun sebagai Allah Dia terlibat aktif dalam kebangkitanNya. Rujukan paling jelas terdapat dalam Yoh 2:19 dan Yoh 10:17-18
Yoh 2:19 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."
Yoh 10:17 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.
Yoh 10:18 Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."

Saya coba mengikuti & memahami argumentasi dari pak David Tong yang sangat menekankan pada kajian grammatikal terutama dari tulisan2 Paulus yg begitu jelas menyatakan Yesus "pasif" dalam kebangkitanNya. Rujukan utama pak David Tong dari tulisan Richard Gaffin & Geerhardus Vos. Tulisan ini akan fokus mengkaji referensi dari kedua scholars ini. Apakah Gaffin & Vos sependapat dengan posisi pak David Tong bahwa Yesus pasif dalam kebangkitanNya?.

Saya sdh lakukan riset cepat atas referensi yg digunakan pak David dan ternyata dia misreading atas posisi teologis Gaffin & Vos karena kurang melihat secara komprehensif tulisan2 mereka. Buku referensi yg digunakan berjudul Resurrection and Redemption: A Study in Paul's Soteriology, P & R Publishing, 1987, bisa saja cetakannya berbeda. Dalam buku itu Gaffin fokus mengkaji tulisan Paulus dan memang menurut Gaffin dalam tulisan Paulus tidak ada pernyataan Yesus bangkit sendiri atau terlibat aktif dalam kebangkitanNya sesuai yg dia kutip di halaman 63. "The notion that Jesus is active in his resurrection, if present here, is not supported else where in Paul.".

Pada halaman 65 Gaffin memberi konklusi atas pernyataan Paulus ".. In his resurrection Jesus is viewed as entirely passive. It is, strictly speaking, not a rising but being raised (96)". Namun konklusi ini tidak serta merta Gaffin langsung pada posisi teologis Yesus tidak aktif dalam kebangkitanNya, karena Gaffin memberi footnote no.96 yaitu perbandingan dgn pernyataan Yesus (Yoh 2:19, 10:17-18) serta rujukan ke scholar John Murray yg khusus mengkaji semua data dr pernyataan Yesus, Paulus dll. Dalam tulisannya, Murray tegaskan mengafirmasi Yesus sebagai Allah juga aktif dalam kebangkitanNya dan saya kira Gaffin sependapat dgn Murray. ".. Is there any support for the position that Jesus rose from the dead by the exercise of His own power?... the answer is emphatically in the affirmative". John Murray, Who Raised Up Jesus?, Westminster Theological Journal, 1941, p118.

Setelah memberi konklusi tentang Paulus, Gaffin menulis analysis selanjutnya "..This uniform stress on passivity and solidarity with believers in the experience of resurrection point..". Ini tentang solidaritas dengan orang-orang percaya yang akan dibangkitkan dan Yesus sebagai yg sulung dari kebangkitan, konteksnya jelas tentang kemanusiaan Yesus. Gaffin kemudian melanjutkan ".. Paul is not primarily interested in Jesus' resurrection for its apologetic value as an especially evident display and powerful proof of his divinity. Rather, to an anticipate major conclusions reached below, he views it as the vindication of the incarnate Christ...". Jelaslah pernyataan Paulus tentang Yesus pasif dalam kebangkitanNya berkaitan dengan inkarnasi Yesus atau natur kemanusiaanNya bukan natur keeilahianNya. Yesus sebagai manusia memang sehakekat dengan kita maka Dia dibangkitkan, tetapi jangan hanya fokus di aspek itu, karena Yesus juga sebagai Allah yg bisa dan aktif dalam kebangkitanNya.

Jika kita tidak cermat membaca buku Gaffin termasuk mengabaikan petunjuk dalam footnotenya, kita bisa misreading bahkan misleading atas posisi Gaffin. Untuk itu kita perlu melihat tulisan Gaffin lainnya, salah satunya ditulis di sebuah jurnal yg mengulas perbandingan peryataan Paulus dan Yesus. Richard B. Gaffin, Redemption and Resurrection: An Exercise in Biblical-Systematic Theology, Testamentum Imperium, An International Journal, Volume I 2005-2007, page 5-6.
"... God in his specific identity as the Father raises Jesus from the dead (Gal. 1:1, 2) Jesus is passive in his resurrection. This viewpoint is held without exception, so far as I can see. Nowhere does Paul teach that Christ was active in or contributed to his resurrection, much less that he raised himself; Jesus did not rise, but was raised from the dead. The stress everywhere is on the creative power and action of the Father, of which Christ is the recipient. To see a conflict here with statements such as that of Jesus in John 10:18 ('I have authority to lay [my life] down and authority to take it up again', NIV) is both superficial and unnecessary. The Chalcedon formulation proves helpful here: The two natures co-exist hypostatically (in one person), without either confusion or separation; Jesus expresses what is true of his person in terms of his deity, Paul expresses what is no less true in terms of his humanity..."

Dari penjelasan ini Gaffin menunjukan sepertinya ada konflik antara pernyataan Paulus & Yesus, tetapi "konflik" itu bisa dijelaskan merujuk pada dua natur Yesus sebagai Allah dan manusia. Pernyataan Yesus yaitu ekspresi dari natur keilahianNya sedangkan Paulus pada natur kemanusiannya. posisi Gaffin clear bhw Yesus sebagai manusia dibangkitkan sebagai penekanan pada aspek kemanusiaanNya dlm tulisan Paulus, namun Dia juga sebagai Allah aktif dlm kebangkitanNya.

Pak David Tong juga mengutip Geerhardus Vos berdasarkan kutipan dalam buku Gaffin halaman 64 ".. Nowhere is it said of Jesus that He Contributed towards his own resurrection, far less that Hes raised Himself". Kutipan ini bisa membuat orang misleading bahwa seakan-akan memang tidak ada data dalam Perjanjian Baru yg menunjukan Yesus bangkit sendiri. Dalam catatannya Gaffin merujuk pada buku Geerhardus Vos, The Pauline Eschatology halaman 147, mari kita lihat kutipan dalam buku Vos itu ".. the Pauline usage of speech concerning the resurrection... God the Father being the acting subject.. Nowhere is it said of Jesus that He contributed towards his own resurrection, far less that He raised Himself. His role is throughout that of the terminus upon whom God's resurretive action work". Geerhardus Vos, The Pauline Eschatology, P&R Publishing, 1979, p147.

Ternyata kutipan itu dalam konteks tulisan Paulus, kata "nowhere" bukan merujuk pada Injil dan seluruh PB. Posisi Vos sama seperti Gaffin tentang Paulus bahwa Yesus dibangkitkan Allah Bapa, tetapi bukan berarti mereka dalam posisi menolak Yesus aktif dalam kebangkitanNya, tentu setelah melihat data PB secara keseluruhan. Dalam buku Reformed Dogmatics yang ditulis Vos dan Gaffin sebagai editor begitu jelas mereka mengajarkan Yesus aktif dalam kebangkitanNya yaitu pada bagian di Pertanyaan No 53. Who was the acting cause in the resurrection of the Mediator?. Mediator yg dimaksud adalah Yesus sebagai pengantara antara Allah dan manusia.

Vos & Gaffin menuliskan ".. the power of His own life as Mediator that set the body in motion and caused it to rise..". Kalimat ini sangat jelas menyatakan Yesus dengan kuasaNya sendiri menyebabkan terjadinya kebangkitan. Mereka meyatakan itu sebagai karya Kristus dan merujuk ke Yoh 2:19, 10:17-18 .. so the resurrection can just as well be viewed as a work of Christ. He said, “Tear this temple down and in three days I will build it up again” (John 2:19); “I have power to lay it down (namely, life) and to take it up again” (John 10:18)". Geerhardus J. Vos (author), Richard Gaffin (Editor), Reformed Dogmatics: Volume 3 Christology, Lexham Press, 2015, Bab 5 State, No 53, page 229

Tentu saja mereka juga menyatakan Allah Bapa aktif dalam kebangkitan "...Generally and preferably it is attributed to God as the one who fashions it". Demikian juga dengan Roh Kudus "..the Third Person of the divine Trinity can also appear as the cause of the resurrection" dengan merujuk Rom 8:11. Secara keseluruhan mereka menegaskan ketiga pribadi Trinity terlibat aktif dalam kebangkitan Yesus "..the three persons act together".
Share:

Yesus & Kubur Kosong

Salah satu bukti kebangkitan Yesus adalah fakta kubur kosong. Point ini biasa digunakan para apologet seperti William Lane Craig bersama beberapa point lain dengan pendekatan "minimal facts". Jika Yesus tidak dibangkitkan maka jenazahNya akan tetap ada di dalam kubur sebagaimana terjadi pada manusia yang telah mati dan dikuburkan termasuk para nabi dan yang diklaim sebagai "nabi". Point ini cukup kuat karena jika Yesus tidak bangkit berarti jenazahNya masih ada maka para ahli Taurat dengan mudah membantah pernyataan Yesus bangkit dengan menunjukan jenazah Yesus.


Namun ada beberapa upaya bantahan menolak fakta kubur kosong diantaranya:
Bantahan 1: Para murid Yesus telah mencuri dan menyembunyikan jenazah Yesus kemudian mengklaim Yesus telah bangkit
Bantahan 2: Para perempuan dan murid Yesus pergi ke kubur yang salah
Bantahan 3: Yusuf Arimatea telah memindahkan jenazah Yesus ke kubur yang lain
Bantahan 4: Kisah kubur kosong adalah legenda yang berkembang sejak kematian Yesus

Bantahan 1 tentang para murid yang dituduh telah mencuri jenazah Yesus, bantahan ini bahkan tercatat dalam Injil.
Mat 28:12 Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu
Mat 28:13 dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.
Mat 28:14 Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa."
Mat 28:15 Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini

Kisah pencurian ini jelas kisah rekayasa dengan menyuap para penjaga dan mengarang cerita para murid mencuri jenazah Yesus. Jika para murid memang benar telah mencuri dan menyembungikan jenazah Yesus maka klaim Yesus bangkit adalah sebuah kebohongan. Masalahnya apakah ada orang yang rela mati untuk suatu kebohongan? Para murid kecuali Yohanes telah dicatat dalam sejarah gereja mengalami kematian sebagai martir. Petrus disalib di Roma dengan kepala dibawah dan para murid lainnya mengalami kematian yang mengenaskan.

Mungkin ada respon balik, bukankah para teroris rela mati untuk sesuatu hal yang menurut kita sebagai kebohongan. Perbandingan ini jelas tidak apple to apple, karena bagi para teroris apa yang diyakininya itu adalah sebuah kebenaran sebagaimana diajarkan kepada mereka. Mereka hanya bersandar pada ajaran yang mereka dengar dan imani. Berbeda dengan para murid Yesus yang mengalami langsung peristiwa itu, mereka mengetahui faktanya dan bisa meverifikasinya. Selain itu kisah penampakan Yesus kepada para murid sesudah kebangkitanNya juga telah tercatat termasuk ke 500 orang lainnya.

1 Kor 15:5-7 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.

Bantahan 2: Para perempuan dan murid Yesus dianggap pergi ke kubur yang salah. Bantahan ini lemah karena dari kronologi kisah penyaliban dan kematian Yesus sampai dengan penguburanNya para perempuan terlibat didalamnya termasuk seorang murid yang dikasihinya. Joh 19:26 "Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya..". Murid lain memang telah lari saat penangkapan Yesus namun tidak berarti mereka sudah tidak mengikuti peristiwa itu, kemungkinan besar mereka berada diantara orang banyak pada saat itu.

Sesudah para perempuan yang pertama kali mengetahui kubur kosong, selanjutnya para murid yaitu Petrus dan seorang murid lainnya langsung memberi respon pergi ke kubur itu.
Yoh 20:3 Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur.
Yoh 20:4 Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur.
Yoh 20:6 Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah

Murid lain itu duluan sampai kemudian disusul Petrus, keduanya jelas sudah tahu lokasi kubur itu. Apalagi kubur itu masih baru dan milik seorang pemuka agama yaitu Yusuf Arimatea yang telah dikenal banyak orang. Kedua murid itu menjumpai kain kapan sehingga bisa dipastikan mereka tidak pergi ke kubur yang salah.

Bantahan 3: Yusuf Arimatea telah memindahkan jenazah Yesus ke kubur yang lain.
Bantahan ini juga lemah dengan mencermati kronologi peristiwa yang terjadi. Kubur itu dijaga oleh para penjaga dan diberi meterai, jika ada yang memindahkannya maka itu adalah pelanggaran sehingga Yusuf dari Arimatea tidak mungkin memindahkan jenazah itu.
Mat 27:66 Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.
Kalaupun Yusuf dari Arimatea telah memindahkan jenazah itu pasti akan diketahui oleh para ahli Taurat sehingga mereka dengan mudah membantah pernyataan tentang kebangkitan Yesus dengan menunjukan lokasi kubur tempat jenazah Yesus diletakan.

Bantahan 4: Kisah kubur kosong adalah legenda yang berkembang sejak kematian Yesus.
Jika kubur kosong hanyalah legenda maka alternatif penjelasan yang membantah fakta kubur kosong seharusnya punya alasan yang lebih masuk akal dan mendapat dukungan data sejarah. Namun data sejarah menunjukan bahwa berbagai alternatif penjelasan itu tidak didukung data biblikal yang cermat dan data sejarah. Sebagaimana dikatakan Van Daalen "..Most people who object to the story, however, do so on other than historical grounds… It would be extremely difficult to object to the grave story on purely historical grounds.” D.H. Van Daalen, The Real Resurrection (London: Collins, 1972), p41.

Setelah kita mengevaluasi 4 penjelasan alternatif bantahan fakta kubur yang kosong yang terbukti tidak akurat dan lemah, maka kita akan meng evalusi penjelasan lain yang menyatakan kubur itu tidak benar-benar kosong karena selain jenazah Yesus ada juga jenazah lainnya. Penjelasan ini tidak membantah point kubur yang kosong namun dengan pengertian titik lokasi jenazah Yesus yang dibaring itu sudah kosong. Point ini salah satunya diajukan scholar Mark Goodacre dengan menyatakan point kubur kosong tidak pernah digunakan dalam catatan kristen awal "..Although the term ‘empty tomb’ is endemic in contemporary literature, it is never used in the earliest Christian materials." Mark Goodacre, "How Empty Was the Tomb?" (SAGE Journals, 2021).

Saya kira data menunjukan sebaliknya bahwa point kubur yang kosong sudah digunakan kekristenan bahkan oleh para murid itu sendiri. Petrus dalam khotbahnya membandingkan Daud dan Yesus, jika Daud telah mangkat dan dikuburkan tetapi Yesus sudah bangkit atau dengan kata lain kuburNya kosong.
Kis 13:36-37 Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan. Tetapi Yesus, yang dibangkitkan Allah, tidak demikian.

Memang sepertinya para apologet Kristen awal kurang mengelaborasi point kubur yang kosong karena point ini tidak terlalu dibutuhkan sebagai bahan pembuktian kebangkitan Yesus karena memang saat itu fakta kubur yang kosong sudah jadi pemahaman umum. Kisah rekayasa bahwa jenazah telah dicuri secara tidak langsung membuktikan fakta kubur yang kosong. Seorang historian Michael Grant menyatakan “.. If we apply the same sort of criteria that we apply to any other ancient literary sources, the evidence is firm and plausible enough to necessitate the conclusion that the tomb was indeed found empty". Michael Grant, Jesus: An Historian’s Review of the Gospels (Scribner’s, 1977), p200.

Data arkeologi "Nazareth Inscription" yang ditemukan tahun 1878 diperkirakan ditulis pada era kaisar Tiberius (14-37) atau kaisar Claudius (41-54M). Dalam inskripsi itu tertulis tentang perintah kaisar romawi yang akan memberi hukuman berat bagi mereka yang mencuri mayat dari kuburan. Data ini sebagai bukti tidak langsung tentang fakta Kubur yang kosong. Data lainnya tentang para perempuan yang pertama kali menyaksikan kubur yang kosong. Data ini cukup signifikan karena kesaksian perempuan pada masa itu tidak diakui, sehingga jika kisah kubur yang kosong hanya karangan maka yang akan dipilih untuk ditulis bukanlah para perempuan yang memberi kesaksian.
“Any evidence which a woman is not valid… This is equivalent to saying that one who is… accounted a robber is qualified to give the same evidence as a woman” (Talmud, Rosh Hashannah 1.8).

Point lain yang diajukan mengacu pada Mar 16:6 tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia.
Pernyataan "Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia." dianggap mengindikasikan bahwa dalam kubur itu ada beberapa jenazah yang dikuburkan dan penyataan ini dimaksudkan memberi petunjuk titik lokasi jenazah Yesus dibaringkan. Sekilas penjelasan ini masuk akal namun pernyataan ini bisa juga diartikan sebagai penegasan dari malaikat bahwa Yesus memang sudah bangkit dengan menunjukan lokasi jenazah itu sudah kosong atau sedang menunjukan kain kafan yang tergeletak.

Jika pernyataan itu dimaksud sebagai petunjuk titik lokasi jenazah diantara jenazah lainnya, maka pernyataan ini tidak tepat ditujukan ke para perempuan karena mereka memang sudah mengetahui titik lokasinya.
Luk 23:55 Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan.
Bukti kuat yang menunjukan hanya jenazah Yesus dalam kubur itu yaitu petunjuk bahwa kubur itu masih baru dan "belum pernah dibaringkan mayat".
Luk 23:53 Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di mana belum pernah dibaringkan mayat.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa pada saat penguburan Yesus juga ada jenazah lain yang dikuburkan bersama jenazah Yesus. Pendapat ini mengacu pada bentuk kubur pada masa itu yang besar dan bisa diletakan beberapa jenazah. Namun kubur itu bukan kubur umum tetapi kubur yang digali Yusuf dari Arimatea yang kemungkinan besar untuk tempat kuburan keluarganya. Apalagi Yesus menjadi pusat perhatian pada masa itu dan kuburnya harus dijaga dan dimeteraikan maka kecil kemungkinan ada jenazah lain yang dikuburkan bersama jenazah Yesus pada saat itu.

Berdasarkan uraian ini kita bisa tegaskan "Kubur yang Kosong" adalah fakta sejarah dan salah satu bukti kuat bahwa Yesus telah bangkit.

Selamat Paskah.
Share:

Apakah Israel telah digantikan Gereja sebagai bangsa pilihan Allah ??

Dalam tulisan sebelumnya kita telah membahas pertanyaan apakah Israel telah ditolak Allah karena mereka telah membunuh Yesus? Jawabannya tegas "Tidak" mengacu pada pernyataan eksplisit Paulus dalam Roma 11:1-2. Dalam PL kita banyak menjumpai kisah kebebalan bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk bahkan mereka sampai di buang ke Babel. Tetapi Tuhan tetap setia walaupun umatnya tidak setia, mereka akhirnya bisa kembali dari pembuangan dan dipimpin Ezra diadakan pembaharuan bagi Israel.


Mereka telah membunuh Yesus bahkan menyatakan: Mat 27:25 Dan seluruh rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!". Dari data sejarah mereka telah menerima hukuman Allah, bangsa Israel telah terusir dari tanah Israel sejak tahun 70M dan puncaknya tahun 135M saat pemberontakan Bar Kokhba. Sebagaimana terjadi dalam PL maka kesetiaan Allah juga tidak akan berubah.

Beberapa pemahaman mengajarkan bahwa Israel telah digantikan gereja dan gereja adalah Israel rohani. Penekanan adanya "penggantian" ini digaungkan oleh replacement theology namun berbeda dengan covenant theology yang melihatnya sebagai "penggenapan" (fullfilment) dibanding "penggantian" (replacement).

Semula berkat itu diberikan kepada keturunan Abraham tetapi janji berkat ini juga akan diterima bangsa-bangsa lain melalui Sang Mesias yaitu Yesus.
Kej 12:3 Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."
Gal 3:29 Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.
Dari ayat ini terjadi perluasan berkat yang semula kepada bangsa Israel kemudian diperluaskan ke gerejaNya. Dengan adanya gereja sebagaimana penerima berikat yang kedua maka tidak berarti penerima berkat pertama telah dibatalkan.

Mari kita lihat ayat yang sering jadi acuan konsep "penggantian" dari Israel ke Gereja.
Mat 21:43 Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

Point yang diajukan bahwa kerajaan Allah (basileia theos) diambil dari padamu (bangsa Israel) dan diberikan kepada suatu bangsa (Gereja). Point ini juga digunakan polemikus muslim dengan menyatakan bangsa Israel telah digantikan bangsa Arab. Point tentang Arab jelas absurd karena tidak ada petunjuk tentang bangsa Arab dalam perikop ini bahkan dalam injil Matius termasuk seluruh Perjanjian Baru.

Mengenai point dari Israel ke Gereja, kita harus cermati konteksnya apakah dimaksudkan demikian?. Perhatikan ayat berikutnya.
Mat 21:45 Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya.
Ternyata yang dimaksudkan dengan kata "padamu" yaitu para imam kepala dan orang Farisi bukanlah bangsa Israel secara keseluruhan. Bukankah para rasul dan jemaat mula-mula adalah orang Yahudi atau bangsa Israel. Bahkan diantara mereka juga ada para imam yang mungkin diantaranya juga pernah menolak Yesus.
Kis 6:7 Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.

Maka dari konteksnya bisa kita dapatkan maknanya bahwa kata "padamu" yaitu otoritas keagamaan orang Yahudi pada masa itu yang tidak percaya, akan dipindahkan kepada orang-orang percaya Yesus yang bisa mencakup orang Yahudi atau non Yahudi (gentiles). Kita bisa saja menyebutkan Gereja di sini yaitu komunitas orang percaya Yesus, tetapi bukan berarti yg digantikan Gereja di ayat ini merujuk ke bangsa Israel secara keseluruhan.

Namun saya perlu tegaskan bahwa pemahaman ini tidak berarti mendukung konsep Dual Covenant yaitu ajaran yang berbau pluralisme yang mengajarkan ada 2 (dua) perjanjian atau jalan keselamatan; pertama melalui keunikan bangsa Israel yang dianggap punya jalan selamat sendiri melalui ajaran Musa (Yudaisme) dan yang kedua kekristenan lewat percaya pada Yesus.

Prinsip keselamatan tetap lewat Kristus dan ini telah ditegaskan oleh para rasul dalam Sidang Yerusalem, artinya orang Yahudi atau bangsa Israel tetap harus percaya Yesus untuk bisa selamat. Hanya saja dalam konteks Kisah Para Rasul, orang Yahudi masih diperkenankan menjalankan ritual khas Yahudi sebagai identitas unik mereka sebagai bangsa Yahudi namun ritual itu sudah tidak memberi dampak untuk jalan keselamatan karena keselamtan hanya percaya kepada Yesus. Hal ini ditegaskan Petrus dalam Sidang Yerusalem itu. Kis 15:11 Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga."

Bangsa Israel saat ini memang mayoritas belum percaya Yesus (Yeshua) sebagai Mesias mereka, tetapi sudah ada kebangkitan orang-orang percaya yang dikenalkan sebagai komunitas messianic jews dan bangsa Israel pada akhirnya akan diselamatkan sebagaimana kata Paulus.
Rom 11:25 Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk.
Rom 11:26 Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: "Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub.

Sebagai catatan tambahan, dalam konteks eskatologis eksistensi bangsa Israel tetap ada dan mereka disebutkan sebagai umat yang pertama yang percaya Yesus kemudian disusul bangsa-bangsa lain. Kita tidak tahu apakah angka 144 ribu ini literal atau simbolik dan siapa saja mereka itu tetapi yg jelas mereka adalah orang Yahudi atau bangsa Israel yang percaya Yesus, mungkin saja diantaranya dari kelompok messianic jews masa kini.
Why 7:4 Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel.
Why 7:9 Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.

Dari seluruh uraian ini, apakah bangsa Israel telah digantikan Gereja sebagai bangsa pilihan? jawabannya "Tidak" karena memang bangsa Israel adalah bangsa pilihan yg dipilih Allah dan disiapkan Allah sebagai tempat lahirnya Sang Mesias untuk keselamatan bangsa-bangsa. Keunikan bangsa Israel tetap ada bahkan eksistensi mereka tidak hilang walaupun terusir dari tanah kelahirannya berabad-abad. Namun umat pilihan yang sejati adalah gerejaNya yaitu mereka yg percaya kepada Yesus termasuk bangsa Israel sendiri. Gereja adalah Israel rohani yaitu perluasan dari bangsa Israel atau penggenapan atas bangsa Israel. Eksistensi bangsa Israel sebagai bangsa yang unik pilihan Allah tidaklah hilang namun juga bangsa ini akan bergabung bersama bangsa-bangsa lain sebagai umat yang percaya kepada Yesus.
Share: