Mengapa Bidat & Injil Apokrif kurang berkembang di abad Pertama?

Kita sudah membahas sebelumnya tentang Yesus Lain - Injil Lain khususnya identifikasi bidat-bidat awal yang muncul di era para rasul atau di abad pertama yaitu bidat doketisme (proto gnostik) yang menolak kemanusiaan Yesus & nomianisme yg mengajarkan selain percaya Yesus juga harus menjalankan Taurat untuk selamat. Menurut Paulus Daun dalam bukunya Bidat Kristen dari Masa ke Masa (2006) ada bidat lainnnya yaitu asketisisme & anti resureksionisme namun kemunculannya tidak signifikan. Sedangkan injil apokrif praktis tidak ada di abad pertama, kitab Didache tidak masuk kategori injil apokrif namun tulisan yg cukup bermanfaat tentang pola hidup Kristen tetapi kitab ini tidak masuk dalam kanon PB karena tidak ditulis oleh para rasul.

Menjawab pertanyaan dari judul tulisan di atas, karena pada masa itu (abad pertama) masih ada para rasul yang memberi pengajaran langsung dan sekaligus meluruskan jika ada ajaran yang menyimpang. Jika diselidiki lebih lanjut, terdapat prinsip checks & balances yang dilakukan para rasul yang menunjukan adanya otoritas rasuli & kontrol yang kuat. Mari kita lihat datanya.

Kis 8:14 Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.
Jemaat awal berpusat di Yerusalem, ketika injil mulai menyebar ke Samaria, para rasul mengirim utusan yaitu Petrus & Yohanes untuk mengecek hal itu sekaligus melakukan pengajaran di sana. Demikian juga saat injil sampai ke Antiokhia mereka mengirim Barnabas.
Kis 11:22 Maka sampailah kabar tentang mereka itu kepada jemaat di Yerusalem, lalu jemaat itu mengutus Barnabas ke Antiokhia.

Saat terjadi perbedaan pendapat termasuk masalah doktrinal seperti tentang Taurat apakah harus dijalankan kepada Kristen untuk bisa selamat, Jemaat meminta petunjuk dari para rasul atas masalah ini.
Kis 15:2 Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.

Keputussan dari sidang Yerusalem kemudian disosialisasikan bahkan disampaikan dalam bentuk surat. Kis 15:23 Kepada mereka diserahkan surat yang bunyinya: "Salam dari rasul-rasul dan penatua-penatua..". Bahkan mengirim beberapa orang selain Barnabas & Paulus untuk membantu menjelaskan keputusan tersebut. Kis 15:25 Sebab itu dengan bulat hati kami telah memutuskan untuk memilih dan mengutus beberapa orang kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan Paulus yang kami kasihi.

Para rasul memiliki otoritas/wibawa yang kuat dan juga kontrol yang kuat. Kis 15:24 "Kami telah mendengar, bahwa ada beberapa orang di antara kami, yang tiada mendapat pesan dari kami..". Dalam bahasa Inggris "without our authorization" atau "without instructions from us". Dari data ini peluang tumbuhnya bidat menjadi kecil, jika mulai muncul langsung ditanggapi para rasul.

Dalam menyebar Injil, para rasul saling mendukung satu sama lain bahkan saling berkoordinasi misalnya dalam pembagian medan pelayanan ada yang ke kaum bersunat dan kaum tidak bersunat.
Gal 2:9 Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat;

Menariknya dalam Perjanjian Baru kita bisa melihat adanya kolaborasi diantara para rasul yang melayani secara tim dan hal ini secara tidak langsung mengkonfirmasi tulisan-tulisan yang ditulis oleh para rasul itu karena akan diketahui satu sama lainnya. Diantaranya: Yakobus bersama Matius & Markus di Yerusalem (Kis 1:13, 12:12-17,25), Paulus bersama Yakobus & Lukas (Kol 4:14, 2 Tim 4:11, Fil 24, Kis 21:17), Petrus dan Paulus bersama Markus (Kol 4:10, 1 Pet 5:13, Kis 13:5) dan lain-lain.

Seiring waktu para rasul menyadari perlu mewariskan ajaran Injil yang tidak hanya dipelihara melalui tradisi lisan (oral tradition) melainkan juga ke tradisi tulisan (written tradition). Matius menyusun injil berdasarkan catatannya yang cukup detail karena latar belakang dia sebagai tax collector. Markus murid dari Petrus mencatat informasi dari gurunya Petrus sang saksi mata. Lukas kawan perjalanan Paulus & sering bertemu dengan para rasul di Yeruselam termasuk dengan ibu Yesus, melakukan investigasi tentang peristiwa yang telah terjadi. Demikian pula Yohanes menuliskan injil Yohanes belakangan pasca selesainya injil sinoptik ditulis.

Pola kontrol yang ketat atas berbagai pengajaran dan tulisan juga dilakukan para rasul, seperti Petrus atas Injil Markus yang ditulis Markus berdasarkan keterangannya. Petrus kemudian MERATIFIKASI tulisan Markus tentu setelah memeriksanya.
".. .. besought Mark, whose Gospel is extant, seeing that he was Peter's follower, to leave them a written statement of the teaching given them verbally, nor did they cease until they had persuaded him adn so became the cause of the Scripture called the Gospel according to Mark. And they say that the Apostle, knowing by the revelation of the spirit to him what had been done, was pleased at their zeal and RATIFIED the Scripture for study in the churces". (Ecc. Hist 2.15.1)

Petrus juga menilai tulisan-tulisan Paulus dan menyetujuinya. Dia juga mengingatkan adanya pengajar-pengajar yang mulai muncul yang mencoba menafsirkan tulisan-tulisan Paulus itu secara keliru bahkan bisa menyesatkan.
2 Pet 3:15-16 ...seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.

Pola kontrol yang kuat ini terus berlanjut ke era selanjutnya, era apostolik sampai ke era bapa-bapa gereja. Kita akan bahas dalam tulisan berikutnya. Maka tuduhan yang keliru tentang kanonisasi termasuk tuduhan Injil tidak asli lagi jelas bertentangan dengan data yang ada.
Share:

Kitab Perjanjian Baru yang Disembunyikan?

Beberapa orang beranggapan bahwa proses kanonisasi Perjanjian Baru dilakukan oleh para bapa gereja dengan cara memilih kitab-kitab yang cocok dengan teologi gereja diantara banyak kitab-kitab yang tersedia. Kemudian kitab yang tidak terpilih itu disembunyikan atau disebut injil apokrif. Mereka juga menyajikan "bukti" mengenai beberapa kitab dalam kanon PB yang nanti dipilih beberapa waktu kemudian dengan kesan sebagai pengumpulan kitab tahap 2. Bagaimana kita menanggapi pemahaman ini.

Pemahaman ini keliru karena kurang memahami sejarah kanonisasi Perjanjian Baru secara komprehensif, tetapi hanya mengambil beberapa data secara parsial yang ditafsir menurut perspektif yang dibangun atas asumsi kitab Perjanjian Baru tidak asli lagi. Kekeliruan mendasar yaitu tidak memperhatikan data manuscript & referensi extra biblikal yang memberi petunjuk kuat waktu penulisan Injil kanonik & kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Baru pada abad pertama masih di era hidup para saksi mata. Berbeda dengan injil apokrif yang nanti ditulis mulai abad ke-2 setelah matinya para rasul dan saksi-saksi mata. Berbagai scholar dari berbagai spektrum teologis termasuk liberal scholars dewasa ini mayoritas menempat waktu penulisan PB pada abad ke-1 & bahkan banyak scholar menempatkannya sebelum peristiwa hancurnya Yerusalem (70M).

Para polemikus masih mengacu pada data lama sekitar abad 19 yang dimotori kelompok Tubingen (Bauer dkk) yang menempatkannya waktu penulisannya sekitar thn 200-an. Namun pandangan ini sdh banyak ditinggalkan scholars seiring dgn penemuan arkeologi berupa manuscript2 PB, tulisan bapa2 gereja & sejarawan kuno serta artefak2 arkeologi yang cenderung mendukung penanggalan penulisan PB pada abad pertama. Sebagai contoh manuscript P52 yg berisi fragmen Injil Yohanes oleh papyrologist seperti disebutkan Barbara & Kurt Alland tanggalnya pada sekitar tahun 125M yang merupakan bagian dari family of alexandrian text. Salinan itu ditemukan di Mesir yang jaraknya cukup jauh dengan Efesus yang menurut para ahli tempat rasul Yohanes menuliskan injil Yohanes, sehingga kemungkinan yang sangat kuat bahwa autografnya sudah ada jauh sebelumnya. Demikian juga dengan manuscript P66, P72, P75 dll bertgl 150-200an yg berisi berbagai kutipan dlm Injil kanonik & surat/kitab PB. Serta didukung oleh referensi tulisan bapa gereja, sejarah gereja dan artefak arkeologis lainnya.

Hal Ini sangat berbeda dgn manuscript2 injil Apokrif yg nanti muncul abad2 berikutnya seperti dlm dokumen2 Nag Hammadi. Dr penelusuran sejarah, injil apokrif2 nanti muncul pd abad ke-2 dan abad selanjutnya. So asumsi bhw bapa2 gereja memilih2 kitab2 yg ada tidaklah valid, karena injil kanonik telah ada sebelumnya & telah diterima oleh jemaat mula2 dan kemudian diteguhkan dalam konsili2 seperti Konsili Laodekia, Hippo, Kartage dll, Para bapa gereja seperti Athanasius telah menyusun daftar kitab-kitab itu yang telah mereka kenal dan gunakan. Semuanya sepakat memasukan keempat injil kanonik dan kitab-kitab lainnya.

Beberapa kitab memang dipertanyakan pada masa itu sebelum masuk daftar kanon penuh, lengkapnya: Wahyu, Yakobus, Yudas, Ibrani, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Mari kita lihat pendapat Bruce Metzger seorang ahli Textual Criticism & pakar ttg Kanon PB yg menulis buku teks standard Textual Criticism: Metzger, Bruce M. The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance. Clarendon Press. Oxford. 1987. Saat diwawancara Lee Strobel (The Case for Christ) & ditanyakan ttg kitab-kitab yang terlambat masuk dalam daftar kanon PB, Metzger menyatakan bahwa hal ini menunjukan betapa hati-hatinya gereja mula-mula, mereka tdk langsung begitu saja menerima kitab-kitab tersebut tetapi memastikannya dengan teliti.

Jika kita telusuri konteks sejarahnya, pada abad ke-1, mula-mula gereja-gereja setempat mendapatkan/menyalin kitab yang ada pada mereka. Proses ini terus berjalan seiring dengan proses pertukaran kitab & surat. Keempat Injil kanonik & beberapa surat PB dengan cepat tersirkulasi sehingga semakin lama gereja-gereja setempat memiliki semakin banyak kitab/surat dari daftar kitab PB. Namun ke-7 kitab yang dipertanyakan itu berjalan agak lambat, beberapa gereja setempat/bapa-bapa gereja telah menerimanya namun lainnya masih mempertimbangkannya. Mereka sangat hati-hati karena adanya pola pseudonimity yang terjadi pada masa-masa itu terutama mulai abad ke-2 yaitu orang-orang tertentu menulis sebuah kitab religius dan menyematkan nama-nama tokoh alkitab sebagai nama kitab karangan mereka. Pola ini sudah terjadi di era intertestamental dengan munculnya pseudographa seperti The Testament of Abraham etc.

Kehati-hatian gereja menerima ke-7 kitab tersebut memang beralasan, jika dikaji lebih lanjut ada sedikit perbedan dalam proses kanonisasi antara Timur (Tatian, Clement, Origen etc..) & Barat (Justin Martin, Ireneus, Tertulian etc..). Namun yang terjadi berikutnya adalah pola saling melengkapi daftar kanon sehingga pada akhirnya ke tujuh kitab tersebt diterima secara universal dalam konsili-konsili seperti konsili Laodekia, Hippo & Kartage. So.. dari uraian ini masalah ketujuh kitab yang terlambat diterima secara penuh/universal, hanya masalah kehati-hatian semata, namun pada esensinya kitab-kitab itu berotoritas dan berasal dari era para rasul.

Point paling penting dari masalah ini bahwa semua bapa gereja telah menerima keempat Injil Kanonik dan itu masuk dalam daftar kitab-kitab yang mereka ketahui. Maka tuduhan bahwa Perjanjian Baru telah dipalsukan yang hanya mengacu pada alasan mengenai 7 (tujuh) kitab yang banyak dibahas gereja sebelum masuk dalam daftar kanon PB, jelas hal ini tidaklah substansial. Karena kisah tentang Yesus, pengajaranNya dan peristiwa kematian, kebangkitan & kenaikanNya jelas telah ada dalam keempat injil kanonik.
Share:

Injil yang Lain - Yesus yang Lain

Gal 1:6 Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,

Gal 1:7 yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.

2 Kor 11:4 Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.

Kehadiran para bidat telah ada sejak masa awal kekristenan berkembang di abad pertama. Menariknya mereka telah eksis bahkan saat kitab Injil dan tulisan-tulisan Perjanjian Baru sementara ditulis dan para rasul masih hidup. Keberadaan mereka salah satunya ditulis dalam kitab Galatia yg tujuan kitab ini orang-orang percaya di provinsi Galatia seperti di Ikonium, Listra, Derbe dll. Paulus sangat keras menentang pengajaran ini yang mengharuskan orang-orang percaya menjalankan Taurat agar selamat. Pemahaman mereka keselamatan tidak cukup hanya karena kasih karunia Kristus.

Selain di Galatia, ajaran ini berkembang di Antiokhia tempat pertama kali orang-orang percaya disebut Kristen (Kis 15:1). Para pengajarnya berasal dari Yudea yg mencakup Yerusalem yg justru adalah pusat lahirnya gerakan kekristenan awal pasca peristiwa Pentakosta. Permasalahan ini akhirnya mencuat setelah Paulus & Barnabas keras menolak mereka, terjadi perdebatan dan kemudian disepakati utk dibicarakan di Yerusalem bersama para rasul.

Pada masa itu, kekristenan belum melembaga seperti kekristenan di masa berikut dengan sistem organisasi & pengajarannya. Namun masih berupa sebuah kegerakan orang-orang percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya dan mereka adalah orang-orang Yahudi. Kemudian seiring waktu muncullah masalah dan perbedaan pemahaman diantara orang percaya. Salah satu yang serius yaitu ajaran yg menyatakan bahwa orang percaya harus juga menjalankan Taurat agar selamat. Permasalahan ini kemudian dibahas para rasul di Yerusalem yang dikenal dengan nama Sidang Yerusalem.

Dalam sidang itu, keputusan diambil sebagaimana disuarakan oleh rasul Petrus tegas menyatakan keselamatan hanya karena kasih karunia Kristus yang artinya meneguhkan apa yg diajarkan Paulus. Namun ironisnya ratusan atau ribuan tahun kemudian Paulus diposisikan sebagai kambing hitam dituduh sebagai penyesat kekristenan oleh para polemikus yang tidak paham sejarah secara utuh.

Setelah ajaran bermasalah Injil/Yesus yg lain muncul dari dalam kekristenan dalam konteks yudaisme pada masa itu dan kemudian ditentang keras oleh Paulus dalam tulisannya (kitab Galatia). Selanjutnya Injil/Yesus yg lain muncul dari pengaruh luar yaitu paham gnostisisme yaitu ajaran docetime yang oleh scholar Ben Witherington disebut sebagai proto gnostik. Ajaran ini ditentang keras oleh rasul Yohanes dalam suratnya
1 Yoh 4:2 Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah
Penolakan ini juga digemakan oleh muridnya yaitu Ignatius seperti dalam suratnya letter to the Smyrnaeans, 7:1, di tahun 110 M.
They abstain from the Eucharist and from prayer, because they confess not the Eucharist to be the flesh of our Saviour Jesus Christ, which suffered for our sins, and which the Father, of His goodness, raised up again.

Jika kita cermati data sejarah, bidat yang muncul di abad pertama sangat kurang, karena masih adanya para rasul yang keras menolak ajaran-ajaran sesat itu. Nanti setelah matinya para rasul ajaran para bidat mulai banyak berkembang seiring dengan semakin banyaknya orang yg menjadi Kristen dan mencakup wilayah yg luas sampai ke Roma. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan injil-injil apokrif seperti injil Petrus, injil Thomas dll. Tetapi jangan salah kaprah menempatkan injil "palsu" Barnabas yg banyak beredar di era modern ini diantara injil apokrif karena itu produk abad pertengahan awal. Masalah ini sdh berulang-ulang dijelaskan tetapi pihak polemikus seperti Menachem Ali terus mengulang-ulang point ini.

Jika kita kembali melihat konteks penyebutan injil yg lain atau Yesus yg lain oleh Paulus & para rasul, maka kita bisa mengidentifikasi karakteristiknya yaitu ajaran yg menolak keutamaan Yesus sebagai sumber keselamatan satu-satunya artinya tidak ada manusia lain, baik yg mengaku atau diakui sebagai nabi yg bisa menyelamatkan. Sebagaimana ditegaskan juga oleh rasul Petrus.
Kis 4:12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."

Injil/Yesus yg lain juga dimaksud mereka yg beranggapan keselamatan melalui Yesus tidak cukup tetapi harus ditambah dengan upaya lain seperti harus menjalankan Taurat. Selain itu mereka yang menolak natur Yesus secara utuh sebagai Tuhan dan manusia juga dikategorikan Injil/Yesus yg lain. Ajaran docetisme hanya menerima natur ilahi Yesus yg dipahami secara gnostik dan menolak kemanusiaanNya, ini dikategorikan sebagai injil/Yesus yg lain, sudah tentu mereka yg sebaliknya hanya menerima aspek kemanusian Yesus dan menolak keilahiannya juga bisa dikategorikan injil/Yesus yg lain. Yudas 1:4 ... dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.

Perlu diluruskan pemahaman yg keliru bahwa Injil yg lain yg dimaksud Paulus dianggap berbicara tentang "kitab" padahal yang dimaksud adalah ajaran yg salah. Nanti kemudian pada abad ke-2 dan selanjutnya berbagai ajaran para bidat itu kemudian ditulis dalam kitab-kitab yg dikenal sebagai injil apokrif. Menachem Ali mencoba mengacaukan hal ini, dengan mempersoalkan masalah kanonisasi Perjanjian Baru yang point utamanya beranggapan bahwa injil kanonik dianggap tidak berbeda atau setara dengan injil apokrif lainnya, bahkan mencoba menekankan beberapa aspek dalam injil apokrif tertentu diatas injil kanonik, termasuk mengungkit masalah injil "palsu" Barnabas. Selain itu banyak polemikus muslim beranggapan Yesus telah menerima kitab injil yg kemudian "injil" ini yang dikabarkan oleh Yesus.

Masalah seputar kanonisasi Perjanjian Baru ini akan dibahas berikutnya. Tulisan ini sifatnya sebagai pengantar agar kita memahami konteks penyebutan Injil/Yesus yg lain, untuk selanjutnya jadi acuan kita menilai pengajaran Injil/Yesus yg lain yang berkembang pada masa-masa berikutnya.
Share: