Menjawab Problematika Kanonisasi Perjanjian Baru

Beberapa waktu yang lalu seorang polemikus muslim bernama Fach Rudin (FR) menulis kajian kritis atas kanonisasi PB dengan judul "Merekonstruksi Ulang Kanon PB". Dalam kajiannya dia membuat daftar nama-nama kitab yang diterima oleh bapa-bapa gereja. Adanya perbedaan daftar masing-masing bapa gereja menjadi point baginya untuk mempermasalahkan kanonisasi PB. Kita akan membahas point utama tentang perbedaan daftar kanon PB ini, adapun point-point lainnya seperti tuduhan FR bahwa kitab-kitab PB tidak diketahui penulisnya, masalah waktu penulisan dll akan dibahas tersendiri. Berikut ini kutipan dari tulisannya termasuk daftar kitab tersebut yang cukup bermanfaaat untuk diketahui.


TULISAN FR:
PB merupakan sekumpulan hasil karya yang anonim. Dengan tidak diketahui siapa penulisnya, kredibilitasnya, waktu dan tempat penulisannya, hal itu membuktikan bahwa PB adalah sebuah kumpulan berbagai kitab yang telah membangun iman Kristen, tanpa adanya dasar yang bisa dipertanggung jawabkan. Bagi kebanyakan Kristiani, bahwa pengkanonan PB sudah final, tanpa adanya yang bisa mengganggu gugat baik tentang proses pengkanonan maupun isi kitb yang dikanonkan. Dan menurut saya, hal itu justru akan membuka pintu lebar-lebar untuk masuknya dogma bagi Kristiani dewasa ini, atas permasalahan keotentikan PB.

Ternyata adanya silang pendapat dikalangan Kristen, bukan pada zaman ini saja. Tetapi pada zaman Bapak-bapak Gereja dizaman Kristen Purba pun, ternyata telah terjadi silang pendapat perihal tentang kitab apa saja yang menurut keyakinan mereka sendiri itu adalah kitab bisa diterima dan diyakini kebenarannya, semisal :
1. Ignatius dari Antiokhia, cuma menerima kitab : Injil Matius, Injil Lukas, Kisah Para Rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Kolose, dan 1Tesalonika.
2. Polikarpus, uskup Yunani Smyrna (sekarang Izmir, Turki) yang lahir 70-155 Masehi, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Ibrani, 1Petrus, 1Yohanes dan 2Yohanes.
3. Marcion, anak dari uskup Sinope, menerima : Injil Lukas, Galatia, 1Korintus, 2Korintus, Roma, 1Tesalonika, 2Tesalonika, Efesus (Marcion menyebutnya dengan Laodikia), Kolose, Filemon, Filipi.
4. Valentinus, pendiri sekolah Romawi dan Gnostik Aleksandria, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Petrus, 1Yohanes, Wahyu, Injil Kebenaran dan Khotbah Peter.
5. Justin Martyr, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Wahyu.
6. Irenaeus dari Lyons, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, 1 Petrus, 1Yohanes, 2Yohanes, Wahyu, 1Clement, Gembala Hermas.
7. Clement dari Alexandria (Titus Flavius Clemens), menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, Ibrani, 1Peter, 1Yohanes, Yudas, Wahyu, Injil Mesir, Injil Ibrani, Tradisi Mathias, Khotbah Petrus, 1Clement, Surat Barnabas, Didache, Gembala Hermas, Wahyu dari Petrus.
8. Tertullian dari Chartage, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, Filemon, Ibrani, 1Peter, 1Yohanes, Yudas, Wahyu, Injil Mesir, Injil Ibrani, 1Petrus, 1Yohanes, Yudas, Wahyu.
9. Origen, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, Filemon, Ibrani, 1Petrus, 1Yohanes, Yudas, Wahyu.
10. Eusibius, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, Filemon, Ibrani, 1Petrus, 1Yohanes, Wahyu.
11. Anathasius dari Aleksandria, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, Filemon, Ibrani, Yakobus, 1Petrus, 2Petrus, 1Yohanes, 2Yohanes, 3Yohanes, Yudas, Wahyu.
12. Didimus Blind, menerima : Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1Korintus, 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1Tesalonika, 2Tesalonika, 1Timotius, 2Timotius, Titus, Ibrani, Yakobus, 1Petrus, 2 Petrus, 1Yohanes, Injil Ibrani, 1Clement, Surat Barnabas, Didache, Gembala Hermas

Perbedaan untuk menerima dan meyakini kitab-kitab yang sah menurut mereka, ternyata antara satu bapak gereja dengan bapak gereja lainnya, saling berbeda antara satu sama lainnya. Dan daftar kitab yang sesuai dengan PB yang digunakan oleh Kristiani dewasa ini, hanya yang digunakan oleh Anathasius dari Aleksandria saja yang sesuai, selain itu mereka saling berbeda pendapat. Dari 12 orang daftar nama-nama bapak gereja, 1 diantaranya sesuai dengan PB saat ini. Padahal pandangan dari bapak-bapak gereja selain Anathasius, selalu dijadikan rujukan oleh Kristiani untuk memberikan bukti akan adanya keotentikan PB di zaman Kristen Purba. Perbedaan pandangan atas kitab yang diakui oleh masing-masing Bapak Gereja, membuktikan bahwa peran Roh Kudus tidak ada dalam memainkan perannya dalam memberikan inspirasi kepada mereka untuk menetapkan kitab mana yang di akui oleh Tuhan dan terilhami, tanpa harus melewati berbagai konsili yang berbau politik.

TANGGAPAN:
FR mengangkat masalah pengilhaman dengan mempertanyakan status pengilhaman bapa gereja berdasarkan data yang terlihat kontradiktif pada daftar kitab PB diantara bapa gereja. Namun konsep pengilhaman dalam konteks biblika adalah berkaitan dengan penulisan  kitab-kitab suci dimana para penulis diilhami Roh Kudus tanpa mengabaikan karakteristik dari penulis tersebut, sehingga memberi warna berbeda dalam model & gaya penulisan masing-masing penulis. Nah.. dalam konteks bapa gereja bukan dipahami dengan konsep pengilhaman seperti itu, namun sifatnya lebih umum berupa penyertaan Allah kepada gerejaNya dalam sebuah proses alami berupa pengajaran yang berkesinambungan (paradosis katakete) dari para rasul ke murid-murid para rasul dan terus berlanjut ke generasi berikutnya. So.. kita harus melihatnya secara komprehensif bahwa status kanonik kitab-kitab dlm PB telah dikenal sejak awalnya & secara umum diakui oleh bapa-bapa gereja (homologoumena). Perbedaan pendapat memang ada namun hanya pada kitab-kitab tertentu yang memang diperdebatkan (antilegomena).

Dalam Islam konsep pengilhaman kitab suci berbeda dengan kekristenan, karena konsep pengilhaman wahyu Allah dalam Islam sifatnya verbatim yang di-diktekan Jibril kepada Muhammad melalui pertemuan langsung (di gua Hira), mimpi, penglihatan (vision) dan lain=lainc. Sehingga dikatakan Quran diturunkan kepada Muhammad demikian pula nabi-nabi sebelumnya Taurat kepada Musa, Injil kepada Isa(Yesus). Yah ini konsep teologis Islam yang dalam fakta sejarahnya tidak ada bukti bahwa Yesus diberikan kitab Injil atau menuliskan/mengkompilasi isi Injil seperti proses pewahyuan Quran kepada Muhammad. Quran sendiri belum dibukukan saat Muhammad masih hidup yang ada masih berupa hafalan-hafalan dari para hafidz/quraa yang nanti dibukukan oleh Zaid bin Tsabit atas perintah Abu Bakar setelah berdiskusi dengan Umar. Selanjutnya pada masa khalifah Uthman dilakukan standarisasi Quran dan versi-versi yang berbeda dibakar.

FR mencoba menerapkan konsep pengilhaman seperti ini kepada bapa-bapa gereja berkaitan dengan kanonisasi PB, maka pertanyaan PERTAMA untuk FR, apakah Uthman memiliki otoritas ilahi atau diilhami Allah untuk menentukan mana bagian Quran yang benar dari berbagai versi yang ada? Bagaimana dengan versi yang berbeda dengan mushaf sahabat Muhammad lainnya seperti Ubay bin Kaab, Mashud, apakah mereka ini tidak diilhami?

Selain Quran dalam Islam juga dikenal Hadist yang berisikan catatan-catatan para perawi mengenai berbagai tindakan atau perkataan Muhammad yang diingat oleh sahabat Muhammad dan diteruskan ke beberapa orang secara sambung menyambung. Selanjutnya oleh imam Bukhari & beberapa perawi terakhir mengoleksinya dalam kumpulan hadist yang berisi matan hadist & jalur sanadnya. Maka pertanyaan KEDUA untuk FR, apakah Bukhari diilhamkan Allah? lalu bagaimana dengan bagian dari hadist Bukhari yang dianggap Daif oleh ulama lainnya.

Penulisan kitab-kitab PB terjadi masih di era para rasul, hampir semua bible scholars dr berbagai spektrum teologis menempatkannya pada abad ke-1. Karena penulisannya terpisah-pisah oleh penulis yang berbeda maka pada saat itu di setiap daerah termasuk Yerusalem belum memiliki salinan lengkap PB. Namun seiring waktu terjadilah pertukaran salinan sehingga tiap daerah bisa memiliki beberapa versi injil termasuk injil Yohanes pasca penulisannya di akhir abad ke-1. Hal ini bisa terlihat dari tulisan bapa-bapa gereja awal seperti Ignatius & Polycarpus yang telah mengutip bagian-bagian dari PB. Maka pada abad ke-2 inilah beberapa orang mulai menuliskan daftar koleksi kitab-kitab yang mereka telah ketahui masing-masing.

Pasca era rasuli, beberapa murid dari para rasul di akhir abad ke-1 sampai awal abad ke-2 telah menulis surat-surat yang sifatnya penggembalaan kepada jemaat Allah. Seperti surat yang dituliskan oleh Ignatius, Polycarpus, Clement termasuk kitab Didakhe tentang pola hidup berjemaat. Kemudian berlanjut dengan tulisan bapa gereja lainnya seperti Justin Martyr, Ireneus, Tertulian dsb. Namun muncul juga tulisan yang ditulis para bidat khususnya mulai abad ke-2 pasca meninggalnya para rasul & saksi2 mata lainnya. Tulisan ini umumnya mencoba mengisi informasi yang tidak ada dalam injil kanonik misalnya masa kanak-kanak Yesus, termasuk menambah kisah-kisah imajinatif seperti narasi kebangkitan Yesus dengan penuh kemuliaan menampakan ke banyak orang sebagaimana tertulis dalam injil Petrus. Secara teologis tulisan ini umumnya sinkretisme kekristenan dengan gnostisisme dan biasanya menggunakan nama para rasul untuk nama kitabnya yang dikenal para scholar dengan term pseudonimity.

FR telah menyusun berbagai versi daftar koleksi kitab-kitab PB dari beberapa bapa gereja yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang tidak masuk dalam kanon PB. FR membuat daftar tersebut tanpa mendalami permasalahan dibalik daftar tersebut. Marcion & Valentinus telah dikenal oleh bapa-bapa gereja sebagai bidat. Marcion hanya memilih injil Lukas dan hanya pada bagian tertentu yang dianggap sesuai dgn konsep bidatnya. Valentinus menyertakan Gospel of Truth namun ditolak oleh bapa gereja seperti Ireneus dalam bukunya Adversus Haereses, karena jelas mengandung paham gnostik, namun Valentinus sendiri telah mengenal keempat injil kanonik.

Point penting dari daftar tersebut, jika dicermati seksama begitu jelas semuanya menyebut keempat injil Kanonik mulai dari Justin Martyr, Ireneus, Tertulian, Origenes, Eusebius & Didimus the Blind. Secara khusus untuk Ignatius & Polycarpus walaupun tidak menyebutkan daftar kitab namun bisa terlihat dari kutipannya ke kitab-kitab PB. Saya perlu tambahkan daftarnya, referensi awal yang menyebut keempat injil kanonik diantaranya Muratorian Canon, konsili Laodekia, konsili Hippo, konsili Chartage, codex Sinaiticus, Peshita & Latin Vulgata. Jika dianggap ada "injil Yesus" yang asli, referensi mana yang menyebutkan hal tersebut? :-)

Memang dalam proses kanonisasi PB terdapat beberapa kitab yang diperdebatkan. Beberapa kitab yg diperdebatkan pada akhirnya diterima masuk dalam kanon PB seperti 7 (tujuh) kitab dalam PB antara lain; Wahyu, Yakobus, Yudas, Ibrani, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Namun ada juga yang tidak masuk dalam kanon PB seperti Sheperd of Hermas & 1 Clement yang disebutkan oleh Ireneus. Bruce Metzger seorang ahli Textual Criticism & pakar tentang Kanonisasi PB yang menulis buku teks: Metzger, Bruce M. The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance. Clarendon Press. Oxford. 1987, saat diwawancari Lee Strobel menyatakan terlambatnya kitab-kitab itu masuk dalam kanon PB menunjukan betapa hati-hatinyanya gereja mula-mula, mereka tidak langsung begitu saja menerima kitab-kitab tersebut tetapi memastikannya dengan teliti. Berbeda dengan 20 kitab lainnya termasuk keempat injil kanonik yang tidak ada mempertanyakannya.

Kitab-kitab seperti Sheperd of Hermas, 1 Clement dan lain-lain hanyalah berupa surat-surat penggembalaan yang ditulis setelah era para rasul. Kemungkinan Ireneus terkesan dengan surat tersebut sehingga dia memasukannya dalam daftar kanon PB versinya karena isi surat dianggap bermanfaat. Surat-surat ini sejajar dengan surat-surat yang ditulis Ignatius & Polycarpus, namun surat semacam ini walaupun bermanfaat tetap tidak dimasukan dalam kanon PB karena tidak berasal dari era para rasul. Sangat berbeda dengan injil apokrif seperti injil Petrus, injil Maria, Gospel of Truth dan lain-lain yang memang tidak dipertimbangkan masuk dalam kanon PB, karena jelas-jelas produk bidat pada abad belakangan bukan dari era para rasul. Bahkan beberapa bapa gereja menentang keras seperti Ireneus yang mengkritik Valentinus dengan kitab Gospel of Truth.

KONKLUSI
Tidak adanya beberapa kitab PB dalam daftar kitab beberapa bapa gereja bukan berarti mereka tidak menerima kitab-kitab lainnya melainkan kemungkinan kitab-kitab itu salinannya belum dimiliki. Mengingat pada masa itu proses sirkulasi & pertukaran kitab antar daerah atau pemimpin jemaat masih berlangsung.

Berbeda dengan beberapa bidat seperti Marcion yang memang tidak menerima kitab lainnya, karena kitab yang dipilihnya (injil Lukas) sesuai dengan pengajarannya dan itupun sudah dimodifikasi. Hal serupa juga pada bidat Ebionites yg hanya menerima injil Matius. Sedangkan bidat lainnya seperti Valentinus memasukan injil lain (Gospel of Truth) itupun dikritik bapa gereja lainnya, namun tidak ada bapa gereja yg menerima injil apokrif lain seperti injil Petrus, injil Thomas etc. Beberapa surat yg dimasukan seperti Sheperd of Hermas oleh Ireneus karena surat penggembalaan itu bermanfaat, namun tidak masuk dlm kanon PB karena tdk berasal dari para rasul. Silahkan simak juga tulisan lainnya ttg kanonisasi PB Link.

Ok, sebagai feedback untuk FR sebagai muslim yang mencoba merekonstruksi ulang kanon PB sesuai dengan pemahamannya. Maka pertanyaaan KETIGA, silahkan buatkan daftar kitab PB yang sesuai dengan sistem teologi Islam? Pertanyaan ini penting utk eksistensi Quran di hadapan data sejarah.
Share:

Mujizat Yesus & KeilahianNya

Dalam Perjanjian Baru tercatat Yesus banyak melakukan mujizat seperti membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang sakit, menghentikan badai, memberikan makan 5000 orang, berjalan di atas air dan lain-lain. Eksistensi mujizat yang dilakukan Yesus dikoroborasi dengan berbagai dokumen extrabiblikal seperti Talmud (Sanhedrin 32a & 107b), Sybline Oracle, Celsus dll. Namun pihak Judaism & penulis pagan memandangnya secara negatif sebagai perbuatan sihir. Berbeda dengan Quran yang masih memandang positif bahwa mujizat Yesus karena kuasa dan ijin Allah. Pihak liberal scholars beranggapan lain bahwa mujizat Yesus hanyalah mitos yang diciptakan oleh pengikut Yesus. Keberatan pihak liberal scholars bukanlah keberatan historis melainkan filosofis yang anti supranatural karena banyaknya data historis mementahkan pandangan tsb. Diskusi seputar historitas mujizat Yesus dapat disimak dalam tulisan ini: http://apologiakristen.blogspot.co.id/2011/12/debat-historitas-mujizat-yesus.html

Hasil gambar untuk Jesus Miracle Lazarus

Pilihan logis yang tersedia dalam menilai eksistensi mujizat Yesus, yaitu apakah mujizat itu perbuatan sihir sesuai anggapan pihak Judaism & penulis pagan atau perbuatan berkaitan dengan kedaulatan Allah sebagaimana diimani pihak kekristenan & Islam. Titik ini merupakan salah satu titik perbedaan signifikan antara Islam & Judaism dalam konteks secara umum bahwa Yesus dianggap sebagai nabi palsu oleh Judaism sebaliknya oleh Islam tetap dianggap sebagai salah satu nabi. Namun bagaimana kaitan mujizat Yesus dengan keilahianNya, apakah mujizat itu membuktikan keilahianNya? Lalu bagaimana dengan nabi-nabi lain sebagaimana tercatat dalam Tanakh/PL yang juga melakukan mujizat?

Untuk membahas hal ini, saya mengambil klasifikasi mengenai status pembuat mujizat (miracle worker) menurut pendapat salah satu scholar Werner Kahl. Dia menjelaskan klasifikasi tersebut ".. I will refrain from using the term ‘miracle worker’ in my analysis, and introduce instead the terms ‘bearer of numinous power’ (?BNP) for subjects who incorporate healing power in themselves, ‘petitioner of numinous power’ (?PNP) for those whose function is to activate their gods through prayer, and ‘mediator of numinous power’ (?MNP) for those subjects who mediate a ?BNP’s numinous power for the performance of a miracle..". Werner Kahl, New Testament Miracle Stories in Their Religious-Historical Setting, Vandenhoeck & Ruprecht, 1994, p. 76.

Menurut Kahl terdapat 3 (tiga) kategori tentang status pembuat mujizat, pertama Bearer of Numinous Power (BNP) atau bisa diartikan pemilik kuasa Ilahi, kedua Petitioner of Numinous Power (PNP) atau pemohon kuasa Ilahi dan ketiga Mediator of Numinous Power (MNP) atau perantara kuasa ilahi. Selanjutnya kita lihat pendapat Eric Eve yang menjabarkan klasifikasi versi Kahl ini dalam kajian detail tentang miracle worker dari berbagai jewish literatur "...throughout the Old Testament and much other Jewish literature, the BNP is always Yahweh. When the prayer of an Elijah or a ?oni causes drought or brings rain, the prophet or holy man acts as a PNP. When the Red Sea parts at the smiting of Moses’ rod, Moses acts as an MNP...". Eve, E. (2002). Vol. 231: The Jewish Context of Jesus' Miracles. Journal for the Study of the New Testament. (16). London;  New York: Sheffield Academic Press.

Gambar mungkin berisi: teks

Dari hasil survey berbagai jewish literature seperti tulisan Josephus, Philo, berbagai literatur apokaliptik (Wisdom of Solomon), sejumlah teks Qumran dll, Eve menegaskan bahwa orang Yahudi selalu memandang bahwa hanya YHWH sebagai satu-satu BNP. Sedangkan nabi atau tokoh pembuat mujizat lainnya hanya masuk dalam kategori Pemohon (PNP) atau Mediator (MNP), contohnya Musa masuk kategori MNP dan Elia kategori PNP.

Bagaimana dgn Yesus, apakah Dia sebagai BNP, PNP atau MNP? dari kajian Eve setelah membandingkan berbagai figur dalam berbagai literatur, Eve mengkategorikan Yesus sebagai BNP ".. More importantly, Jesus differs from all other prophetic figures known about in Judaism .. in performing his miracles as a BNP.. The first is the consistency in the portrayal of Jesus as BNP rather than MNP or PNP throughout the tradition, despite the rarity of such a portrayal of a human figure elsewhere in Judaism.." Eve, E. (2002). Vol. 231: The Jewish Context of Jesus' Miracles. Journal for the Study of the New Testament. (386). London;  New York: Sheffield Academic Press.

Jika kita meneliti secara seksama bagaimana Yesus melakukan mujizat, maka kita menemukan pola yang khas dibandingkan nabi-nabi lainnya yang melakukan mujizat yaitu Yesus tidak melakukan permohonan untuk bisa melakukan mujizat. Misalnya dalam menyembuhkan orang yang lumpuh tidak ada catatan Yesus melakukan permohonan sebelumnya kepada Allah. Yoh 5:8-9  Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan.

Demikian pula dalam konteks Mediator, berbagai mujizat yang terjadi pada masa Musa memperlihatkan peran dan inisiatif Allah untuk menunjukan mujizat seperti kuasa atas alam dengan mujizat membelah laut. Kel 14:16 "Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering". Berbeda dengan kuasa Yesus atas alam dengan memerintahkan langsung angin untuk berhenti. Mrk 4:39  Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 

Lalu bagaimana dengan doa Yesus sebelum melakukan beberapa mujizat? doa yang dilakukan Yesus ini bukanlah doa untuk bermohon agar diberi kuasa untuk melakukan mujizat, melainkan doa ucapan syukur atau berkat (Mat 14:19, Luk 9:16, Yoh 6:11).
Mat 14:19  Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.

Demikian pula saat Yesus membangkitkan Lazarus, Yesus bukan bermohon agar Lazarus dibangkitkan melainkan menaikan ucapan syukur kepada Bapa.
Yoh 11:41 ..Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. 
Yoh 11:42  Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." 
Yoh 11:43  Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!

Beberapa pihak memahami ayat ini sebagai penolakan atas keilahian Yesus dengan berargumen jika Yesus adalah Allah mengapa dia berdoa kepada Allah? Keberatan ini sebuah strawman argument terhadap ajaran Trinity dengan memahaminya dalam pengertian Sabellian, padahal dalam Trinity dibedakan antara Yesus dan Allah Bapa sehingga doa Yesus itu ditujukan kepada Allah Bapa. Demikian pula argumentasi bahwa Yesus hanyalah utusan, harus dipahami dalam konteks misi penyelamatan Allah kepada manusia dengan mengutus Sang Anak untuk menjalankan misi tersebut. Saya kira pembahasan masalah ini, perlu dibahas dalam topik tersendiri. Namun pointnya berkaitan dengan topik mujizat Yesus, bahwa doa Yesus itu bukanlah sebuah permohonan kepada Allah Bapa agar diberi kuasa untuk membangkitkan Lazarus melainkan sebuah ucapan syukur dan peristiwa itu akan menjadi kesaksian tentang Yesus.

Sebagai data tambahan tentang kebangkitan Lazarus, kita bisa perhatikan dalam ayat-ayat sebelumnya. Setelah beberapa waktu sebelumnya Lazarus mengalami sakit, dia kemudian mati dan Yesus tidak berada di tempat Lazarus namun Dia tahu tentang kematian Lazarus tersebut dan menegaskan bahwa Dia akan membangkitkan Lazarus.
Yoh 11:11  Demikianlah perkataan-Nya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka: "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya". Marta kemudian menyampaikan informasi tentang kematian Lazarus kepada Yesus, padahal Yesus telah tahu sebelumnya. Yesus kembali menegaskan bahwa Lazarus akan bangkit. Yoh 11:23  Kata Yesus kepada Marta: "Saudaramu akan bangkit.". Berdasarkan data ini membuktikan bahwa Yesus memiliki otoritas mujizat untuk membangkit Lazarus sehingga doa Yesus kepada Allah bukanlah sebuah permohonan agar Dia bisa membangkitkan Lazarus, sehingga Yesus lebih tepat dikategorikan sebagai BNP (Bearer of Numinous Power) atau pemilik kuasa Ilahi.

Sekarang kita bandingkan dengan Elia yang melakukan permohonan agar anak yang mati itu dibangkitkan Allah. 1Rj 17:21-22  Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya." TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali". Elia jelas disini dikategorikan sebagai PNP Petitioner of Numinous Power) atau pemohon kuasa Ilahi. Hal yang sama juga berlaku kepada Petrus sebagai PNP. Kis 9:40  Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk". Demikian pula dengan Elisa saat orang yang mati hidup kembali setelah terkena tulang-tulang Elisa (2 Raj 13:21). Hal ini hanya menempatkan Elisa melalui tulang-tulangnya sebagai MNP (Mediator of Numinous Power) atau perantara kuasa ilahi.

Berikut ini bukti tambahan bahwa Yesus sebagai BNP atau pemilik kuasa ilahi.
Mrk 3:10  Sebab Ia menyembuhkan banyak orang, sehingga semua penderita penyakit berdesak-desakan kepada-Nya hendak menjamah-Nya.
Luk 6:19  Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya. 
Demikian pula penyembuhan yang dilakukan dalam nama Yesus.
Kis 3:6  Tetapi Petrus berkata: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!". Kis 9:33-34  Di situ didapatinya seorang bernama Eneas, yang telah delapan tahun terbaring di tempat tidur karena lumpuh. Kata Petrus kepadanya: "Eneas, Yesus Kristus menyembuhkan engkau; bangunlah dan bereskanlah tempat tidurmu!" Seketika itu juga bangunlah orang itu. 

Sebagaimana kajian komprehensif Eric Eve yang menegaskan bahwa dari berbagai jewish literature, hanya YHWH sajalah yang disebut sebagai BNP atau pemilik kuasa Ilahi. Dengan demikian Yesus sebagai BNP merupakan salah satu bukti keilahianNya.
Share:

Genealogy Discussion (Seri 5): Yoh 8:41 - Sindiran kepada Yesus sebagai anak Zinah?

Dalam serie 4 telah dibahas rujukan tentang Yesus dalam Talmud khususnya penyebutan Ben Stada & Ben Pandera. Menachem Ali menggunakan data Talmud ini untuk menjustifikasi tesisnya bahwa ibu Yesus (Maria) telah dituduh berzinah. Namun data Talmud itu tidak akurat karena Ben Stada lebih merujuk ke "orang Mesir" dibandingkan Yesus dan Ben Stada tidak berada di zaman Yesus. Jika kita bandingkan dengan data dari tulisan Origen & Justyn Martyr, maka tuduhan berzinah itu nanti muncul belakangan setelah beredarnya injil Kanonik yang memuat informasi the Virgin Birth.

Dalam tulisan ini, kita akan mengkaji masalah issue seputar perzinahan itu pada masa Yesus. Apakah memang telah ada tuduhan seperti itu dilontarkan ke Yesus? M Ali mencoba membuktikan bahwa tuduhan itu ada dengan menggunakan teks Yoh 8:41 sebagai prooftext. Dia menguraikan panjang lebar argumentasinya pada tulisan Part 6 dengan mengutip pendapat beberapa bible scholar yg sesuai dengan posisinya.

Gambar terkait

Berikut ini teks Yoh 8:41 yg akan kita kaji.
Greek: ὑμεῖς ποιεῖτε τὰ ἔργα τοῦ πατρὸς ὑμῶν. εἶπαν αὐτῷ Ἡμεῖς ἐκ πορνείας οὐκ ἐγεννήθημεν, ἕνα Πατέρα ἔχομεν τὸν Θεόν.
Translit: hymeis poieite ta erga tou patros hymon. eipan auto Hemeis ek porneias ouk egennethemen, hena Patera echomen ton Theon
NIV: You are doing the works of your own father." "We are not illegitimate children," they protested. "The only Father we have is God himself.
KJV: Ye do the deeds of your father. Then said they to him, We be not born of fornication; we have one Father, even God.

Kata kunci yang jadi inti pembahasan adalah πορνείας (porneias) yang sejajar dengan kata zenut (Aramaic) & zanah (Hebrew). Untuk makna kata porneias, M Ali merujuk ke Cleon L. Rogers JR & Cleon L. Rogers III dalam bukunya  The New Linguistic and Exegetical Key to the Greek New Testament, (Michigan: Zondervan Publishing House, 1998) dengan makna "fornication, unlawful sexual relation". Saya kira makna dasarnya memang seperti itu (fornication) sebagaimana diartikan oleh berbagai greek dictionary yang ada. Namun dalam penggunaannya kata ini juga digunakan secara metafor & figuratif, beberapa dictionary telah menambahkan makna figuratifnya seperti Thayer's Greek Lexicon ".. πορνείας is used metaphoricaly of the worship of the idols.." & Strong' Hebrew & Greek Dictionary "..πορνείας´ porneia por-ni'-ah From G4203; harlotry (including adultery and incest); figuratively idolatry: - fornication...". So.. makna seperti apa yg dimaksudkan dalam Yoh 8:41 kuncinya terletak pada konteks.

Dalam tulisannya tidak terlihat M Ali melakukan kajian atas konteks dari ayat tsb, melainkan langsung mencari rujukan ke bible scholars yang cocok dengan pendapatnya. Ada 4 (empat) bible scholars yg dikutipnya, sbb:
- Leon Morris, the Gospel According to John. Revised Edition. The New Inter ational Commentary on the New Testament (Cambridge, UK: William B. Eerdmans Publishing Company, 1995) "..They answer that they are not illegitimate children which is a very curious response. They may be reviling Jesus. While they would not have given countenance to the Christian doctrine of the Virgin Birth, the Jews may well have known that there was something unusual about the birth of Jesus and have chosen to allude to it in this way. There was of course a Jewish slander that Jesus was born out of wedlock (see the passage cited in R. Travers Herford, Christianity in Talmud and Midrash (London, 1903, p. 35ff)
- James D. Tabor, The Jesus Dynasty (New York: Simon & Schuster, 2006), "..many scholars have found in this crytic saying an echo of the ugly label that Jesus had faced throughout his life - namely that his mother Mary had become pregnant out of wedlock. The Gospel of Thomas has no birth stories or references to Joseph or to the virgin birth here in this text we appear to have some reflection of the illegitimacy story."
- Amy-Jill Levine & Marc Zvi Brettler, The Jewish Annotated New Testament (New York: Oxford University Press, 2011) "..We are not illegitimate, perhaps an implied contrast to Jesus' supposed illegitimacy (Origin, Cels 1.28)..".
- David H. Stern, Jewish New Testament Commentary: A Companion Volume to the Jewish New Testament, (Clarksville, USA: Jewish New Testament Publications, 1992), hal.183. "..We are not illegitimate children, like you (implied)! Apparently they knew something about unusual circumstance of Yeshua's birth...".

Saya telah men-survey berbagai buku/commentary (sekitar 60an buku) serta beberapa jurnal yg membhs Yoh 8:41 dan memang terdapat perbedaan pendapat memahami ayat tsb. Secara khususnya berkaitan dgn perkataan ahli Taurat, apakah bermaksud menyerang/menyinggung Yesus tentang latar belakang kelahiranNya atau tidak. Jika dicermati perbedaan pendapat ini terletak pada cara penafsirannya, mereka yang beranggapan adanya tuduhan the illegitimate birth terfokus pada teks dan mengaitkannya dgn pemahaman dlm Talmud & tulisan Celsus. Sedangkan yang lain lebih memperhatikan konteks dan dari konteksnya kata "porneias" diartikan secara figuratif/metafora.

Berikut ini kutipan dari beberapa scholars yang mengartikan teks itu berdasarkan konteks bahwa kata "porneias" diartikan secara figuratif/metafora berkaitan dgn penyembahan kepada Allah.
- Beasley-Murray, G. R. Vol. 36: Word Biblical Commentary, Dallas, 2002 "..Jesus has stated that the works of his Jewish opponents show that their father is not Abraham but another, as yet unnamed. To this they reply that they are not spiritual bastards but the children of God. Their language echoes that of Hosea, who had likened Israel’s idolatry to spiritual harlotry...."
- Carson, D. A, The Gospel according to John, Inter-Varsity Press-Eerdmans, 1991 "..It is not mere repetition of a biological fact. The Jews are advancing the argument by saying, in effect, that even in the moral and ethical realm, they measure up well enough to be considered the descendants of Abraham..."
- Adam Clarke, Commentary on the Whole Bible, 1832 "...  We are not a mixed, spurious breed - our tribes and families have been kept distinct - we are descended from Abraham by his legal wife Sarah; and we are no idolaters.."
- Jamieson etc, Commentary Critical and Explanatory on the Whole Bible, 1871 ".. we have one Father, God — meaning, as is generally allowed, that they were not an illegitimate race in point of religion, pretending only to be God’s people, but were descended from His own chosen Abraham.."

Jika kita bandingkan kedua pendapat ini, pendekatan tafsiran berdasarkan konteks jauh lebih kuat dibandingkan berdasarkan setting sejarah yg merujuk ke Talmud. Sebenarnya tafsiran dengan memperhatikan setting sejarah juga penting, namun kita harus cermat melihat setting sejarah itu, apakah telah ada pada masa itu atau nanti muncul belakangan. Don Carson telah menuliskan buku yang membahas berbagai kesalahan-kesalahan eksegetis dengan judul Exegetical Falacies, Baker Academic, 1996, telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh penerbit Momentum thn 2009. Carson menyatakan "..setiap kata memiliki rentang semantik tertentu yang terbatas, dan oleh karena itu konteks membatasi atau membentuk arti sebuah kata..  secara linguistik, arti bukanlah miliki intrinsik sebuah kata.." Carson kemudian mengutip Nida "..arti adalah sekumpulan relasi di mana sebuah simbol verbal merupakan suatu tanda.." (Eugene A. Nida, Exploring Semantic Structures, Munich: Finch, 1975). 

Talmud yang jadi rujukan nanti dikompilasi pada abad ke-4 dan terbukti detailnya tidak akurat, juga tulisan Celsus ditulis pada abad ke-2. Maka rujukan ini tidak bisa dijadikan setting sejarah dari peristiwa yang terjadi pada  abad ke-1. Carson menyebutkan kesalahan seperti ini sebagai Anakronisme semantik ".. kesalahan ini muncul ketika penggunaan yang lebih terkini dari sebuah kata dimasukan ke dalam literatur yang lebih tua..". Dengan demikian setting sejarah ini anakronistik sehingga menafsirkan teks Yoh 8:41 mengacu pada hal ini merupakan tafsiran yang eisegesis.

Mari kita simak konteks dari teks tsb, untukitu kita perlu membaca keseluruhan perikopnya khususnya mulai ayat 31 s/d 48. Dalam dialog Yesus dengan orang-orang Yahudi itu, Yesus mengajarkan bahwa jika seseorang menerima firmanNya maka dia akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekannya (Ay 31-32). Mereka kemudian menjawab bahwa mereka adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun (Ay 33). Mereka keliru memahami perkataan Yesus khususnya pada kata "memerdekan" yg mereka pahami bahwa Yesus menganggap mereka belum merdeka atau menjadi hamba secara literal. Padahal yg Yesus maksudkan secara rohani yaitu hamba dosa.

Yesus kemudian menegaskan bahwa mereka memang keturunan Abraham secara fisik (ay 37), namun Yesus menganggap mereka bukan keturunan Abraham secara rohani. Hal ini dikatakan Yesus karena mereka menolak Dia yang telah mengerjakan kehendak Allah sebagaimana juga dilakukan oleh Abraham (ay 40). Sehingga Yesus mempertanyakan apakah Allah adalah bapa mereka (ay 41a "..pekerjaan bapamu sendiri..") secara implisit mengarah ke "bapa" yang lain merujuk ke Iblis atau penyembahan berhala (idolatry berupa zinah secara rohani). Ahli-ahli Taurat menolak anggapan Yesus itu dengan menyatakan bahwa Iblis bukanlah bapa mereka atau mereka tidak melakukan zinah rohani (idolatry) dan menegaskan bahwa Allah adalah bapa mereka (ay 41b).

Pada ayat selanjutnya semakin memperjelas hal ini, pada ayat 44 "..Iblislah yang menjadi bapamu.." sesuai dengan ay 41a tsb. Demikian pula ay 48 "..Orang-orang Yahudi menjawab Yesus: "Bukankah benar kalau kami katakan bahwa Engkau orang Samaria dan kerasukan setan?", Yesus dianggap sebagai orang Samaria dalam pengertian orang yg tersesat seperti Samaria dan kerasukan setan. Hal ini mempertegaskan bahwa ayat 41 tidaklah berbicara tentang zinah secara literal melainkan secara rohani.

Paul Meier salah satu giant dalam studi historical Jesus menyatakan tafsiran the illegitimate birth dalam Yoh 8:41 sebagai "..highly imaginative..". Sebagaimana ditulisnya dalam buku Meier, J. P. (1991). A marginal Jew, rethinking the historical Jesus: Volume one, The Roots of the Problem and the Person (228). New Haven;  London: Yale University Press "... that Jesus is raising the question of their legitimate birth and that he is discussing their legitimacy in spiritual rather than physical terms (he admits that physically they are sons of Abraham), to see a hidden reference to Jesus’ physical illegitimacy in vv 39–41 is, in my opinion, highly imaginative..".

Dalam The IVP Bible background commentary, Craig S. Keener sebagai editornya juga menyatakan kritikannya "... Some scholars have also seen here an allusion to the later rabbinic charge against Jesus that his mother bore him to a Roman soldier rather than as a virgin, though this is not clear in this debate.) Keener, C. S., & InterVarsity Press. (1993). The IVP Bible background commentary : New Testament (Jn 8:41). Downers Grove, Ill.: InterVarsity Press.

Sekarang kita coba analisis satu persatu dari referensi yang digunakan M. Ali.
Pertama Leon Morris, the Gospel According to John. Dalam tulisannya merujuk pada buku Travers Herford, Christianity in Talmud and Midrash. Tulisan Herford telah kita bahas sebelumnya dan Herford menegaskan rujukan mengenai Ben Stada itu tidak akurat karena pappus b. Judah sebagai suami Maria (Stada) hidup pada masa rabbi Akiba dan bukan pada masa Yesus.

Kedua James D. Tabor, The Jesus Dynasty. Tabor merujuk pada injil Thomas yang menurutnya tidak ada kisah tentang Yusuf atau the Virgin Birth. Namun rujukan ke injil Thomas tidak tepat karena dari analisis yang kritis oleh umumnya scholar, injil Thomas diberi tanggal pada kisaran abad ke-2, selain itu isi injil Thomas umumnya berupa kumpulan ucapan dan sangat sedikit narasi kisah yang melatarbelakangi ucapan2 tsb, mirip dengan Quran.

Ketiga, Amy-Jill Levine & Marc Zvi Brettler, The Jewish Annotated New Testament. Levine & Brettler menyebut rujukan ke tulisan Origen yang berisi kutipan perkataan Celsus. Rujukan ini juga tidak tepat karena tulisan Celsus nanti ditulis pada abad ke-2 mengacu pada tuduhan orang Yahudi diaspora tentang seorang prajurit Romawi bernama Panther yang dianggap menghamili Maria.

Keempat, David Stern, the Jewish New Testament. Stern memang scholar yang dikenal concern pada masalah latarbelakang Yahudi dari perjanjian baru, banyak manfaat yang bisa dipetik dari buku-bukunya tsb. Namun kita perlu cermat & kritis dalam membaca sebuah tulisan termasuk buku Stern. Mari kita lihat kutipan lengkapnya "...We’re not illegitimate children, like you (implied)! Apparently they knew something about the unusual circumstances of Yeshua’s birth. Compare 9:34; also Mattityahu 1–2, Luke 1–3 and notes there. Stern, D. H, Jewish New Testament Commentary  : A companion volume to the Jewish New Testament, Clarksville, 1996. Frase "like you" adalah tafsiran Stern berdasarkan dugaannya bahwa para ahli Taurat tahu tentang latarbelakang kelahiran Yesus (Yeshua) yang tidak biasanya. Tetapi Stern tidak memberi data penunjang atas tafsirannya tsb kecuali menyebut ayat pembanding Yoh 8:41 dan catatannya tentang Matius 1-2 & Lukas 1-3.

Sekarang kita cek ayat pembanding yang disebut Stern, Yoh 9:34  Jawab mereka: "Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?" Lalu mereka mengusir dia ke luar". Ayat ini memberi kesan sebagai bukti yang kuat mengenai tuduhan the illegitimate birth, namun jika kita lihat konteksnya, ayat itu tidak ditujukan kepada Yesus melainkan ke orang buta yang disembuhkan Yesus. Pada saat itu orang Yahudi beranggapan penyebab terjadinya kebutaan itu karena dosa.
Yoh 9:24-33  Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu dan berkata kepadanya: "Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa orang itu orang berdosa."... Jawab orang itu kepada mereka: "Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang... Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa."
Yoh 9:34  Jawab mereka: "Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?" Lalu mereka mengusir dia ke luar. 
Yoh 9:35  Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: "Percayakah engkau kepada Anak Manusia?" 

Berdasarkan tafsiran Stern, M Ali mewacanakan perkataan ahli Taurat itu "We are not illegitimate children" sebagai sebuah Satire. Namun sebuah Satire biasanya menggunakan gaya bahasa hyperbolic dengan sasaran yang jelas. Perhatikan salah satu contoh Satire yang digunakan Yesus. Mat 7:5  Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.". Godaan untuk menambahkan frase "like you" seperti dikatakan Stern memang cukup kuat, jika kita begitu "terindoktrinasi" dengan pemahaman adanya tuduhan the illegitimate birth seperti yang disebutkan dalam Talmud. Namun akal jernih mencegah kita melakukannya, karena dari konteksnya memang tidak ada petunjuk ke arah sana.

Dengan demikian kita bisa simpulkan bahwa penafsiran Yoh 8:41 mengenai tuduhan atau sindiran atas latarbelakang kelahiran Yesus yang tidak biasanya, tidaklah tepat. Maka pernyataan Quran mengenai adanya tuduhan orang-orang Yahudi kepada Maria tidaklah memiliki dasar sejarah yang valid. Hal ini menunjukan pernyataan dalam Quran itu mengadopsi pemahaman dalam Talmud yang nanti berkembang kemudian. Berdasarkan data sejarah, pada masa Muhammad ada banyak orang Yahudi di Arabia khususnya Madinah sehinggga informasi seperti itu bisa didapatkan dari mereka.

Lihat Seri Diskusi
Share: