Apakah Israel telah digantikan Gereja sebagai bangsa pilihan Allah ??

Dalam tulisan sebelumnya kita telah membahas pertanyaan apakah Israel telah ditolak Allah karena mereka telah membunuh Yesus? Jawabannya tegas "Tidak" mengacu pada pernyataan eksplisit Paulus dalam Roma 11:1-2. Dalam PL kita banyak menjumpai kisah kebebalan bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk bahkan mereka sampai di buang ke Babel. Tetapi Tuhan tetap setia walaupun umatnya tidak setia, mereka akhirnya bisa kembali dari pembuangan dan dipimpin Ezra diadakan pembaharuan bagi Israel.


Mereka telah membunuh Yesus bahkan menyatakan: Mat 27:25 Dan seluruh rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!". Dari data sejarah mereka telah menerima hukuman Allah, bangsa Israel telah terusir dari tanah Israel sejak tahun 70M dan puncaknya tahun 135M saat pemberontakan Bar Kokhba. Sebagaimana terjadi dalam PL maka kesetiaan Allah juga tidak akan berubah.

Beberapa pemahaman mengajarkan bahwa Israel telah digantikan gereja dan gereja adalah Israel rohani. Penekanan adanya "penggantian" ini digaungkan oleh replacement theology namun berbeda dengan covenant theology yang melihatnya sebagai "penggenapan" (fullfilment) dibanding "penggantian" (replacement).

Semula berkat itu diberikan kepada keturunan Abraham tetapi janji berkat ini juga akan diterima bangsa-bangsa lain melalui Sang Mesias yaitu Yesus.
Kej 12:3 Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."
Gal 3:29 Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.
Dari ayat ini terjadi perluasan berkat yang semula kepada bangsa Israel kemudian diperluaskan ke gerejaNya. Dengan adanya gereja sebagaimana penerima berikat yang kedua maka tidak berarti penerima berkat pertama telah dibatalkan.

Mari kita lihat ayat yang sering jadi acuan konsep "penggantian" dari Israel ke Gereja.
Mat 21:43 Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

Point yang diajukan bahwa kerajaan Allah (basileia theos) diambil dari padamu (bangsa Israel) dan diberikan kepada suatu bangsa (Gereja). Point ini juga digunakan polemikus muslim dengan menyatakan bangsa Israel telah digantikan bangsa Arab. Point tentang Arab jelas absurd karena tidak ada petunjuk tentang bangsa Arab dalam perikop ini bahkan dalam injil Matius termasuk seluruh Perjanjian Baru.

Mengenai point dari Israel ke Gereja, kita harus cermati konteksnya apakah dimaksudkan demikian?. Perhatikan ayat berikutnya.
Mat 21:45 Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya.
Ternyata yang dimaksudkan dengan kata "padamu" yaitu para imam kepala dan orang Farisi bukanlah bangsa Israel secara keseluruhan. Bukankah para rasul dan jemaat mula-mula adalah orang Yahudi atau bangsa Israel. Bahkan diantara mereka juga ada para imam yang mungkin diantaranya juga pernah menolak Yesus.
Kis 6:7 Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.

Maka dari konteksnya bisa kita dapatkan maknanya bahwa kata "padamu" yaitu otoritas keagamaan orang Yahudi pada masa itu yang tidak percaya, akan dipindahkan kepada orang-orang percaya Yesus yang bisa mencakup orang Yahudi atau non Yahudi (gentiles). Kita bisa saja menyebutkan Gereja di sini yaitu komunitas orang percaya Yesus, tetapi bukan berarti yg digantikan Gereja di ayat ini merujuk ke bangsa Israel secara keseluruhan.

Namun saya perlu tegaskan bahwa pemahaman ini tidak berarti mendukung konsep Dual Covenant yaitu ajaran yang berbau pluralisme yang mengajarkan ada 2 (dua) perjanjian atau jalan keselamatan; pertama melalui keunikan bangsa Israel yang dianggap punya jalan selamat sendiri melalui ajaran Musa (Yudaisme) dan yang kedua kekristenan lewat percaya pada Yesus.

Prinsip keselamatan tetap lewat Kristus dan ini telah ditegaskan oleh para rasul dalam Sidang Yerusalem, artinya orang Yahudi atau bangsa Israel tetap harus percaya Yesus untuk bisa selamat. Hanya saja dalam konteks Kisah Para Rasul, orang Yahudi masih diperkenankan menjalankan ritual khas Yahudi sebagai identitas unik mereka sebagai bangsa Yahudi namun ritual itu sudah tidak memberi dampak untuk jalan keselamatan karena keselamtan hanya percaya kepada Yesus. Hal ini ditegaskan Petrus dalam Sidang Yerusalem itu. Kis 15:11 Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga."

Bangsa Israel saat ini memang mayoritas belum percaya Yesus (Yeshua) sebagai Mesias mereka, tetapi sudah ada kebangkitan orang-orang percaya yang dikenalkan sebagai komunitas messianic jews dan bangsa Israel pada akhirnya akan diselamatkan sebagaimana kata Paulus.
Rom 11:25 Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk.
Rom 11:26 Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: "Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub.

Sebagai catatan tambahan, dalam konteks eskatologis eksistensi bangsa Israel tetap ada dan mereka disebutkan sebagai umat yang pertama yang percaya Yesus kemudian disusul bangsa-bangsa lain. Kita tidak tahu apakah angka 144 ribu ini literal atau simbolik dan siapa saja mereka itu tetapi yg jelas mereka adalah orang Yahudi atau bangsa Israel yang percaya Yesus, mungkin saja diantaranya dari kelompok messianic jews masa kini.
Why 7:4 Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel.
Why 7:9 Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.

Dari seluruh uraian ini, apakah bangsa Israel telah digantikan Gereja sebagai bangsa pilihan? jawabannya "Tidak" karena memang bangsa Israel adalah bangsa pilihan yg dipilih Allah dan disiapkan Allah sebagai tempat lahirnya Sang Mesias untuk keselamatan bangsa-bangsa. Keunikan bangsa Israel tetap ada bahkan eksistensi mereka tidak hilang walaupun terusir dari tanah kelahirannya berabad-abad. Namun umat pilihan yang sejati adalah gerejaNya yaitu mereka yg percaya kepada Yesus termasuk bangsa Israel sendiri. Gereja adalah Israel rohani yaitu perluasan dari bangsa Israel atau penggenapan atas bangsa Israel. Eksistensi bangsa Israel sebagai bangsa yang unik pilihan Allah tidaklah hilang namun juga bangsa ini akan bergabung bersama bangsa-bangsa lain sebagai umat yang percaya kepada Yesus.
Share:

Apakah Allah Telah Menolak Bangsa Israel??

Banyak yang menyatakan bangsa Israel telah ditolak Allah sejak mereka membunuh Yesus Sang Mesias. Bukti historis yang diajukan yaitu diusirnya bangsa Yahudi dari tanah Israel di tahun 70M saat jenderal Titus menghancurkan Yerusalem dan puncaknya di tahun 135M saat pemberontakan Bar Kokhba melawan Romawi. Namun berbeda dengan bangsa seperti Edom, Moab dll yang hilang lenyap jejaknya, bangsa Yahudi ternyata tetap eksis walaupun hidup tersebar di bangsa-bangsa lain selama berabad-abad. Kemudian di abad ke-20 mereka bisa kembali ke tanah Israel membangun sebuah negara Israel.

Terlepas dari polemik masalah politik antara Israel vs Arab khususnya Palestina, kita coba melihat data biblikal tentang eksistensi Israel sebagai suatu bangsa. Apakah bangsa Israel memiliki masa depan atau hilang lenyap sejak bangsa ini secara mayoritas menolak Yesus? Pada abad awal sd pertengahan umumnya menyatakan tidak ada masa depan untuk bangsa Israel dan mereka akan hilang eksistensinya. Namun fakta sejarah berkata lain, mereka tetapi eksis sebagai sebuah bangsa walaupun hidup di bangsa lain dan kembali eksis sebagai suatu negara. Menariknya eksistensi bangsa Yahudi walaupun jumlahnya kecil namun telah memberi pengaruh signifikan bagi peradaban dunia khususnya kemajuan teknologi bahkan banyak peraih nobel adalah orang Yahudi.

Dalam teologi Kristen terdapat perbedaan pendapat menyikapi pertanyaan dari judul tulisan ini. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Israel telah digantikan Gereja sebagai umat pilihan Allah sebagaimana digaungkan replacement theology. Namun terdapat pendapat lain bahwa Gereja adalah perluasan dari Israel (covenant theology) dan gereja serta Israel memiliki peran yang berbeda (dispensational theology). Kedua sistem teologi terakhir ini tidak menghilangkan eksistensi Israel. Pembahasan ketiga sistem teologi ini tentu perlu pembahasan yang panjang dan mendalam. Namun kita coba melihat beberapa teks yang krusial untuk kita elaborasi menjawab pertanyaan di atas.

Salah satu point yang diajukan untuk menyatakan bahwa bangsa Israel telah ditolak Allah yaitu tentang umat Yahudi saat ini mayoritas masih tidak percaya Yesus. Point ini bisa dikaitkan dengan teks Alkitab Roma pasal 11 yang nadanya justru menegasikan point tersebut.

Rom 11:1 Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena aku sendiripun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin.
Rom 11:2 Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya. Ataukah kamu tidak tahu, apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Elia, waktu ia mengadukan Israel kepada Allah:
Rom 11:3 "Tuhan, nabi-nabi-Mu telah mereka bunuh, mezbah-mezbah-Mu telah mereka runtuhkan; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku."
Rom 11:4 Tetapi bagaimanakah firman Allah kepadanya? "Aku masih meninggalkan tujuh ribu orang bagi-Ku, yang tidak pernah sujud menyembah Baal."
Rom 11:5 Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia.

Pada ayat 1 & 2 Paulus memberi penegasan bahwa Allah tidak menolak bangsa Israel. Menariknya Paulus mengaitkan dengan kisah Elia yang pada masanya mayoritas orang Israel tidak menyembah Allah melainkan Baal. Jawaban Allah bahwa masih ada orang yg masih percaya kepadaNya walaupun secara kuantitas jumlahnya sedikit. Point ini sangat jelas dan relevan diterapkan ke bangsa Israel masa kini yg walaupun orang yg percaya kepada Yesus jumlahnya sedikit tidak berarti mereka telah ditolak Allah.

Israel masa kini memang mayoritas belum percaya Yesus tetapi mulai ada gerakan kebangkitan orang yang percaya Yesus yg dikenal sebagai Messianic Jews. Bahkan banyak jewish scholar dan rabbi yang telah menerima Yesus sebagai sang Mesias. Michael Brown seorang jewish scholar telah berdebat dengan banyak rabbi Yahudi dan dia telah menuliskan 5 seri buku Answering Jewish Objections. Jewish Scholar dan seorang rabbi Rabbi Itzhak Shapira yang menuliskan buku The Return of Kosher Pig: The Divine Messiah in Jewish Thought. Beberapa rabbi & jewish scholar yg lainnya yg telah percaya seperti Issac Lichtenstein rabbi ortodoks Hungaria, rabbi Israel Zolli, rabbi Russell Resnik, Rabbi Barry Rubin, Rabbi Barney Kasdan, Dr David Fredman dll.

Dari uraian singkat ini, jawaban atas pertanyaan di atas yakni "Tidak". Tentu masih banyak hal yg perlu didiskusikan tentang hal ini termasuk posisi bangsa Israel & gereja dalam konteks eskatologis. Secara umum bisa dikatakan gereja adalah penggenapan atas Israel atau gereja adalah israel secara rohani namun tidak berarti bangsa Israel telah hilang eksistensinya.
Share:

Allah Tritunggal : Waspada ekstrim Triteisme & Modalisme

Allah Tritunggal adalah doktrin primer Kristen yg paling banyak dibahas, diperdebatkan dan dipertanyakan, bukan hanya dari pihak non Kristen tetapi juga internal kekristenan. Konsep Allah Tritunggal lahir sebagai konsekuensi logis dari apa yang diajarkan Alkitab itu sendiri. Bapa sebagai Allah sudah jelas diajarkan dalam PL & PB. Yesus sebagai Allah juga diajarkan dalam Alkitab bahkan dalam Perjanjian Lama yang dikenal sebagai Mesias yang Ilahi (Divine Messiah), demikian juga dengan Roh Kudus. Apakah ini bisa langsung disimpulkan berarti ada 3 Allah ? Tentu tidak, karena ajaran keesaan Allah juga diajarkan Alkitab bahkan dinyatakan oleh Yesus sendiri yang berarti Alkitab mengajarkan Monoteisme. Makanya jika kita terlalu menekankan pada aspek ketigaan Allah dan mengabaikan keesaanNya kita bisa tergelincir ke Triteisme.

Tetapi sebaliknya jika kita terlalu menekankan pada aspek keesaan Allah dan mengabaikan ketigaanNya kita bisa tergelincir pada Modalisme atau Oneness. Untuk itu kita perlu ekstra hati-hati melihat data Alkitab agak tidak tergelincir ke salah satu ekstrim. Maka kita coba rumuskan data Alkitab ini menjadi 5 premis yang tiap premisnya memiliki dukungan data Alkitab yang kuat.
Premis 1: Allah itu esa
Premis 2: Bapa sebagai Allah
Premis 3: Anak (Yesus) sebagai Allah
Premis 4: Roh Kudus sebagai Allah
Premis 5: Ketiganya bisa dibedakan

Kelima premis ini telah tertuang dalam Pengakuan Iman Rasuli & Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel. Konsili Nicea 325 diadakan sebagai respon munculnya ajaran bidat arianisme yang menolak premis 3 dengan menyatakan Yesus adalah makhluk atau ciptaan yang berarti bukan Allah seperti Allah Bapa. Konsili berikutnya Konsili Konstantinopel (381) melengkapi formulasi konsili Nicea dengan lebih memperjelaskan keallahan Roh Kudus (premis 4) sekaligus merespons ajaran bidat Makedonianisme yg menganggap Roh Kudus itu makhluk.

Pihak Modalisme kurang memperhatikan premis 5 sehingga memunculkan pemahaman bahwa Allah itu satu pribadi. Sebelum konsili Nicea ajaran modalisme atau lebih tepatnya monarkianisme telah muncul dan telah ditanggapi bapa gereja diantaranya Tertulianus dalam bukunya Adversus Praxean menanggapi praxeas. Konsili Nicea memang fokus menanggapi Arianisme, namun sebenarnya juga menolak modalisme atau monarkianisme.

Jika kita cermati data Alkitab, primes 5 itu sangat jelas misalnya tentang pembaptisan Yesus yg menunjukan adanya eksistensi Bapa (suara dari surga), Yesus dan Roh Kudus dalam bentuk burung Merpati, demikian juga dengan doa Yesus di Getsemani dll. Pada masa kini varian Modalisme yang mulai populer yaitu Oneness Pentacostalism yang menekankan hanya satu pribadi Yesus yang ilahi, istilah lainnya Jesus Only.

Jika Allah bukan satu pribadi berarti tiga pribadi, bukankah tiga pribadi menunjuk 3 pribadi Allah? Pertanyaan ini telah menjadi pergumulan bapa-bapa gereja untuk menjelaskannya. Bapa gereja Tertulianus memunculkan istilah dalam bahasa latin "una substantii, tre personae", bapa-bapa gereja timur menggunakan istilah "hypostatis" untuk kata "personae" yang kemudian dipadankan ke bahasa Inggris dengan kata "person" atau "pribadi" dalam bahasa Indonesia. Bapa-bapa gereja berikutnya mengadopsi istilah ini (personae/hypostatis) termasuk istilah (homoousios/sehakekat) sambil memberi penjelasan definisi dari istilah-istilah tsb.

Bapa-bapa gereja Kapadokia yaitu Gregorius dary Nyssa, Gregorius dari Nazianus & Basilius dari Kaisarea, banyak membahas masalah ini khususnya keterkaitan antara kata hypostatis & homoousios. Untuk menelaskan homoousios mereka mengambil analogi dengan pribadi dalam hubungan sesama manusia bahwa seorang bapa dan anaknya miliki satu hakekat sebagai manusia. Namun selanjutnya tidak boleh berhenti sampai di situ, karena bisa terjerumus dalam Triteisme karena "Pribadi" ilahi yang dimaksud berbeda dengan "pribadi" manusia. Mereka menjelaskan bahwa pribadi manusia dapat dibeda-bedakan tindakan satu orang dengan yang lainnya jika mengerjakan tugas yang, maka sudah ditepat disebut banyak orang. Pribadi manusia terpisah satu sama lainnya. Berbeda dengan Allah yang tidak terpisahkan satu sama lain, tidak pernah mengerjakan suatu pekerjaan sendiri tanpa melibat yang lainnya. (Gregorius dari Nyssa, Quod Non Sint Tres Dii).

Masih banyak uraian para bapa gereja lainnya tentang hal ini namun point yang bisa kita dapatkan dari uraian bapa-bapa gereja Kapadokia bahwa kata Hypostatis bisa saja diartikan sebagai Person atau Pribadi tetapi bukanlah sepenuhnya seperti pengertian pribadi dalam kamus masa kini. Karena konsep pribadi masa kini melibatkan atribut kesadaran diri yang independen yang tidak terkait dengan pribadi lainnya.

Pada abad ke-18 teolog Karl Barth mengangkat kembali masalah Trinitas yang sudah kurang menjadi perhatian pada masanya. Bahkan pada masa itu seiring dengan munculnya liberalisme, beberapa teolog liberal berpendapat inkarnasi itu mitos dan dengan sendirinya menolak Trinitas. (John Hick, The Myth of God Incarnate). Barth mengkritisi penggunaan istilah "pribadi" yang menurutnya sudah berbeda dengan pengertian yang dimaksud oleh bapa-bapa gereja dan memperkenalkan istilah seinswiese atau "cara berada". Hal ini dituliskan Harun Hadiwijono

".. Sejak abad ke-18 ini sebenarnya pengertian persona atau oknum telah tidak mungkin lagi diterapkan guna mengungkapkan pengertian Alkitab yang mengenai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sebab memang bukan pengertian yang seperti itulah yang dimaksud oleh Gereja kuna ketika merumuskan ajarannya tentang ketritunggalan Allah. Oleh karena itu maka banyak para ahli teologi sekarang yang menerjemahkan ungkapan hypostatis atau persona bukan dengan oknum, melainkan cara berada (seinswiese atau mode of existence), sehingga ketritunggal dirumuskan demikian: Allah adalah satu di dalam substansinya, tetapi memiliki tiga cara berada. (Umpamanya Karl Barth)". Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, 2007, p100.

Namun kita harus hati-hati mengambil acuan dari tulisan ini, yaitu menolak konsep "tiga pribadi" itu lalu meloncat ke konsep "satu pribadi". Karena jika tidak hati-hati bisa tergelincir ke Modalisme. Saya coba pelajari pemahaman Karl Barth ini, yang ternyata dia tidak maksud menolak pemahaman bapa gereja itu tetapi hanya mengkritisi konsep pribadi masa kini utk dijadikan acuan memahami konsep "pribadi" yang dimaksud bapa gereja. Dalam buku-bukunya dia sangat tegas menolak modalisme walaupun ada beberapa teolog yang mencurigai konsepnya itu sebagai modalisme misalnya jurgen moltman. Harun Hadiwijono sendiri yang mengikuti konsep Barth atas istilah "cara berada" menolak bahwa konsep itu mengajarkan sabellian (hal 133). Masalah ini tentu perlu kajian yang lebih teknis & detail.

Berdasarkan uraian singkat ini, maka diperlukan kehati-hatian memahami relasi dalam Allah Tritunggal, karena bisa tergelincir ke ekstrim Triteisme atau ekstrim Modalisme. Jika tertarik menggunakan istilah "cara berada" sebagaimana diajukan Barth, maka kita harus paham bahwa itu tidak dimaksudkan menolak konsep "una substantii, tre personae" atau Satu Hakekat Tiga Pribadi tetapi pengertian "pribadi" yang dimaksud harus dimengerti seperti apa yang dimaksud bapa gereja, seperti dijelaskan oleh bapa-bapa gereja Kapadokia dan "Cara Berada" yang dimaksud tetap merujuk eksistensi atau "pribadi". Apalagi sampai meloncat ke pemahaman Satu Pribadi Tiga Cara Berada yang justru paham Modalisme yang telah ditentang para bapa gereja.
Share: