Pengantar: Tulisan ini merupakan bagian dari seri diskusi dengan Menachem Ali di Facebook. Tulisan M Ali bisa dibaca di wall FBnya atau lewat Web Yeshiva Institute. http://yeshivainstitute.net/sejarah-yang-terlupakan-part-3/
M Ali telah menuliskan panjang lebar tentang pandangan orang Yahudi terhadap Yesus berdasarkan literatur rabbinik bahwa Yesus adalah anak hasil dari perzinahan. Kajian historis tentang pandangan Yahudi ini memang cukup komprehensif disajikan M Ali, namun M Ali terkesan membiarkan pembaca mendapatkan kesan bahwa pandangan itu merupakan fakta riil. Selain itu M Ali tidak kritis mencermati informasi yang disajikan dari data historis tanpa memperhatikan detail dr informasi tersebut.
Pandangan Yahudi yg disampaikan itu pada prinsipnya menolak konsep the virgin birth dalam Injil dan M Ali tidak bersikap kritis terhadap pandangan itu, padahal dalam Quran yang seharusnya menjadi standing point-nya sebagai seorang muslim, justru menerima konsep the virgin birth. QS Maryam 20: Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Penyebutan ayat Quran ini bukan berarti kami membenarkannya sebagaimana disalahpahami oleh pihak tertentu. Karena pernyataan serupa tentang konsep the virgin birth juga dijumpai dalam injil apokrif “...The blessed and glorious ever-virgin Mary, sprung from the royal stock and family of David”. Gospel of the Nativity of Mary, Chapter 1. Namun adanya konsep ini dalam injil apokrif bukan berarti membenarkan otoritas injil apokrif tsb. Kemungkinan besar berbagai dokumen pasca dituliskannya Injil kanonik, telah mengadopsi konsep ini dengan modifikasi-modifikasi tertentu termasuk Quran yang terbit 600an tahun kemudian. Kita akan mengkaji secara cermat data historis yang disajikan M Ali dari literatur rabbinik. Namun terlebih dahulu kita perlu membahas masalah perubahan yang terjadi dalam Talmud & literatur rabbinik lainnya berkaitan dengan rujukan kepada Yesus. Dalam hal ini, saya sependapat dengan M Ali bahwa teks yang berkaitan dgn Yesus telah mengalami sentuhan pengeditan dari pihak Yahudi karena faktor tekanan dr kekristenan. Dalam sejarah terdapat pihak-pihak tertentu dalam kekristenan yang sangat keras terhadap orang Yahudi sehingga menyita & membakar manuskrip-manuskrip Talmud, Midrash dan literatur rabbinik lainnya. Morris Goldstein dalam bukunya Jesus in the Jewish Tradition, New York: Macmillan Publishing Co, 1950, cukup gamblang menjelaskan hal ini, mengenai perintah dari otoritas Yahudi untuk menghilangkan rujukan-rujukan tentang Yesus dari Nazareth dlm Mishnah/Gemara atau mengubahnya sehingga rujukan yg berkaitan dgn Yesus telah berubah bentuknya. Dari teks Talmud Babilonia kita bisa melihat pada catatan kakinya mengenai versi yang belum disensor tersebut. M Ali menyebutkan nama-nama seperti Ben Stada & Ben Pandera dalam Talmud yg dianggap merujuk pada Yesus dari Nazareth. Namun M Ali tidak cermat melihat detail dari keterangan tersebut dan langsung mengadopsi pemahaman bahwa Ben Stada itu Yesus. Salah seorang Pakar R.T. France mengingatkan kita untuk berhati-hati mengambil informasi "sejarah" dr literatur rabbinik. Karena menurutnya sejarah itu sendiri bukan merupakan pokok pembahasan dari para rabbi, informasi sejarah hanya muncul sebagai ilustrasi untuk uraian yg berkaitan dengan hukum dan teologi. France R.T. The Evidence for Jesus, Downers Grove, IL:InterVarsity Press, 1986. Dan hal ini terjadi pada M Ali yang kurang "berhati-hati" melihat teks-teks dalam Talmud tersebut.
Mari kita lihat teks dlm Talmud Babilonia yg menyebutkan nama Ben Stada & Ben Pandera. Talmud - Mas. Shabbath 104b: HE WHO SCRATCHES A MARK ON HIS FLESH, [etc.] It was taught. R. Eliezer said to the Sages: But did not Ben Stada bring forth witchcraft from Egypt by means of scratches18 [in the form of charms] upon his flesh? Versi yang tidak disensor: Was he then the son of Stada: surely he was the son of Pandira?-Said R. Hisda: The husband was Stada, the paramour was Pandira. But the husband was Pappos b. Judah? — His mother was Stada. But his mother was Miriam the hairdresser? — It is as we say in Pumbeditha: This one has been unfaithful to (lit., ‘turned away from’ — satath da) her husband. — On the identity of Ben Stada v. Sanh., Sonc. ed., p. 456, n. 5. Jika Ben Stada yang dimaksud adalah Yesus dan Maria (Miriam) sebagai Stada yang bersuamikan Pappos ben Judah (Yehuda), maka muncul anakronisme disini. Karena Pappos ben Judah hidup sezaman dengan rabbi Akiba yaitu sekitar tahun 135 M. "..Pappos ben Jehudah, whom the Gemara alleges to have been the husband of the mother of Jesus, is the name of a man who lived a century after Jesus, and who is said to have been so suspicious of his wife that he locked her into the house whenever he went out (b. Gitt. 90a ). He was contemporary with, and a friend of, R. Aqiba ; and one of the two conflicting opinions concerning the epoch of Jesus places him also in the time of Aqiba". Travers Herford, Christianity in Talmud & Midrash, William & Norgate, London, 1953 page 40. Ben Stada disebut berasal dari Mesir & membawa sihir dari sana, penyebutan Ben Stada ini lebih merujuk pada orang Mesir sebagaimana tertulis dalam PB, Kis 21:38 "Jadi engkau bukan orang Mesir itu, yang baru-baru ini menimbulkan pemberontakan dan melarikan empat ribu orang pengacau bersenjata ke padang gurun?". Keterangan dalam PB ini sejalan dengan tulisan Joshepus, Antiquities 20:8:6 ".. Moreover, there came out of Egypt (20) about this time to Jerusalem one that said he was a prophet, and advised the multitude of the common people to go along with him to the Mount of Olives... Now when Felix was informed of these things, he ordered his soldiers to take their weapons, and came against them with a great number of horsemen and footmen from Jerusalem, and attacked the Egyptian and the people that were with him..." Dalam Talmud tersebut Ben Stada disamakan dengan Ben Pandera yang memang dalam Talmud pada bagian lain Ben Pandera lebih merujuk pada Yesus seperti dalam Talmud Babilonia: Abodah Zarah 27b dan Talmud Yerusalem: Shabbath 14d & Abodah Zarah 40d. Maka penyebutan Ben Stada jelas tidak akurat karena pihak Ammorium telah mencampurkan adukan Orang Mesir itu dengan Yesus. Hal ini membuktikan rujukan dalam Talmud berkaitan informasi sejarah bukanlah informasi yg bisa diandalkan. Makanya seorang Jewish Scholar Joseph Klausner dalam bukunya Jesus of Nazareth, New York: Menorah Publishing Co, 1925, menunjukan sifat kurang dapat dipercaya dari para Ammoraim khususnya berkaitan dengan informasi sejarah, hal ini sejalan dengan pendapat R.T France. Jika kita menelusuri lebih lanjut pada masa sebelum Talmud dikompilasi, kita bisa menemukan informasi dari seorang penulis pagan bernama Celsus yg menentang kekristenan dan salah satunya mengenai tuduhan the illegitimate birth dari Yesus. Tulisan Celsus berjudul the True Discourse (Alethes Logos) tahun 178M telah hilang, namun kutipannya ditemukan dlm tulisan Origen berjudul the Contra Celsum (Against Celsus) thn 248M yang menjawab tuduhan atau serangan dari Celsus termasuk tentang illegitimate birth tersebut yang didengar Celsus dari orang Yahudi diaspora. Hal yang menarik pada masa yang sama dengan Origen yaitu Justin Martyr dalam bukunya Dialogue with Trypho menuliskan pembelaannya terhadap kekristenan dari seorang Yahudi, namun tidak ada tuduhan dari orang Yahudi dalam dialog tersebut mengenai the illegitimate birth dari Yesus. Seorang Bible Scholar disegani Paul Meier dalam salah satu bukunya dari rangkaian bukunya yang monumental tentang studi Yesus sejarah, memberi pengamatan terhadap hal ini ".. That Matthew’s version should be the major target of the parody is hardly surprising. Matthew—the supposedly “Jewish Gospel”—is much clearer in its affirmation of the virginal conception than is Luke, and by the middle of the 2d century Matthew was fast becoming the most popular Gospel in mainstream Christianity... All that the story in Celsus really tells us, therefore, is that by the middle of the 2d century a.d. some Diaspora Jews had become aware of the claims Matthew made in 1:18–25 and had tried to refute them by parody". Meier, J. P. (1991). A marginal Jew, rethinking the historical Jesus: Volume one, The Roots of the Problem and the Person (224). New Haven; London: Yale University Press. page 223. Berdasarkan kajian ini, kita bisa menarik konklusi bahwa rujukan tentang Yesus dalam Talmud bukanlah informasi yang akurat. Tuduhan mengenai the illegitimate birth (anak hasil perzinahan) kemungkinan nanti berkembang setelah beredarnya informasi tentang kelahiran Yesus dalam injil kanonik Matius & Lukas yang di dalamnya menjelaskan tentang kelahiran Yesus dari seorang perawan (the virgin birth). Bahkan perkembangannya justru dimulai di kalangan orang Yahudi diaspora dibanding orang Yahudi di Palestina sebagaimana kita bisa lewat dr pembahasan hal tersebut dalam tulisan Origen & Justin Martyr. Apakah pada masa Yesus, orang Yahudi khususnya ahli-ahli Taurat telah aware dengan kelahiran Yesus yang tidak biasanya (the Virgin Birth) sehingga memunculkan tuduhan mengenai the illegitimate birth, akan kita bahas dalam tulisan berikutnya khususnya tentang Yoh 8:41. Lihat Seri Diskusi
M Ali telah menuliskan panjang lebar tentang pandangan orang Yahudi terhadap Yesus berdasarkan literatur rabbinik bahwa Yesus adalah anak hasil dari perzinahan. Kajian historis tentang pandangan Yahudi ini memang cukup komprehensif disajikan M Ali, namun M Ali terkesan membiarkan pembaca mendapatkan kesan bahwa pandangan itu merupakan fakta riil. Selain itu M Ali tidak kritis mencermati informasi yang disajikan dari data historis tanpa memperhatikan detail dr informasi tersebut.
Pandangan Yahudi yg disampaikan itu pada prinsipnya menolak konsep the virgin birth dalam Injil dan M Ali tidak bersikap kritis terhadap pandangan itu, padahal dalam Quran yang seharusnya menjadi standing point-nya sebagai seorang muslim, justru menerima konsep the virgin birth. QS Maryam 20: Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Penyebutan ayat Quran ini bukan berarti kami membenarkannya sebagaimana disalahpahami oleh pihak tertentu. Karena pernyataan serupa tentang konsep the virgin birth juga dijumpai dalam injil apokrif “...The blessed and glorious ever-virgin Mary, sprung from the royal stock and family of David”. Gospel of the Nativity of Mary, Chapter 1. Namun adanya konsep ini dalam injil apokrif bukan berarti membenarkan otoritas injil apokrif tsb. Kemungkinan besar berbagai dokumen pasca dituliskannya Injil kanonik, telah mengadopsi konsep ini dengan modifikasi-modifikasi tertentu termasuk Quran yang terbit 600an tahun kemudian. Kita akan mengkaji secara cermat data historis yang disajikan M Ali dari literatur rabbinik. Namun terlebih dahulu kita perlu membahas masalah perubahan yang terjadi dalam Talmud & literatur rabbinik lainnya berkaitan dengan rujukan kepada Yesus. Dalam hal ini, saya sependapat dengan M Ali bahwa teks yang berkaitan dgn Yesus telah mengalami sentuhan pengeditan dari pihak Yahudi karena faktor tekanan dr kekristenan. Dalam sejarah terdapat pihak-pihak tertentu dalam kekristenan yang sangat keras terhadap orang Yahudi sehingga menyita & membakar manuskrip-manuskrip Talmud, Midrash dan literatur rabbinik lainnya. Morris Goldstein dalam bukunya Jesus in the Jewish Tradition, New York: Macmillan Publishing Co, 1950, cukup gamblang menjelaskan hal ini, mengenai perintah dari otoritas Yahudi untuk menghilangkan rujukan-rujukan tentang Yesus dari Nazareth dlm Mishnah/Gemara atau mengubahnya sehingga rujukan yg berkaitan dgn Yesus telah berubah bentuknya. Dari teks Talmud Babilonia kita bisa melihat pada catatan kakinya mengenai versi yang belum disensor tersebut. M Ali menyebutkan nama-nama seperti Ben Stada & Ben Pandera dalam Talmud yg dianggap merujuk pada Yesus dari Nazareth. Namun M Ali tidak cermat melihat detail dari keterangan tersebut dan langsung mengadopsi pemahaman bahwa Ben Stada itu Yesus. Salah seorang Pakar R.T. France mengingatkan kita untuk berhati-hati mengambil informasi "sejarah" dr literatur rabbinik. Karena menurutnya sejarah itu sendiri bukan merupakan pokok pembahasan dari para rabbi, informasi sejarah hanya muncul sebagai ilustrasi untuk uraian yg berkaitan dengan hukum dan teologi. France R.T. The Evidence for Jesus, Downers Grove, IL:InterVarsity Press, 1986. Dan hal ini terjadi pada M Ali yang kurang "berhati-hati" melihat teks-teks dalam Talmud tersebut.
Mari kita lihat teks dlm Talmud Babilonia yg menyebutkan nama Ben Stada & Ben Pandera. Talmud - Mas. Shabbath 104b: HE WHO SCRATCHES A MARK ON HIS FLESH, [etc.] It was taught. R. Eliezer said to the Sages: But did not Ben Stada bring forth witchcraft from Egypt by means of scratches18 [in the form of charms] upon his flesh? Versi yang tidak disensor: Was he then the son of Stada: surely he was the son of Pandira?-Said R. Hisda: The husband was Stada, the paramour was Pandira. But the husband was Pappos b. Judah? — His mother was Stada. But his mother was Miriam the hairdresser? — It is as we say in Pumbeditha: This one has been unfaithful to (lit., ‘turned away from’ — satath da) her husband. — On the identity of Ben Stada v. Sanh., Sonc. ed., p. 456, n. 5. Jika Ben Stada yang dimaksud adalah Yesus dan Maria (Miriam) sebagai Stada yang bersuamikan Pappos ben Judah (Yehuda), maka muncul anakronisme disini. Karena Pappos ben Judah hidup sezaman dengan rabbi Akiba yaitu sekitar tahun 135 M. "..Pappos ben Jehudah, whom the Gemara alleges to have been the husband of the mother of Jesus, is the name of a man who lived a century after Jesus, and who is said to have been so suspicious of his wife that he locked her into the house whenever he went out (b. Gitt. 90a ). He was contemporary with, and a friend of, R. Aqiba ; and one of the two conflicting opinions concerning the epoch of Jesus places him also in the time of Aqiba". Travers Herford, Christianity in Talmud & Midrash, William & Norgate, London, 1953 page 40. Ben Stada disebut berasal dari Mesir & membawa sihir dari sana, penyebutan Ben Stada ini lebih merujuk pada orang Mesir sebagaimana tertulis dalam PB, Kis 21:38 "Jadi engkau bukan orang Mesir itu, yang baru-baru ini menimbulkan pemberontakan dan melarikan empat ribu orang pengacau bersenjata ke padang gurun?". Keterangan dalam PB ini sejalan dengan tulisan Joshepus, Antiquities 20:8:6 ".. Moreover, there came out of Egypt (20) about this time to Jerusalem one that said he was a prophet, and advised the multitude of the common people to go along with him to the Mount of Olives... Now when Felix was informed of these things, he ordered his soldiers to take their weapons, and came against them with a great number of horsemen and footmen from Jerusalem, and attacked the Egyptian and the people that were with him..." Dalam Talmud tersebut Ben Stada disamakan dengan Ben Pandera yang memang dalam Talmud pada bagian lain Ben Pandera lebih merujuk pada Yesus seperti dalam Talmud Babilonia: Abodah Zarah 27b dan Talmud Yerusalem: Shabbath 14d & Abodah Zarah 40d. Maka penyebutan Ben Stada jelas tidak akurat karena pihak Ammorium telah mencampurkan adukan Orang Mesir itu dengan Yesus. Hal ini membuktikan rujukan dalam Talmud berkaitan informasi sejarah bukanlah informasi yg bisa diandalkan. Makanya seorang Jewish Scholar Joseph Klausner dalam bukunya Jesus of Nazareth, New York: Menorah Publishing Co, 1925, menunjukan sifat kurang dapat dipercaya dari para Ammoraim khususnya berkaitan dengan informasi sejarah, hal ini sejalan dengan pendapat R.T France. Jika kita menelusuri lebih lanjut pada masa sebelum Talmud dikompilasi, kita bisa menemukan informasi dari seorang penulis pagan bernama Celsus yg menentang kekristenan dan salah satunya mengenai tuduhan the illegitimate birth dari Yesus. Tulisan Celsus berjudul the True Discourse (Alethes Logos) tahun 178M telah hilang, namun kutipannya ditemukan dlm tulisan Origen berjudul the Contra Celsum (Against Celsus) thn 248M yang menjawab tuduhan atau serangan dari Celsus termasuk tentang illegitimate birth tersebut yang didengar Celsus dari orang Yahudi diaspora. Hal yang menarik pada masa yang sama dengan Origen yaitu Justin Martyr dalam bukunya Dialogue with Trypho menuliskan pembelaannya terhadap kekristenan dari seorang Yahudi, namun tidak ada tuduhan dari orang Yahudi dalam dialog tersebut mengenai the illegitimate birth dari Yesus. Seorang Bible Scholar disegani Paul Meier dalam salah satu bukunya dari rangkaian bukunya yang monumental tentang studi Yesus sejarah, memberi pengamatan terhadap hal ini ".. That Matthew’s version should be the major target of the parody is hardly surprising. Matthew—the supposedly “Jewish Gospel”—is much clearer in its affirmation of the virginal conception than is Luke, and by the middle of the 2d century Matthew was fast becoming the most popular Gospel in mainstream Christianity... All that the story in Celsus really tells us, therefore, is that by the middle of the 2d century a.d. some Diaspora Jews had become aware of the claims Matthew made in 1:18–25 and had tried to refute them by parody". Meier, J. P. (1991). A marginal Jew, rethinking the historical Jesus: Volume one, The Roots of the Problem and the Person (224). New Haven; London: Yale University Press. page 223. Berdasarkan kajian ini, kita bisa menarik konklusi bahwa rujukan tentang Yesus dalam Talmud bukanlah informasi yang akurat. Tuduhan mengenai the illegitimate birth (anak hasil perzinahan) kemungkinan nanti berkembang setelah beredarnya informasi tentang kelahiran Yesus dalam injil kanonik Matius & Lukas yang di dalamnya menjelaskan tentang kelahiran Yesus dari seorang perawan (the virgin birth). Bahkan perkembangannya justru dimulai di kalangan orang Yahudi diaspora dibanding orang Yahudi di Palestina sebagaimana kita bisa lewat dr pembahasan hal tersebut dalam tulisan Origen & Justin Martyr. Apakah pada masa Yesus, orang Yahudi khususnya ahli-ahli Taurat telah aware dengan kelahiran Yesus yang tidak biasanya (the Virgin Birth) sehingga memunculkan tuduhan mengenai the illegitimate birth, akan kita bahas dalam tulisan berikutnya khususnya tentang Yoh 8:41. Lihat Seri Diskusi