Apakah para Murid bisa Membaca & Menulis ?

ARGUMENTASI LIBERALISME
Memang benar bahasa Yunani Koine adalah bahasa yang umum di wilayah palestina pada masa itu. Para murid bisa mengerti bahasa Yunani tetapi apakah ada bukti bahwa mereka memiliki kemampuan membaca dan menulis? Wiliam Harris dalam bukunya Ancient Literacy mengatakan: “How many could read? Illiteracy was widespread throughout the Roman Empire. At the best of times maybe 10 percent of the population was roughly literate. And that 10 percent would be the leisured classes—upper-class people who had the time and money to get an education..."

"Berapa banyak yang bisa membaca? orang yang buta huruf banyak tersebar di wilayah kerajaan Romawi. Paling banyak hanya sekitar 10 persen dari jumlah populasi yang melek huruf. Dan yang 10 persen itu berasal dari lapisan masyarakat kelas atas yang memiliki waktu dan uang untuk mendapatkan pendidikan..."

JAWABAN
Untuk menanggapi argumentasi ini, saya membaginya menjadi dua bagian yaitu mengenai tingkat melek huruf di Palestina & Yesus sebagai seorang Rabi. ok let's explore it

1. Tingkat melek huruf di Palestina
Kita harus membedakan tingkat literasi di wilayah kerajaan Romawi secara umum dan Palestina (Israel) secara khusus. Sebab orang Israel memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan bangsa-bangsa lain. Craig Evans (FJ) membandingkan pendapat Willim Haris dengan Millard: “William Haris, (Ancient Literacy, 1989) menyimpulkan angka melek huruf sangat rendah dan Alan R. Millard (Reading and Writing in the Time of Jesus, New York University Press, 2000) menyimpulkan bahwa angka melek huruf lebih tinggi, terutama di antara orang Yahudi

Menurut pendapat Millard ada perbedaan antara wilayah Romawi secara keseluruhan dengan wilayah Palestina tempat orang-orang Yahudi. Pendapat Millard didukung oleh berbagai penemuan arkeologi seperti yg ditulis oleh Kugel and Greer (EBI):
Excavations within the territory of biblical Israel have turned up a number of practice alphabet texts, as well as isolated letters, or letters apparently grouped by similarity of shape, and other materials indicative of elementary instruction. These finds, unearthed at Lachish, Arad, Kuntillat-Ajrud, and other sites, suggest the existence of some form of literacy training in these locations by the eighth century B.C.E. hth century
"Penggalian-penggalian yang dilakukan dalam wilayah teritori Israel mendapatkan sejumlah penggunaan teks alfabet dalam surat-surat yang terpisah atau surat-surat yang dikelompokkan berdasarkan kemiripan bentuk dan beberapa material lainnya berupa perintah-perintah dasar. Penemuan-penemuan ini ditemukan di Lachish, Arad, Kuntillat-Ajrud dan lokasi lainnya, memberikan petunjuk eksistensi adanya beberapa bentuk dari latihan membaca menulis pada lokasi-lokasi tersebut di sekitar abad 8 SM"

Bahkan E.P. Sanders (JPB) salah seorang sarjana terkemuka dalam studi Yesus Sejarah (Historical Jesus) menyatakan hal yang senada:
…There was an abundance of people with scribal skills in 1st century Palestine, many of whom would have heard Jesus speak and some/many of whom became followers of His after such encounters. It is not improbable that these skilled people 'took notes', some of which were probably included in Luke's comment that "many had undertaken to put together an account of Jesus life (Lk 1)..”.
"..Ada begitu banyak orang yang memiliki kemampuan menulis pada abad pertama di Palestina, banyak diantara mereka yang mendengar perkataan Yesus dan beberapa diantaranya menjadi pengikut Yesus setelah mereka berjumpa denganNya. Bukan hal tak mungkin mereka ini memiliki catatan-catatan (perkataan Yesus), kemungkinan inilah yang dimaksud oleh Lukas yang mengatakan bahwa banyak yang mencatat tentang kehidupan Yesus(Luk 1)"

Berdasarkan data ini menunjukkan bahwa tingkat literasi di kalangan komunitas Yahudi di Palestina jauh lebih maju dibanding daerah lain di wilayah kerajaan Romawi. Secara logis ini berkaitan dengan sistem keagamaan mereka yang sangat menjunjung tinggi Taurat dengan tradisi pengajaran secara turun temurun.
Ul 6:7haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu …”. Ul 6:9…dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu”.
Konteks ayat ini secara khusus berkaitan dengan ajaran tentang keesaan Tuhan (Shema)dan secara umum tentang aturan-aturan Taurat. Menurut tradisi rabinik jumlah aturan dalam Taurat mencapai 613 aturan yang dikenal dengan nama Mizvot.

Dari catatan sejarah non biblikal kita menemukan tradisi pengajaran ini seperti yang ditulis oleh Flavius Yoshepus sejarawan Yahudi abad 1 dalam Against Apion (1:60):
Di atas semuanya kami membanggakan diri kami sendiri dalam bidang pendidikan kepada anak-anak kami dan memandang pengamalan hukum Taurat dan praktek kesalehan yg dibangun darinya, yang kami warisi, sebagai tugas penting dalam kehidupan”. Against Apion 2:204).. (Hukum Taurat) memerintahkan agar (anak-anak) diajar membaca supaya dapat belajar hukum Taurat maupun perbuatan nenek moyang mereka”.

Memang tidak otomatis semua orang tua di Palestina pada masa itu mengajarkan membaca & menulis pada anak-anaknya. Tetapi dari data yang ada menunjuk probabilitas yang tinggi bahwa banyak orang Yahudi pada masa itu sudah melek huruf termasuk murid-murid Yesus. Bahkan kemungkinan diantara mereka yang mendengarkan pengajaran Yesus ikut mencatatnya. Apalagi dengan para murid yang hidup bersama-sama dengan Yesus selama kurang lebih 3,5 tahun.

2. Yesus seorang Rabi
Hampir semua sarjana bereputasi menerima konsep bahwa Yesus itu melek huruf. Data dalam Injil tentang hal ini sangat berlimpah. Dalam Luk 4:16-30 dituliskan bahwa Yesus membaca dari gulungan kitab Yesaya dan kemudian menyampaikan khotbah. Yoh 8:6 mengatakan Yesus membungkuk dan menulis di tanah dengan jariNya. Yesus sering mengutip ayat-ayat dalam kitab Perjanjian Lama, mengajarkannya bahkan berdebat dengan para ahli Taurat. Dalam dialog dengan ahli Taurat Yesus beberapa kali berkata ”belum pernahkah kamu membaca?” ini jelas menunjukkan bahwa Yesus sendiri pasti tahu membaca.

Bahkan lebih dari itu Yesus juga disebut sebagai Guru yang dalam bahasa Ibrani disebut Rabi dan dalam bahasa Aram disebut Rabuni. Yesus sendiri dan orang-orang lain memanggil pengikutnya ”murid”. Murid dalam bahasa Yunani "mathētēs" yang berarti a learner,pupil atau disciple (murid/pelajar).

Seperti yang dicatat dalam Injil bahwa para murid meninggalkan pekerjaannya dan mengikuti Yesus, hidup bersama denganNya. Pengalaman hidup dengan seorang guru ini membuat mereka mengetahui banyak hal termasuk kemampuan membaca & menulis. Mereka dengan sendirinya sudah familiar dengan kitab Taurat Ibrani, Targum (paraphrase Taurat dalam bahasa Aramik) dan kemungkinan juga dengan Septuaginta (Taurat bahasa Yunani).

Pola pembelajaran seperti ini merupakan salah satu tipe sekolah pada masa itu yang disebut "disciple circle" seperti yg dikatakan Cohen (FMM): ...The descriptions we have of the relationship between Jesus and the disciples approximates the type of school known as 'disciple circle' and would have used the standard teaching techniques of the world at that time. …disciple circles were the normal pattern for higher education in both Jewish and Greco-Roman antiquity.
"...dekripsi yang kita miliki mengenai hubungan antara Yesus dan para murid merupakan tipe sekolah yang dikenal sebagai "disciple circle" (lingkaran murid) dan digunakan sebagai standard teknik pengajaran di dunia pada masa itu. disciple circles merupakan pola umum untuk pendidikan tinggi di kalangan orang Yahudi dan dilingkungan Greco-Roman kuno"

Pendapat senada juga dikemukaan oleh John Baggett (STEJ):
"It was not unusual for great teachers in the first century Mediterranean world to have disciples. …In Judaism, disciples were generally those who studied under a particular teacher of the Law. No doubt term disciple was used at times to refer only those who lived and studied full time with such a teacher. It would not have been surprising at all that a charismatic teacher and healer named Jesus would have a small, limited number of the first type of disciples, and many, perhaps thousands of the second."
"Bukan merupakan hal yang tidak biasa para guru pada abad pertama di daerah Mediteran memiliki murid-murid. Dalam Yudaisme, murid-murid umumnya belajar dibawah bimbingan para guru/ahli Taurat. Tidak diragukan bahwa istilah murid digunakan berkali-kali merujuk pada mereka yang hidup dan belajar secara penuh waktu dengan seorang guru. Maka tidaklah mengherankan jika seorang guru karismatik & penyembuh bernama Yesus memiliki sejumlah kecil murid sebagai murid utama dan banyak lagi murid-murid lainnya."

Proses pembelajaran dengan pola semacam itu melibatkan beberapa aktivitas belajar seperti membaca, mengingat/menghafal dan mencatat hal-hal yang disampaikan oleh gurunya. Ben Witherington (JQ)menyatakan hal ini “Disciples in early Jewish settings were learners, and, yes, also reciters and memorizers. This was the way Jewish educational processes worked. In fact it was the staple of all ancient education, including Greco-Roman education“.
"Murid-murid dalam konteks Yahudi awal adalah para pembelajar dan yah, mereka juga sebagai pengutip dan penghafal. Ini merupakan proses pembelajaran Yahudi. Pada kenyataan, ini merupakan hal-hal pokok dalam pendidikan kuno termasuk penduduk pada masa Greco-Roman"

Dari semua data yang ada semakin memberikan bukti yg kuat bahwa para murid bukan saja familiar dengan beberapa bahasa seperti Aramik & Yunani, namun juga memberikan kemungkinan yang kuat bahwa merekapun bisa membaca & menulis.

Jaringan Apologia Kristen
Jimmy Jeffry

Reference:
- Craig Evans, (FJ) Fabricating Jesus, InterVarsity Press, Downers Grove, 2005 (terj. Indo: Merekayasa Yesus, ANDI)
- Kugel and Greer, (EBI) Early Biblical Interpretation, Westminster
- E.P. Sanders, (JPB) Judaism: Practice and Belief 63BCE-66CE, SCM: 1992
- Cohen, [FMM] From the Maccabees to the Mishnah, Westminster: 1987.
- John Baggett, (STEJ) Seeing Through the Eyes of Jesus, Erdmans, GrandRapid
- Ben Witherington, (JQ) The Jesus Quest. Downers Grove: IVP, 1995.
Share:

Bukankah di Kis 4:13 disebutkan Petrus & Yohanes Buta Huruf?

ARGUMENTASI LIBERALISME
Perhatikan Kisah Para Rasul 4:13 “Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus”.
Disitu disebutkan kata “tidak terpelajar” yang sebenarnya dalam bahasa Yunani digunakan kata “ἀγράμματοί” yang seharusnya di terjemahkan sebagai seseorang yang buta huruf (bahasa Inggris: unlettered).

JAWABAN
Mari kita melihat arti kata "tidak terpelajar" ini dalam bahasa Yunani. Menurut Strong’s Hebrews & Greek Dictionaries kata ἀγράμματος (agrammatos) memiliki arti unlettered, that is, illiterate: - unlearned, bentuk negatif dari kata gramma (learning, letter, scripture, writing, written). Dari arti ini “buta huruf” vs “tidak terpelajar” ternyata hampir semua Alkitab yg berpengaruh memilih kata “tidak terpelajar” dgn variannya “tidak terlatih/tidak terdidik/tidak sekolah”.
NIV : unschooled,
NASB : uneducated and untrained,
ISV : uneducated, KJV: unlearned,
AKJV: unlearned,
ASV: unlearned,
God’Word: no education or special training,
BBE: education or learning,
Websters: unlearned.
hanya Weymouth NT yg menerjemahankan illiterate.

Menurut Bible Commentary yang ditulis oleh Craig Keener (BBC:NT), pengertian kata agrammatos (tidak terpelajar) dalam ayat tersebut yaitu orang yang tidak mengikuti suatu pendidikan khusus pada masa itu melalui seorang rabi terkenal seperti Paulus yg dididik oleh Gamaliel.
Unschooled” means not trained in Greek rhetoric (public speaking), as the priestly aristocracy would be. It could also mean that they were not trained under a recognized rabbi...”
"Unschooled memiliki arti tidak dilatih dalam ilmu retorika Yunani (komunikasi publik), sebagaimana mestinya seorang bangsawan. Ini juga berarti bahwa mereka tidak dilatih oleh seorang rabi terkenal..."

Penggunaan kata agrammatos dalam Kis 4:13 ini mirip dengan beberapa ayat berikut ini yang ditujukan pada Yesus & Paulus.
Yoh 7:15 ... Maka heranlah orang-orang Yahudi dan berkata: "Bagaimanakah orang ini mempunyai pengetahuan (gramma) demikian tanpa belajar!".
Kis 26:24..Festus dengan suara keras: "Engkau gila, Paulus! Ilmumu (gramma) yang banyak itu membuat engkau gila."
Kata gramma (”pengetahuan” & ”ilmu”) adalah akar kata dari agrammatos. Paulus dalam Kis 26:24 dianggap sebagai orang berilmu atau sebagai orang yang terpelajar. Sedangkan Yesus sama seperti Petrus & Yohanes dianggap orang-orang yang tidak terpelajar.

Walaupun seandainya arti kata agrammatos dalam Kis 4:13 itu adalah illiterate (buta huruf) itu pun hanya asumsi sebelumnya para ahli Taurat & kemudian mereka ”heran” karena Petrus & Yohanes justru menunjukan ciri-ciri orang yang terpelajar. Keheranan ini didasari pada perkataan-perkataan Petrus yang mengutip ayat-ayat dalam kitab Perjanjian Lama. (Kis 4:11-Maz 118:22). Padahal biasanya hanya orang terpelajar saja yang bisa mengerti ayat-ayat dalam Taurat & kitab para nabi. Dalam kitab Kisah Para Rasul banyak dicatat kutipan-kutipan ayat Perjanjian Lama oleh Petrus dalam khotbah-khotbahnya sejak hari Pentakosta. Beberapa kutipan ayat-ayat tersebut seperti:
Kis 2:25-28=>Maz 16:8-11, Kis 2:30=>Maz 132:11/2 Sam 7:12-13, Kis 2:34-35=>Maz 110:1, Kis 3:13=>Kel 3:15.

Data ini sekali lagi membuktikan bahwa Petrus & kemungkinan besar murid-murid lainnya bukanlah buta huruf!. Mereka mungkin tidak mengikuti pendidikan formal lewat seorang rabi dari ahli-ahli Taurat tetapi mereka banyak mengetahui dasar-dasar pengajaran Taurat melalui orang tua mereka dan secara mendalam melalui didikan langsung rabi Yesus.

Jaringan Apologia Kristen
Jimmy Jeffry

Reference:
- Keener, Craig S., IVP Bible Background Commentary: New Testament , (Downer’s Grove, IL: InterVarsity Press) 1997.
Share:

Benarkah Matius Penulis Injil Matius ?

ARGUMENTASI LIBERALISME
Matius yang seorang pemungut cukai dari kerajaan Roma hanyalah seperti sekarang ini “Debt Collector”. Sedangkan Papias melalui tulisannya “Expositions of the Sayings of the Lord” sekitar tahun 140 Masehi, adalah orang pertama yang memberikan komentar bahwa Injil Matius ditulis oleh Matius murid Yesus, dan Injil Markus ditulis oleh Markus, kenalan dekat dari Petrus. Masalah dengan Papias adalah, jika kita pelajari dari sejarah, ia tidak bisa menjadi sumber sejarah yang akurat. Mengapa? tidak hanya karena Eusibius mengatakan bahwa ia adalah orang yang memiliki intelligence yang rendah (Church History 3.39). Tapi, menurut para Scholars, dari apa yang Papias sampaikan, tentang penulis Injil, justru banyak sekali yang bertentangan dengan isi Injil itu tersebut.

JAWABAN
Debt Collector atau biasa disebut penagih hutang lebih identik dengan kekerasan, yaitu menggunakan bodyguard untuk menagih hutang-hutang yang macet. Pekerjaan Debt Collector berbeda dengan penagih pajak (pemungut cukai) yang harus menguasai sistem perpajakan.
Sistem perpajakan kuno di Palestina di bawah penguasaan Romawi cukup kompleks. Ada pajak property, pajak perorangan, pajak perdagangan, pajak lokal seperti temple tax. Bahkan di Mesir jenis pajak lebih banyak lagi mencapai sekitar 111 jenis pajak.

John Wenham (RMML) menuliskan kompleksitas sistem pajak ini & bagaimana pekerjaan Matius sebagai seorang Tax Collector: “It is known that in Egypt at this date there were 111 kinds of tax, and many of the tax-collectors knew shorthand. Matthew's livelihood was earned by interviewing tax-payers and discussing their affairs (usually in Aramaic) and then writing up his reports in Greek. He had a lifelong habit of noting things down and of preserving what he had written.
"Seperti yang telah diketahui bahwa Mesir pada masa itu memiliki 111 jenis pajak dan banyak para pemungut cukai memiliki catatan tangannya sendiri. Kehidupan Matius sendiri diisi dengan melakukan interview terhadap wajib pajak dan membahas permasalahan-permasalahan mereka (biasanya menggunakan bahasa Aramik) dan kemudian menuliskan laporannya dalam bahasa Yunani. Dia memiliki kebiasaan mencatat banyak hal dan menyimpan apa yang ditulisnya.

Matius pasti tahu bagaimana menyusun laporan keuangan karena itu bagian dari tugasnya. Maka dia pun tentu memiliki kemampuan untuk mencatat berbagai perkataan Yesus. Pritchard (LANT) lewat studinya menyatakan hal ini: "…It is not unlikely that Matthew, a man trained in handling financial accounts, should have competently collected and arranged sayings of Jesus..."
"Bukan hal yang tidak mungkin bahwa Matius, seorang yang terlatih dalam menangani laporan keuangan, seharusnya juga memiliki kemampuan mengumpulkan dan menyusun kembali perkataan-perkataan Yesus..."

Menariknya Injil Matius paling banyak menulis hal-hal yang berkaitan dengan “keuangan”. Dan karakteristik ini sangat cocok dengan Matius sebagai Tax Collector. Saya coba hitung kata “uang” dalam tiap kitab Injil: Matius (15), Markus (5), Lukas (6), Yohanes (3). Selain itu dalam Injil Matius banyak terdapat hal spesifik yang berkaitan dengan istilah keuangan, diantaranya:
Matius menggunakan tiga jenis kategori untuk uang (dua dirham Mat 17:24, empat dirham Mat 17:27, Talenta Mat 18:24 ). Hanya Matius yang menggunakan kata emas & perak. Hanya Matius yang menuliskan tentang pembayaran bea ke Bait Allah (Mat 17:24-27). Dalam perumpamaan tentang Talenta, Matius merinci jumlah uang lebih detail. Penjelasan yang lebih baik terhadap berbagai istilah keuangan lainnya seperti hutang, pertukaran uang, perhitungan uang dan lain-lain. Informasi lengkap mengenai hal ini dibahas oleh Werner G. Marx (MMM).

Kita bisa melihat kombinasi data yang saling berkaitan antara: Matius sebagai Tax Collector – Kompleksitas Pekerjaan Tax Collector – Ciri khas istilah keuangan dalam Injil Matius. Ini memberikan kemungkinan yang sangat kuat bahwa Matiuslah penulis Injil Matius.

Papias adalah salah satu bapa gereja yang menyatakan bahwa Matius murid Yesus adalah penulis injil Matius seperti yang dikutip oleh Eusebius (H.E. 3.39.15-16):"…So then Matthew wrote the oracles (logia) in the Hebrew language, and every one interpreted them as he was able."
Argumentasi yang mengatakan bahwa Papias diragukan karena disebut oleh Eusibius memiliki "intelligence yang rendah" harus diuji kembali. Ternyata yang dimaksud dengan “intelligence yg rendah” oleh Eusibius ditujukan pada tafsiran-tafsiran dari Papias seperti masalah Eskatologi, tetapi bukan berkaitan dengan fakta2 sejarah yang ditulis oleh Papias. Salah buktinya berkaitan dgn penyebutan Matius sebagai penulis Injil Matius yang ternyata Eusibius sendiripun sepakat dengan hal ini (H.E. 3.24.6).…For Matthew, who had at first preached to the Hebrews, when he was about to go to other peoples, committed his Gospel to writing in his native tongue ..”. Bahkan dari tulisan dia juga mengutip beberapa bapa gereja lainnya yg menyatakan hal yg sama.

Irenaeus (130-200) (Adv. Haer. 3.1.1; juga dikutip oleh by Eusebius, H.E. 5.8.2):
"..Now Matthew brought forth among the Hebrews a written gospel in their language, while Peter and Paul were preaching in Rome and founding the church."
Origen (185-254) (dikutip oleh Eusebius, H.E. 6. 25.4):
"..Among the four Gospels, which are the only indisputable ones in the Church of God under heaven, I have learned by tradition that the first was written by Matthew, who was once a publican, but afterwards an apostle of Jesus Christ, and it was prepared for the converts from Judaism, and published in the Hebrew language
Eusebius juga mengatakan tentang sebuah tradisi tentang Injil Matius yg dikaitkan dgn seorang bernama Pantaenus (190) anggota gereja di Alecandria. (H.E. 5.10.3):
..Pantaenus was one of these, and is said to have gone to India. It is reported that among persons there who knew of Christ, he found the Gospel according to Matthew, which had anticipated his own arrival. For Bartholomew,168 one of the apostles, had preached to them, and left with them the writing of Matthew in the Hebrew language,169 which they had preserved till that time.

Adapun mengetahui berbagai ketidaksesuaian dari tulisan Papias dengan Injil Matius, inipun berkaitan dengan tafsiran terhadap Injil itu. Tetapi hal yang berkaitan dgn fakta sejarah bahwa Matius sebagai penulis Injil Matius tdk ada pengaruhnya. Kalaupun Papias salah menyebutkan Injil Matius ditulis oleh Matius, seharusnya ada catatan lainnya yang mengoreksi kesalahan itu !

Masih ada beberapa bapa gereja lainnya yang menyebut Matius sebagai penulis Injil Matius, seperti: Ephiphanius (c. 315-403)(Haer. 30.3), Cyril of Jerusalem (c. 315-86)(Cat. 14), Jerome (Prol. in Matt.; Praef. in Quat. Ev.; Vir. 3). Menarik apa yg dikatakan oleh John Wenham (RMML): "But the fact remains that there is no alternative tradition about the authorship of Matthew's gospel, as there is in the case of Hebrews, nor was there doubt of its apostolic authorship …"

Tidak ada tradisi alternatif tentang siapa nama penulis Injil Matius selain Matius itu sendiri. Termasuk tidak ada referensi dari bapa-bapa gereja yang mengatakan bahwa Injil Matius ditulis oleh orang lain yg bukan Matius.

Jaringan Apologia Kristen
Jimmy Jeffry

Reference:
- John Wenham, [RMML] Redating Matthew, Mark, and Luke, IVP: 1992.
- Pritchard, John Paul. A Literary Approach to the New Testament. Norman: U. of Oklahoma Press, 1972.
- Werner G. Marx, ”Money Matters in Matthew,” Bibliotheca Sacra 136:542, 1979
- The Early Church Fathers v2, CCEL, Wheaton College, www.ccel.org
Share: